Negeri Makmur Itu Bernama 'Indonesia'

Category: Segala Rupa • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2015-10-20

Dalam perjalanan ke Flores beberapa tahun lalu, saat melewati Kecamatan Lembor, Manggarai Barat. Seluas mata memandang saya hanya melihat hamparan sawah dengan padi menguning. Para petani sibuk memanen padi dengan ani-ani, memecah bulir gabah, dan menyusun berkarung-karung beras di pinggir jalan menunggu diangkut. Pertanyaan yang terbersit di benak saya kala itu adalah kalau setiap provinsi memiliki satu daerah saja yang menjadi lumbung padi. Mengapa kita harus terus mengimpor beras dari luar negeri?


MEMAKMURKAN PETANI

Rasa penasaran itu pun terjawab persis pada peringatan setahun kinerja Kementerian Pertanian, pada 20 Oktober 2015 lalu. Menteri Pertanian RI Amran Sulaiman menyatakan dengan lantang bahwa Indonesia tak lagi mengimpor beras.



Mau bukti? Memang selama ini iklim ekstrim yang melanda selalu dijadikan alasan untuk mengimpor beras. Pada 1998, saat El Nino memberi efek iklim yang buruk di seluruh dunia, Indonesia mengimpor beras sebanyak 7,1 juta ton untuk 205 juta penduduknya. Walau iklim dan cuaca membaik, impor beras terus dilakukan. Pada 2014, impor beras menunjukkan angka 800.000 ton.



Di hari pertama menjabat menjadi menteri (setahun yang lalu), di saat penduduk Indonesia sudah berjumlah 250 juta dan El Nino melanda lebih dahsyat lagi pada 2015, Amran Sulaiman menghentikan impor beras. Jelas ini menjadi langkah besar yang tak terbantahkan. Dan ternyata, dalam setahun tak mengimpor beras, uang negara yang dihemat sebesar Rp52 trilyun. Luar biasa!



Karena sebenarnya di negara tropis seperti Indonesia ini, padi tetap bisa ditanam selama ada pasokan air. Berarti saluran irigasilah yang harus dibenahi agar selalu berfungsi. Sehingga saat musim kemarau berkepanjangan pun sawah-sawah tetap bisa diairi dan ditanami padi.



Dengan tidak lagi mengimpor beras berarti Indonesia sudah bisa mencukupi swasembada pangan. Kementerian Pertanian pun perlahan-lahan memperbaiki kemakmuran dan kesejahteraan para petani. Dulu untuk sampai ke pasar, beras dari petani harus 'mampir' melalui 8 sub penjualan dan petani hanya mendapat sedikit keuntungan.
Namun, kini para petani bisa mulai bernapas lega. Program Toko Tani akan digalakkan di seluruh daerah Indonesia. Membantu menerima beras hasil panen dari petani, mengirimkannya ke Bulog, yang kemudian akan menyalurkan ke pasar-pasar. Perjalanan hasil panen menjadi lebih singkat, harga membaik, dan kehidupan para petani pun menjadi lebih terjamin.



Tapi tentunya banyak yang tak setuju dengan proses ini. Siapa lagi kalau bukan para mafia yang mencari keuntungan dari hasil pertanian. Asal mereka dapat untung, tak peduli dengan kehidupan petani. Berita keberhasilan tidak impor beras hanya sayup-sayup terdengar, seakan-akan sengaja mereka tutupi dengan menghembuskan berita tentang impor beras dan beras plastik.



PERTANIAN MODERN YANG MENJANJIKAN

Dalam program 'Modernisasi Pertanian untuk Swasembada Pangan Indonesia' dan sekaligus memakmurkan kehidupan para petani, Kementerian Pertanian memberi bantuan berupa mesin alat pertanian pada kelompok tani di desa Gardu Mukti, Kecamatan Tambakdahan, Subang, Jawa Barat. Berupa hand tractor, alat tanam padi (rice transplanter), dan alat panen padi (combine harvester).



Tak ada acara 'gunting pita'. Budget untuk seremonial yang biasanya menghabiskan anggaran Rp4 trilyun dialokasikan menjadi bantuan langsung kepada kelompok-kelompok tani di seluruh Indonesia, disesuaikan dengan keunggulan komperatif daerah tersebut. Misalnya bibit jagung untuk daerah Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Bibit kakao untuk daerah Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

Menurut Arman Sulaiman, tak perlu pesta meriah kalau petani masih menderita. Tak hanya asal bicara, dalam satu tahun ini Kementerian Pertanian terbukti mengeluarkan 50.000 unit mesin alat pertanian untuk disebarkan ke seluruh Indonesia. Sementara selama bertahun-tahun yang lalu hanya diperbantukan 4.000 unit per tahun untuk negeri seluas ini.



Dari acara minum kopi pagi-pagi bersama menteri dan beberapa staf beliau, saya jadi tahu bahwa dalam setahun, sudah 5.563 unit mesin tanam padi (rice transplanter) modern disebarkan ke kelompok-kelompok tani di seluruh Indonesia.

Kalau padi ditanam dengan cara lama, biasanya membutuhkan 19 orang buruh tani per hektar dalam waktu 1-3 minggu tergantung luas lahan. Namun dengan mesin hanya membutuhkan 7 orang per hektar dalam waktu 3-4 jam. Jelas menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Pertanyaan lain pun muncul, kalau dari 19 orang menjadi 7 berarti menganggurkah 12 buruh tani yang lain?

"Tidak juga, " Amran Sulaiman menjelaskan. "Mereka bisa mengerjakan lahan pertanian lain atau tenaga mereka disalurkan pada bidang-bidang lain seperti menambah keahlian di bengkel mesin pertanian, atau pabrik pengemasan, yang menjadikan mereka tetap produktif dan mendukung proses produktivitas pertanian itu sendiri. "



Selain mesin tanam, ada pula mesin untuk menyiangi rumput (power weeder) persawahan, yang hanya membutuhkan tenaga 2 orang menggantikan 15 orang per hektar. Dan saat musim panen tiba, dengan mesin panen (combine harvester) pekerjaan yang biasanya memerlukan tenaga 50 orang selama berhari-hari bisa selesai dalam 4 jam per hektar. Semua alat-alat ini jelas menguntungkan, salah satunya adalah mengurangi sakit pinggang para petani. Benar, kan?



Amran Sulaiman adalah seorang praktisi, pemikir, dan wirausahawan di bidang pertanian. Jadi bagi para bupati di daerah yang masih berpola 'gaya hidup lama', dijamin pusing tujuh keliling kalau tak dapat mengikuti kinerja menteri yang satu ini. Beliau mengancam, daerah-daerah yang produksi pertaniannya tak meningkat tahun ini tak akan diberi anggaran pertanian untuk tahun depan. Ini jelas jadi 'ancaman' bagi para pejabat-pejabat yang gemar memenuhi kantong-kantong dari uang jatah para petani.



Menteri yang cukup nekat dengan melakukan deregulasi, menghilangkan semua faktor produksi yang bisa menghambat dan memperlambat. Salah satunya meminta Presiden RI Joko Widodo mengubah Keputusan Presiden (Keppres) perihal tender bantuan untuk para petani. Keppres ini sudah puluhan tahun dipakai, tak ada yang berani mengganggu-gugat, padahal pada kenyataannya sangat tidak membantu dan merugikan para petani.



Lalu muncullah Kepres yang baru. Mengubah proses tender (yang bertele-tele) menjadi tindakan dan bantuan langsung kepada petani. Hal ini terbukti pada saat 10.000 hektar sawah di Bojonegoro terendam banjir. Ketika Amran Sulaiman memerintah untuk segera mendatangkan 100 buah pompa air membingungkan pemerintah daerah, beliau pun berujar, "Saya yang tanggung jawab!" Hebat!



Beliau pun mengeluarkan kebijakan baru, tidak boleh memberi bantuan yang sama di tempat yang sama. Jadi misalnya sebuah daerah sudah punya persawahan yang baik, tidak perlu lagi diberi bantuan bibit padi. Lebih baik bibit padi tersebut diberikan ke daerah lain yang belum punya persawahan. Dengan begitu bisa memperluas lahan produktif, termasuk menanami lahan-lahan tidur.


Tak hanya itu, Kementerian Pertanian juga menyebarkan 40.000 petugas penyuluh pertanian ke seluruh Indonesia, dibantu KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan), dan para mahasiswa. Optimis dengan kemajuan dan peningkatan produksi pertanian dalam setahun, Bupati Tulang Bawang pun mengusulkan agar Menteri Petanian dinobatkan menjadi Bapak Modernisasi Pertanian. Wah, saya setuju!



PRODUKSI PANGAN MENINGKAT

Indikasi peningkatan produksi pertanian ternyata bisa dilihat dari produksi pangan strategis, yaitu padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, daging sapi, dan gula. Peningkatan mutu dan produksi pangan strategis ini juga bisa meningkatkan perekononiam bangsa. Buktinya, satu tahun ini saja Indonesia sudah menghemat Rp52 trilyun dari hasil tidak mengimpor beras. Hebat, kan!

Pertanyaannya adalah, apakah betul sudah meningkat? Daripada ribut berdebat, lihat saja data-data dari Kementerian Pertanian RI, perkembangan produksi padi, jagung dan kedelai pada 2010-2015.



Perkembangan Produksi Padi (2010-2015)




Perkembangan Produksi Jagung (2010-2015)




Perkembangan Produksi Kedelai (2010-2015)




Kalau ada yang bertanya mengapa mengapa angka peningkatan produksinya kecil. Tak perlu Menteri Pertanian RI yang menjawab, saya pun bisa menjawab, bahwa negeri ini juga tidak dibangun dalam sehari.



INVESTASI & LAPANGAN KERJA

Dengan banyaknya investasi dalam bidang pertanian, perkebunan, dan peternakan sudah pasti berhubungan langsung dengan terbukanya lapangan kerja.
Contohnya, pada 2015 mulai ada investasi untuk tebu/gula. Sudah dipersiapkan 15 pabrik gula untuk memperluas kebun tebu 200.000 hektar dan 19 pabrik gula yang akan mengembangkan 500.000 hektar. Pabrik-pabrik gula pun sudah mulai dibangun dan siap berproduksi pada 2019, jelas akan membuka lapangan kerja baru bagi 3,87 juta penduduk Indonesia.

Contoh lain, 9 investor pembibitan dan penggemukan sapi 650.000 sapi indukan, melibatkan 50.000 tenaga kerja. Sementara 4 investor pengembang jagung pakan ternak untuk 5 juta ton membutuhkan 817 tenaga kerja.



Sebagai upaya meningkatkan investasi, kelapa sawit, karet, kakao, tebu, sapi, jagung, dan banyak komoditas komersil lainnya yang dikembangkan di luar Jawa. Sementara investasi dalam bidang perkebunan sudah menunjukkan hasil yang cukup baik, antara lain kelapa sawit, karet, kopi, tebu, dan teh. Jadi, ini saatnya kita optimis, bahwa pertanian modern Indonesia pasti bisa memakmurkan bangsa. Itulah mengapa kita harus saling bersatu dan mendukung satu sama lain karena nasib bangsa ini menjadi tanggung jawab kita bersama.



────────────────





"Ingat saja para pejuang kita dulu," lanjut beliau dengan logat Sulawesinya yang kental, "tidak digaji, tidak harus punya jabatan. Tapi mau memanggul senjata, berperang demi kemerdekaan. Jadi mengapa sekarang kita harus menghitung untung-rugi bekerja untuk negara?"

Tak perlu disangsikan lagi jiwa nasionalis putra asli Bone, Sulawesi Selatan ini. Mungkin karena alasan itulah Dr. Ir. H. Amran Sulaiman, MP. ditunjuk Presiden RI Joko Widodo untuk menjabat Menteri Pertanian RI dalam Kabinet Kerja 2015-2019.



Lahir pada 27 April 1968, Amran Sulaiman adalah petani muda yang sukses, wirausahawan, praktisi, pemikir, dan yang terpenting adalah pekerja keras dan jujur. Dalam setahun kinerja, cukup banyak perubahan dan kebijakan yang sangat menguntungkan petani. Sayangnya beliau belum menjadi media darling yang setiap gebrakannya disorot media dan diketahui masyarakat Indonesia. Padahal sikap tegas beliau cukup bikin mafia-mafia bidang pertanian gerah dan harus memeras otak mencari celah. Karena 'lubang-lubang' sudah mulai tertutup di mana-mana.



Ketika ditanya soal tantangan dan jegalan dari pihak lain. Beliau hanya tertawa, "Setiap detik adalah takdir, undang-undang yang paling berat hukumannya adalah mati, dan siapa pun pasti akan mati. Jadi apa pun yang terjadi saya jalani, karena saya sudah menghibahkan diri saya untuk negara." ◼

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment