Mencari 7 Surga di Kalimantan
Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2015-07-29
Dari 5 pulau terbesar di Indonesia yang pernah saya kunjungi, Kalimantan adalah pulau terakhir yang saya jejaki. Itupun baru 2 kota, Samarinda dan Balikpapan. Dengan menggunakan bis umum, kedua kota besar ini saya sambangi. Menyesuaikan dengan uang saku yang terbatas, naik angkutan kota, perahu motor, hingga berjalan kaki menjadi bagian dari cerita perjalanan ini.
Melewati lorong-lorong di Pasar Pagi Samarinda menjadi kesenangan tersendiri. Di sana para pedagang mengenakan seraung, topi caping khas suku Dayak yang indah berhias kain warna-warni. Masing-masing sibuk menawarkan dagangan, mulai bawang hutan sebagai obat, hingga ayam dan bebek di dalam keranjang. Seorang ibu berdiri di pinggir jalan, menawarkan rangkaian kembang pada setiap mobil yang melintas. Konon, menurut kepercayaan setempat dengan meletakkannya di dalam mobil, keselamatan pengendara akan terjaga.
Keluar dari keramaian pasar, tampak deretan perahu motor tertambat di dermaga. Siap mengantar siapa saja yang hendak pergi ke Samarinda Sebrang, menyeberangi sungai Mahakam yang lebar membentang. Terombang-ambing ombak sungai, memandangi rumah-rumah panggung dari kayu yang sebagian tiang penyangganya terendam air sungai. Tak lebih dari 15 menit sampailah sudah saya di seberang.
Sebuah masjid berwarna kuning, menjadi markah tanah kampung ini. Masjid Shiratal Mustaqiem yang dibangun pada 1881, di lahan yang dulunya dijadikan tempat sabung ayam dan berjudi. Bergaya rumah tradisional Kalimantan, kayu ulin yang tebal dan kuat digunakan untuk kerangka bangunan, pintu, dan lantai masjid. Menara tempat muadzin mengumandangkan adzan, setinggi 21 meter pun masih kokoh berdiri.
Dari masjid, perlu sedikit berjalan kaki untuk sampai ke sentra industri tenun. Masuk ke dalam kampung, suara gemeletak kayu beradu, terdengar dari teras rumah-rumah panggung. Hampir semua rumah memiliki alat tenun dari kayu, dan paling tidak menghasilkan selembar tenunan setiap bulan. Kain tenun Samarinda, dengan motif dan paduan warna yang khas memikat.
Kembali ke Samarinda, desa Pampang Dayak Kenyah pun jadi tujuan berikutnya. Terletak di bukit di pinggiran hutan. Sebuah rumah panjang membentang di tengah lapangan. Sebuah tonggak kayu berdiri menjulang, di puncaknya ada hiasan ukiran burung enggang.
Dinding-dinding kayu rumah panjang yang dijadikan tempat upacara dan pertemuan ini berhias ornamen khas suku Dayak, yang didominasi warna kuning, putih, hitam, dan merah membuatnya menjadi sangat megah. Sayang, kala itu saya tak datang di akhir minggu, tak ada acara tari-tarian yang konon sangat indah, tapi paling tidak saya masih bisa berfoto dengan para tetua suku dan gadis-gadis Dayak Kenyah.
TAK SEMPAT LAPAR DI BALIKPAPAN
Balikpapan terkenal dengan boga bahari atau hidangan laut. Tapi, olahan kepiting tetap jadi juaranya. Banyak restoran atau rumah makan yang menjual kepiting olahan, kepiting lada hitam atau kepiting saos padang adalah menu yang paling digemari, tapi pepes kepiting pun bisa membuat lidah menari.
Soal makanan berkuah, soto Banjar dengan ketupat, wortel, daging sapi, tulang, dan tetelan bisa jadi pilihan. Sama lezatnya dengan sup ubi, makanan khas Dayak berisi potongan ubi, wortel, dan ceker ayam.
Sebuah kedai di pojok pasar Kebun Sayur menyajikan hidangan ikan sungai. Semua yang datang mencari ikan patin bakar dengan potongan yang aduhai. Pepes ikan patin yang terbungkus daun pisang, disusun berjajar di atas panggangan dengan bara api yang terus menyala dari pagi hingga petang. Sementara udang galah bakarnya tak kalah mengundang selera, sudah pasti rasanya sedap luar biasa. Tapi sayang, harga seekornya cukup mahal tak sesuai dengan isi dompet saya.
MENYUSURI JALAN LINTAS KALIMANTAN
Dengan menggunakan moda transportasi umum, dua kota saja banyak memberikan cerita. Apalagi bila naik New Daihatsu Terios, sudah pasti lebih banyak tempat yang bisa saya datangi. Mobil ber-power steering dengan kapasitas mesin 1500 cc pun akan lincah melesat di jalan mulus. Apakah harus selalu di jalanan beraspal mulus? Tentu tidak, New Daihatsu Terios identik dengan petualangan. Dengan suspensi, cengkeraman ban 215/65 R16, serta rem cakram dengan booster drum, leading dan trailling sudah pasti mobil dengan tampilan gagah ini tangguh di medan apa pun yang dilintasi.
Membayangkan saya duduk di bangku penumpang yang empuk, yang bisa digeser dan dilipat hingga posisi duduk pun menjadi lebih leluasa. Sejuk dan nyaman sepanjang perjalanan dimanjakan dinginnya angin double AC blower. Dengan interior yang luas dan apik. Door trim pocket ada di setiap sisi, tempat menyisipkan barang termasuk wadah minuman dan bekal. Tapi alangkah senangnya kalau bisa duduk di bangku depan, duduk nyaman di sisi sebelah kiri, melihat bentangan pemandangan.
Tak sabar rasanya menikmati perjalanan panjang Borneo Wild Adventure. Mulai Kruing, Pulau Kaget, Kandangan, Amuntai, Balikpapan, Samarinda, dan Maratua, rasanya saya tak ingin tertidur di perjalanan. Karena ini adalah sebuah petualangan, sesuatu yang saya nanti-nantikan dan siap diceritakan kembali indahnya surga di Kalimantan.◼
Comments
No comments yet. Be the first to comment!
Leave a Comment