Kelenteng Tertua di Surabaya

Category: Rumah Ibadah • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2013-03-13

Di balik pagar tembok dengan pintu warna merah berhias patung porselen berbentuk naga, tampak sebuah cerobong langsing berbentuk pagoda bertumpuk. Tak jauh dari situ berdiri sebuah cerobong besar, tempat pembakaran pengantar doa.



Persis di samping cerobong, ada sebuah gapura kecil dengan pintu melengkung, pintu masuk ke komplek kelenteng Hong Tiek Hian. Di bagian dalamnya berupa gang kecil diapit bangunan kelenteng. Di sebelah kanan, sebuah gapura yang didominasi warna merah dan biru, dipenuhi ornamen berbentuk bunga teratai, awan, dan singa. Dua buah naga yang menjaga bola api menghias bagian atas gapura.



Menurut catatan sejarah, kelenteng yang dibangun pada tahun 1290-an ini merupakan peninggalan prajurit Tar Tar, tentara Kubilai Khan dalam penyerangannya ke Kediri. Tampak dari empat pasang patung yang 'menjaga' pintu masuk kelenteng. Beberapa di antaranya bermuka hitam. Semuanya memakai baju, jubah, topi, dan membawa senjata. Kumis dan jenggot menghiasi muka seram patung-patung ini yang lebih mirip prajurit perang daripada dewa.


Jajaran lilin-lilin raksasa yang menyala memagari jalan menuju altar doa dan meja sesaji. Sebuah kipas raksasa terbuat dari porselin berukir indah, berdiri terpampang di dekat altar.



Hingga kini kelenteng ini masih digunakan sebagai tempat sembahyang umat Buddha, juga penganut ajaran Tao, dan Konghucu. Selain di lantai bawah, ruang sembahyang juga ada di bagian atap bangunan. Sebuah teras terbuka, dengan dua bangunan rumah sembahyang.


"Tidak boleh ambil gambar di sini," tegur seorang wanita tua Tionghoa yang sudah bungkuk. Sayangnya, walaupun sudah puluhan tahun menjadi penjaga klenteng ‐pekerjaan yang diwariskan turun-temurun dari ayah, kakek, dan buyutnya‐, beliau tak terlalu paham soal sejarah tempat ini. Ceritanya malah berkisar tentang hal-hal mistis yang sering terjadi di sini dan di lingkungan sekitar kelenteng.


Tak terlalu menanggapi kejadian-kejadian aneh yang diceritakan saya pun berjalan pulang, dan saat memeriksa hasil foto barulah tersadar sekian banyak foto yang saya ambil di kelentheng. Hanya 4 yang 'terekam' fokus di kamera digital saya. Lainnya gambarnya blur bahkan ada yang 'hilang&apost dari rekaman kamera.

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment