Home >>Blog >Seni Budaya

Terry Endropoetro's avatar

Tenun Pengikat Kekerabatan Suku Toraja

Pada masa keemasannya, tenun ikat menjadi barang mahal dan berharga, yang bisa menunjukkan status sosial seseorang karena harganya setara dengan kerbau atau babi. Untuk mendapatkannya calon pembeli harus berjalan kaki 3-5 hari perjalanan jauh ke pelosok gunung.

Suku Kalumpang yang dikenal dengan kepandaiannya membuat tenun ikat, mendiami kampung adat Tana Lotong. Karena pemekaran daerah pada 2014, kawasan mereka berada di wilayah provinsi Sulawesi Barat. Padahal budayanya jauh berbeda dengan suku Mandar di Sulawesi Barat. Budaya Kalumpang lebih mirip dengan budaya Toraja, bahkan lebih tua. Itu sebabnya, tenun ikat ini dianggap warisan budaya nenek moyang suku Toraja.

CORAK TERTUA DI DUNIA
Menurut cerita rakyat Toraja, seorang pemburu bernama Undai Kasalle menemukan selembar daun besar di dalam sebuah goa. Daun itu dibawa pulang dan diberikan kepada istrinya. Oleh istri Undai Kasalle, daun itu ditenun menjadi selembar kain.

Turun temurun tenun ikat terus dibuat dan dikenal dengan sebutan tenun ikat sekomandi atau baba deata dalam bahasa setempat. Menampilkan corak berpola belah ketupat, perisai, garis beraturan, hingga bentuk seperti kepiting dan manusia dalam bentuk-bentuk geometris.

Tenun ikat itu sendiri seperti menjadi simbolisasi keterikatan kekerabatan yang terjalin kuat. Hidup damai tanpa memandang status sosial dan agama. Mereka percaya hanya kematianlah yang bisa memisahkan eratmya kekerabatan.

Menurut penelitian ilmiah, sekomandi ini merupakan pola tenun ikat tertua di dunia. Mirip pola desain sah hyun kalanay, yang mulai tersebar ke seluruh Asia dan Oceania pada abad pertama masehi.

WARNA ALAMI, WARNA BUMI
Para wanita penenun membuat tenun ikat di sela-sela kesibukan mereka bertani. Hingga kini masih ada wanita penenun di Kalumpang. Tidak banyak, tapi ada. Para wanita penenun yang masih mempertahankan warisan nenek moyang. Menenun dengan cara tradisional. Tidak tergoda dengan teknologi dan kemajuan zaman.

Tak perlu pergi ke pelosok gunung, saya beruntung diajak pak Najamuddin, ke Todi', sebuah toko cindera mata di Rantepao. Sayangnya, karena tiba di sana malam hari, sebagian penenun sudah pulang. Beruntung saya tetap diperbolehkan melihat-lihat.

Sebuah alat pintal terpajang dan masih tetap digunakan untuk memintal kapas menjadi benang. Cabai, kemiri, lengkuas, dan kayu palin ditumbuk lalu dimasak sebagai pewarna benang. Benang yang sudah direndam, dijemur sambil diolesi air rendaman abu. Gunanya adalah sebagai perekat warna. Benang yang sudah kering berubah warna menjadi krem dan sudah siap digunakan.

Semua bahan pewarnaan menggunakan jahe, kemiri, akar mengkudu, buah pangi (kluwek), daun tarum (nila), rempah-rempah, dan bahan alami lainnya. Menghasilkan warna krem, kuning, oranye, merah, hitam, dan biru. Semoga banyak dari kita tersadar, betapa Tuhan sudah menciptakan bumi negeri ini dengan warna.

RUMITNYA TENUN IKAT
Mengapa disebut tenun ikat? Karena salah satu teknik terpenting adalah mengikat benang sebelum diwarnai dan ditenun. Benang akan direntangkan memanjang. Panjangnya bisa mencapai 3 meter, sementara lebarnya disesuai dengan lebar kain. Untuk mendapatkan motif dengan warna dasar, beberapa bagian benang dililit dan diikat kuat menggunakan tali rafia (pengganti kulit pisang yang dulu biasa digunakan).

Masih dengan tali-tali yang terikat, benang dicelupkan ke warna kedua. Dikeringkan kemudian benang direntang kembali. Untuk mendapatkan motif selanjutnya dari warna kedua, benang kembali dililit dan diikat kuat menggunakan tali rafia.

Lalu dilakukan pencelupan warna ketiga. Dikeringkan. Semua ikatan dibuka, kemudian benang dipindahkan ke alat tenun satu per satu. Benar! Satu per satu! Coba bayangkan lebar kain yang akan ditenun.

Sebagai orang awam, saya tak habis kagum dengan ketelatenan mereka mengikat benang satu persatu. Tambah kagum lagi saat diberi tahu bahwa untuk menggambar motif, para penenun tak memerlukan sketsa atau goresan pola pada bentangan benang. Semuanya ada pada imajinasi mereka. Luar biasaaaaa!

Lama pengerjaan selembar kain tenun ikat, dari mulai memintal benang hingga kain selesai ditenun, antara 1- 3 bulan bahkan bisa lebih. Jadi kalau selembar kain tenun ikat harganya mencapai Rp5.000.000, jangan ditawar. Itulah harga kesabaran dan ketelitian tingkat dewa! Karena pengerjaannya betul-betul rumit dan kita belum tenun mampu membuatnya. Percaya, deh! █

Selain kain tenun ikat, baca juga:
>> Sarita, Kain Titian ke Surga
>> Sa'dan To'barana', Kampung Tenun di Toraja Utara

TODI' ART SHOP
www.todi.co.id
Jl. Pembangunan 19, Rantepao, Toraja Utara
Telepon: (0423) 27007
Jam buka: 09.00 ‐ 07.00 wita (Senin ‐ Sabtu)
01.00 ‐ 07.00 wita (Minggu)

Sumber tulisan:
- ridwanmandar.blogspot.co.id
- www.academia.edu

--------------------

Perjalanan bersama para blogger ini terlaksana atas undangan Kementerian Pariwisata Indonesia. Foto-foto juga diposting di twitter dan instagram dengan hashtag #PesonaToraja #PesonaIndonesia


Comments (2)

Topic:
Sort
0/5 (0)
Facebookdel.icio.usStumbleUponDiggGoogle+Twitter
Gravatar
Reh Atemalem says...
Ngebayangin mereka ikat kainnya satu persatu trus dicelup-celup berulang.

Kerja keras sangat!
Gravatar
Rry Rivano says...
sungguh sabar para wanita penenun ini. aku baru tau prosesnya begini loh. Luar biasa yah

Add Comment

* Required information
(never displayed)
 
Bold Italic Underline Strike Superscript Subscript Code PHP Quote Line Bullet Numeric Link Email Image Video
 
Smile Sad Huh Laugh Mad Tongue Crying Grin Wink Scared Cool Sleep Blush Unsure Shocked
 
2000
 
Notify me of new comments via email.