Jalur Rempah Bukan Jalur Sutera
Category: Seni Budaya • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2015-10-19
Kita lebih mengenal Jalur Sutera (Silk Road), jalur yang digunakan oleh para pedagang yang tempo dulu berlayar dan melakukan hubungan antara negeri Barat dan Timur. Padahal di jalur perdagangan tersebut, sutera hanyalah salah satu komoditi yang diperdagangkan atau sebagai alat tukar. Justru yang banyak dimuat dalam kapal-kapal dagang adalah rempah-rempah. Sebab itulah para sejarawan menyebutnya 'Jalur Rempah' (Spice Route).
A.B. Lapian, sejarawan utama maritim Asia Tenggara, menjadi salah satu pionir yang berupaya mengoreksi kekeliruan pemahaman tersebut. Namun sayangnya, apresiasi dari kalangan masyarakat sangat kurang. . Tak banyak pula yang bersemangat menelusuri peran leluhur kita sebagai pemain utama dalam sejarah penting dan paling dramatis mengubah peta sejarah dunia. Sudah puluhan tahun pula tak ada upaya serius pemerintah untuk menjernihkan sejarah.
Indonesia sejak dulu hingga kini adalah salah satu tanah utama yang memiliki keanekaragaman hayati terbanyak di dunia. Seperti dalam catatan Francesco Balducci Pegolotti, pada abad ke-14. Pedagang dari Florence ini menulis bahwa tak kurang 188 jenis ada di nusantara, di antaranya cendana, kayu manis, dan kapur barus. Tetapi peringkat paling tinggi dan daya tarik yang paling kuat adalah cengkih dan pala yang ada di Maluku. Sampai abad ke-18, cengkih hanya terdapat di pulau-pulau kecil di sebelah barat Halmahera yaitu Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan Bacan. Sementara buah pala hanya tumbuh di kepulauan Banda.
Meskin ada sumber yang menyebutkan pada abad ke-3 M, Cina berhasil mendapatkan rempah. Tapi tidak ada bukti bahwa mereka pernah sampai ke Maluku. Jung mereka hanya sampai perairan Jawa dan Sumatera dan mereka membeli rempah dari para pedagang Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Seperti dalam kitab Majapahit, Negarakertagama disebutkan bahwa Maluku sebagai daerah kepulauan penghasil rempah, dan Majapahit menjadi kekuatan besar sebagai perantara perdagangannya.
Baru pada abad ke-15 M, munculnya kota-kota bandar di pesisir Jawa dan Sumatera. Kota-kota yang ramai didatangi dengan para pedagang dan bangsawan dari negeri Cina dan Arab, yang kemudian menjadi titik terdepan dalam jalur perdagangan aktif antar pulau dan benua. Demi menemukan rempah, kolonialisme akhirnya menjadi bawaan Eropa ke Timur. Bencana sekaligus berkah. Sebab dari kolonialisme itulah yang mengekplorasi rempah, mereka mampu membangun peradaban modern Eropa, kemudian dipercikkan ke Hindia Belanda dan akhirnya lahirlah Indonesia.
Jadi sebagai bangsa Indonesia, sudah patut kita berbangga dengan istilah Jalur Rempah. Dan jangan pernah lupa, karena kekayaan negeri kitalah yang mengubah peta sejarah dunia. ◼
────────────────
Pameran Jalur Rempah ‐ Museum Nasional Jakarta, 19-25 Oktober 2015.
Foto: koleksi #JalurRempah
Comments
No comments yet. Be the first to comment!
Leave a Comment