Kampung Adat Ruteng Pu'u, Flores

Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2014-05-22

Seperti semua kampung adat di Flores, kampung Ruteng Pu'u hanya memiliki satu jalan masuk. Rumah-rumahnya terbuat dari kayu dan beratap seng, dibangun mengelilingi compang, yaitu lapangan luas dari susunan batu.


Compang merupakan pusat kegiatan yang berfungsi sebagai altar dan tempat upacara adat. Permukaan compang yang ditimbun tanah dibuat berada lebih tinggi dari lantai rumah di sekitarnya. Di ujung compang tumbuh sebuah pohon dadap, menggantikan pohon beringin tua yang mati beberapa tahun lalu.



Di ujung kampung masih berdiri kokoh 3 buah mbaru ngiang, rumah tradisional yang terbuat dari kayu. Di tengah bangunan rumah hanya terdapat satu buah tiang utama. Kalau diperhatikan, rumah ini memiliki 8 sisi dinding yang merupakan susunan papan, dengan sebuah pintu dan banyak jendela. Atapnya berbentuk kerucut, berbalut ijuk dan daun lontar. Dengan hiasan tanduk kerbau di ujung atapnya.






Terletak di Golo Dukal, hanya 3 kilometer dari kota Ruteng. Konon, dari kampung inilah nenek moyang penduduk kota Ruteng berasal. Setiap tahunnya digelar upacara tradisional Penti, yaitu upacara sebagai pertanda ucapan syukur kepada Tuhan atas panen yang melimpah. Saat itu semua wisatawan yang datang harus terharus terlebih dahulu mengganti pakaian yang dengankan dengan kain adat Manggarai. Setelah itu barulah boleh melihat-lihat perkampungan. Menyaksikan ritual yang berlangsung, tari-tarian, juga memotong kerbau dan sapi.




Walau hingga kini tetap dianggap sakral, namun suasana sehari-hari di kampung adat ini tergolong sepi. Sebagian warganya pergi berladang atau ke kebun kopi. Yang setia mengiringi Anda berkeliling melihat-lihat kampung adalah anak-anak setempat yang datang mengerubung. Sambil tertawa-tawa mereka bertanya-tanya tentang segala hal, bahkan minta difoto. Seorang anak mendekat lalu berbisik kepada saya, "Apa ada pulpen buat kami?"


Barulah saya teringat pesan seorang teman, untuk membawa pulpen atau buku tulis jika mampir ke sana, agar anak-anak di sana makin senang belajar meulis. Dan juga hal ini mengajarkan anak-anak di sana untuk tidak mengemis uang pada wisatawan.

"Kalau tak ada, tak apa-apa," lanjutnya sambil tersenyum.

"Saya cuma bawa permen. Kamu mau?" tanya saya.

Senyum gadis kecil itu makin melebar. Kemudian suasana pun berubah jadi riuh rendah, ketika dia mendekap kantung permen dan mulai membagikan pada kawan-kawannya. ◼



Catatan:

Di setiap kampung adat, biasanya disediakan buku tamu untuk diisi para pengunjung. Dan jangan lupa disarankan untuk memberikan donasi sukarela, kalau tak ada kotak khusus, selipkan saja di dalam buku tamu. Uang donasi ini berguna untuk merawat kampung atau keperluan persiapan upacara-upacar adat.


Bagaimana ke sana?

Kota Ruteng bisa dicapai menggunakan kendaraan selama 4 jam dari Labuanbajo. Bisa menggunakan travel, bus, atau mobil sewaan. Karena tak ada kendaraan umum menuju kampung adat ini, jadi sebaiknya menyewa ojek dari kota Ruteng.

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment