Perjalanan 'Penuh Drama'
Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2013-03-28
Perjalanan ke Taman Nasional Komodo kali ini awalnya hanya saya bicarakan dengan beberapa teman. Tapi ternyata berita dari mulut ke mulut pun menyebar, hingga total 34 orang yang ikut serta.
Diawali dengan drama maskapai penerbangan Batavia yang tiba-tiba dinyatakan pailit, saya yang sudah membeli tiket Jakarta-Denpasar pun sempat panik, walau akhirnya mendapat maskapai pengganti. Tak berhenti dari situ, Merpati pun bikin ulah, seminggu sebelum hari H maskapai ini memajukan penerbangan dari Denpasar ke Labuanbajo, yang awalnya dijadwalkan siang menjadi pagi hari.
Sebagian teman yang dari Jakarta yang memang menggunakan Merpati tak risau, beberapa orang termasuk saya yang menggunakan connecting flight kontan pontang-panting karena jadwal penerbangan menjadi kacau.
Perjalanan yang diberita dari mulut ke mulut, mendatangkan peserta yang beragam. Ada beberapa teman, namun banyak yang belum saya kenal. Karena hampir semua menggunakan maskapai yang sama menuju Labuanbajo perkenalan pun dilakukan di bandara dan selama penerbangan, jadi ketika mendarat di Labuanbajo suasana sudah lebih akrab.
Kecuali satu orang yang sudah beberapa hari berada di Labuanbajo karena urusan pekerjaan. Dia mengatakan akan ke pelabuhan menggunakan ojek motor, dan langsung ke kapal menemui saya. Karena belum tahu bentuk rupanya, jadilah saya menunggu-nunggu di sisi kapal sambil melambai-lambaikan tangan pada setiap motor bepenumpang ha... ha... ha... ha....
Trip live on board kali ini menggunakan 2 buah kapal, berpindah dari pulau ke pulau lain. Kapal Bintang Laut II berkapasitas 18 tempat tidur dan kapal Bintang Laut III dengan 20 tempat tidur. Tapi akhirnya, hanya beberapa orang saja yang tidur di kabin. Yang lain berbekal selimut memilih 'berebut' tempat nyaman di dek bagian atas kapal, menikmati langit penuh bintang yang kerlipannya kemudian hilang tersapu terangnya cahaya bulan purnama.
Saat makan adalah saat yang paling ditunggu-tunggu. Ditandai dengan kapal yang berjajar merapat, bersandar bersebelahan. Chef Abas adalah koki yang memasak untuk 34 penumpang kapal ditambah kapten dan awak kapal. Menu yang dihidangkan beragam, mulai chinese food hingga olahan boga bahari. Proses memindahkan dari satu kapal ke kapal yang lain menjadi hiburan tersendiri, yang selalu disambut riuh oleh para penumpang di kapal sebelah. Hanya dalam beberapa menit hidangan di meja pun tandas tak bersisa.
Drama besar lainnya terjadi saat seorang peserta melaporkan bahwa istrinya terkena diare. Penyebabnya bukan makanan di kapal, karena ternyata gejalanya sudah terasa saat mendarat di Labuanbajo. Di pulau Rinca sang istri hanya mampu sampai di pos jaga, tak ikut trekking berkeliling. Begitu pula ketika trekking di pulau Komodo, pasangan ini tak turun dari kapal. Permintaan mereka untuk mengantar kembali ke Labuanbajo agak sulit saya penuhi, karena jarak yang jauh berarti mengorbankan waktu bersenang-senang 32 orang lainnya.
Beruntung teman saya yang bertugas di kantor Taman Nasional Komodo menemani dalam perjalanan. Kami pun mengantar pasangan suami istri ini ke pos jaga di kampung nelayan pulau Komodo, walaupun saat itu hanya ada tenaga bidan tapi paling tidak bisa ditangani dengan lebih baik. Solusi pun didapat, keesokan harinya mereka naik perahu motor menuju Labuanbajo.
Semua drama jadi kenangan perjalanan. Selebihnya yang ada hanyalah kesenangan dan keriaan. Trekking di pulau Rinca, bermalam di Pulau Kambing dan Teluk Soro Masangga, walau kapal tak bisa merapat di dermaga pulau Padar karena arus sedang kencang trekking di pulau Komodo pun berjalan menyenangkan. Apalagi berenang-renang di pantai merah dan karang Makassar bersama manta (sejenis ikan pari) raksasa.
Setelah menghabiskan 3 hari 2 malam di atas kapal. Rombongan pun mendarat di pulau resor Kanawa. Sebagian memilih bersantai dan berenang-renang di pantai, yang lain menaiki bukit di tengah pulau, duduk di gazebo yang dibangun di puncaknya sambil menunggu matahari terbenam. Drama tetap jadi cerita, tapi yang jelas keseruan ini seperti tak kunjung usai.
Comments
No comments yet. Be the first to comment!
Leave a Comment