Sa'dan To'barana', Kampung Tenun di Toraja Utara

Category: Seni Budaya • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2017-04-23

Sudah bertahun-tahun lalu seorang teman membawakan oleh-oleh dari Toraja. Sebuah tas berwarna merah dengan motif garis-garis. Tahun kemarin, seorang teman memberi sebuah wadah ponsel dengan warna dan motif yang sama. Katanya juga dari Toraja. Kok, bisa?



Ketika akhirnya bisa menjejakkan kaki di Tana Toraja, terjawablah rasa penasaran saya. Dengan cepat mata saya bisa 'menangkap' kain berwarna merah dengan motif garis-garis di mana-mana. Di pasar dan toko cindera mata di Rantepao. Ada pada pernak-pernik tas hingga baju adat untuk pesta.



Suku Toraja merupakan salah satu suku yang memiliki budaya menenun turun-temurun. Karena berada di pegunungan, benang tenunannya pun cenderung lebih tebal sehingga menghasilkan kain yang sedikit lebih berat dari kain pada umumnya. Selain membuat kain dengan menggunakan alat tenun, suku Toraja pun membuat kain dengan teknik tenun ikat (Tenun Pengikat Kekerabatan Suku Toraja) dan batik (Sarita, Kain Titian ke Surga).

Senyum saya langsung melebar ketika diajak ke Sa'dan To'barana'. Kampung yang terletak di desa Sa'dan Malimbong, 16 kilometer dari Rantepao ini sejak puluhan tahun lalu sudah dikenal kaya akan kerajinan tenunnya. Ada beberapa tongkonan (rumah tradisional) dan alang (lumbung) milik keluarga bangsawan Langi Para'pa, keluarga terpandang yang sudah turun-temurun di sana.



KAYA CORAK & WARNA

Hari sudah terlalu sore. Hampir semua kios sudah tutup. Saya masuk ke salah satu dari dua kios yang masih terbuka, milik indo (ibu) Atta yang sedang duduk berselonjor memangku kayu melintang perentang benang pada alat tenun tradisional.



Kain berwarna oranye sedang ditenun, biasanya bisa selesai dalam 1-2 minggu kalau dikerjakan terus menerus. Oranye atau kuning, merah, hitam, dan putih adalah warna-warna kain tradisional Toraja. Karena pada zaman nenek moyang hanya warna-warna itulah yang bisa didapat dari bahan-bahan alami. Seiring kemajuan zaman, pewarnaan bahan kimia pun mengalahkan pewarna alami, dengan proses pewarnaan yang lebih mudah dan harga yang cukup murah. Corak dan kain Toraja pun makin beragam.







Indo Atta menumpuk rapi lipatan kain-kain tenunan di salah satu pojok kios. Sebagian disampirkan berjajar, mempermudah pembeli melihat corak dan motif kain. Ada kain hasil tenunan tangan, tenunan ATBM (alat tenun bukan mesin, cirinya adalah alat tenun yang selain tangan juga digerakkan dengan kaki). Ada yang pabrikan, biasanya dijual meteran, ada juga tenun Jepara (kain-kain dengan motif Toraja tapi diproduksi di Jepara).



Bingung memilihnya? Sudah pasti! Apalagi sebagai penenun sekaligus penjual, indo Atta terus 'menggoda' dengan menyodorkan kain-kain lainnya. Duh, kalau kaya raya, kain-kain harga seharga Rp100.000 ‐ Rp450.000 per lembar ini pasti sudah saya borong semuanya.



Terus terang, sedari awal mata saya tak bisa pindah dari kain merah dengan motif garis-garis tipis yang khas. Kain Parambak namanya, motif tertua tenunan Toraja. Kain tenunan tangan ini tersebut biasa dijadikan sarung, tapi kemudian saya bingung karena panjang kainnya 4 meter dengan lebarnya hanya 70 sentimeter (selebar bentangan kayu di alat tenun). Indo Atta menjelaskan, bahwa kain harus dijahit di bagian-bagian tertentu. Dan saya bingung! Ha... ha... ha... ha....



Kain Parambak juga ada yang berwarna hitam dengan garis-garis merah, kuning, dan putih. Tapi setelah menimbang-nimbang dan menenangkan hati (dari godaan kain lainnya), akhirnya kain merah bergaris-garis tak lepas dari pelukan saya. Dan lembaran uang Rp250.000 pun berpindah tangan.


BOLEH MENJAHIT MALAM HARI

Setelah hati berbunga-bunga karena sarung idaman sudah di tangan. Muncul masalah baru. Bagaimana menjahitnya menjadi sarung? Tapi pak Najamuddin, tour guide andalan saya di Toraja punya solusi. Malam itu saya diantar ke pasar yang terletak di tengah kota, persis di pinggir jalan utama Rantepao.



Bangunannya terdiri dari 2 lantai. Lantai bawah adalah toko-toko cindera mata, sementara di lantai atas adalah deretan kios penjahit. Sementara di Jawa ada semacam pantangan menjahit setelah hari gelap, di Rantepao kios penjahit malah buka dari pagi hingga jam 21.00 wita. Saya masuk ke salah satu kios yang paling sepi, karena kios-kios lain ramai seperti konveksi.





Tanpa banyak tanya, ibu penjahit sudah tahu hendak diapakan kain yang saya bawa. Tak sampai setengah jam, kain tenun panjang sudah berubah menjadi sarung. Ongkos jahitnya Rp30.000 saja dengan hasil jahitan yang rapi. Ketika sarung saya kenakan, ibu penjahit langsung berseru, "Ini kain bagus. Kain kebanggaan orang Toraja. Kalau adik pakai sarung ini, adik sudah jadi orang Toraja."



Ini beberapa foto saya saat berkunjung ke beberapa tempat di Tana Toraja, menggunakan kain Parambak yang saya beli. Bagaimana menurut kalian? Sudah miripkah saya dengan indo-indo di sana?







TIP:

- Siapkan uang tunai sebelum menuju tempat wisata atau pusat cindera mata.

- Bank dan mesin ATM beberapa bank tersedia di Rantepao.

- Agar memudahkan transportasi dan akomodasi, gunakan jasa tour travel dari Makassar.

- Bila berwisata sendiri, Anda bisa menyewa motor atau mobil di Rantepao. Info tempat penyewaan bisa ditanyakan di hotel tempat Anda menginap.

- Pakailah jasa guide, agar Anda mengenal sejarah, adat istiadat, dan kekayaan budaya Toraja.

- Kontak penenun: indo Atta (08124004927)

- Kontak tour guide: Najamuddin (081342544953)



BAGAIMANA KE SANA?

Bila Anda berasal dari luar Sulawesi, cara termudah Anda bisa menggunakan pesawat ke Makassar.


Bus (AC dan non-AC):

Makassar ke Makale (Toraja) atau Rantepao (Toraja Utara).

Jadwal pemberangkatan bus:

08.00, 10.00, 13.00, 20.00, 20.30 wita.


Pesawat:

Makassar ‐ Pong Tiku

Jadwal pemberangkatan:

08.00 dari Makassar, 11.00 dari Toraja. █


--------------------


Perjalanan bersama para blogger ini terlaksana atas undangan Kementerian Pariwisata Indonesia. Foto-foto juga diposting di twitter dan instagram dengan hashtag #PesonaToraja #PesonaIndonesia

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment