Menyongsong Matahari di Bromo

Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2015-08-28

Pemandangan indah gunung Bromo selama ini hanya saya lihat di foto-foto kartu pos, majalah, atau di layar televisi. Setiap ada teman yang bercerita keseruan pergi ke sana, saya antusias mendengarkan sambil bertanya-tanya dalam hati, kapan kiranya saya bisa ke sana? Dan akhirnya kesempatan itu datang juga....


Rasanya kepala saya belum sempat terbenam ke dalam bantal, saat dibangunkan untuk pergi jam 02.00 dini hari. Beberapa jeep hardtop sewaan sudah menunggu di depan penginapan JiwaJawa di Ngadisari, siap mengantar rombongan Indonesia Travel menuju puncak Pananjakan 1, salah satu spot terbaik untuk melihat matahari terbit. Demi kenyamanan, setiap jeep hanya diisi maksimal 5 penumpang (plus pengemudi). Semua mobil beriringan sampai jalan beraspal di ujung desa, yang kemudian berganti dengan jalanan berpasir. Gundukan-gundukan pasir yang dilewati membuat semua penumpang di dalam mobil berguncang. Mobil melaju kencang, meninggalkan kepulan debu di belakang.



Hanya beberapa menit, sampailah kami di pos pemeriksaan di kaki gunung. Di sinilah setiap pengemudi harus melaporkan jumlah penumpang yang dibawa dan membayar tiket retribusi. Jalanan kembali beraspal, sempit, menanjak dan berkelok-kelok. Dalam gelap saya bayangkan kelokan-kelokan ini berbentuk hurus S atau U. Pastinya pengemudinya sudah hafal di luar kepala, dimana-mana saja kelokan tajam dan menanjak tiba-tiba, terus begitu hingga ke puncak.



Beberapa mobil jeep sudah terparkir di puncak Pananjakan. Bukannya langsung menuju pelataran di puncak, kami malah 'digiring' menuju salah satu warung di pinggir jalan. Lebih baik menunggu karena masih satu setengah sambil menyantap mie instant, pisang goreng, dan minuman susu cokelat hangat, daripada berdiri kedinginan membeku di atas.




Jam 03.30 rombongan pun naik ke pos Pananjakan. Banyak pedagang yang menawarkan jagung dan ketan bakar. Menjajakan syal, topi, dan sarung tangan, bahkan mantel pun mereka sewakan. Sampai di atas, pangunjung sudah memenuhi pelataran. Beruntung kami masih mendapat tempat di bagian depan, dekat semak-semak, di pinggir jurang. Suhu malam itu sekitar 5 derajat celcius. Terpaan angin di ketinggian 2.770 mdpl ini memang luar biasa, dinginnya menusuk sampai ke tulang. Tapi saya harus tetap berdiri agar tempat yang cukup strategis tak direbut orang lain.



Empat puluh lima menit berlalu, saat melihat langit di ufuk timur mulai berubah warna, kamera pun langsung disiapkan. Barulah terasa... ternyata jemari saya kaku-membeku. Seiring matahari bergerak naik perlahan senyum pun makin melebar. Cuaca cerah, kabut dan awan bergumpal-gumpal berganti warna dari gelap menjadi terang. Menampilkan pemandangan seperti yang sering saya lihat di foto-foto kartu pos, majalah, atau di layar televisi. Tapi bedanya... sekarang saya mengambil foto itu sendiri. ◼



Catatan:

▪ Harga tiket:

Wisatawan lokal: Rp217.000, Rp275.000 (weekend/hari libur)
Wisatawan asing: Rp320.000, Rp375.000 (weekend/hari libur)

▪ Kenakan baju berlapis dan jaket yang hangat, topi, dan sarung tangan untuk menahan dinginnya terpaan angin.

▪ Disarankan menggunakan operator trip setempat, yang menyediakan transportasi selama dari penginapan hingga ke Pananjakan dan tempat-tempat wisata lainnya.

▪ Harga sewa jeep: Rp600.000-Rp750.000, tergantung berapa banyak lokasi wisata yang dituju.


#WonderfulBromo #WonderfulEastJava #WonderfulJava #WonderfulIndonesia


─────────

This trip provided by the Ministry of Tourism of the Republic of Indonesia, VITO Singapore, Garuda Indonesia-Singapore, and Nuffnang

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment