Transmate Journey 2022 : Transportasi, Wisata, Logistik di Halmahera Utara & Morotai

Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2022-06-19

Dalam perjalanan Transmate Journey ke Indonesia Timur inilah, saya jadi tahu bahwa bukan saja soal wisata, dengan memenuhi kebutuhan logistik itulah transportasi bisa ‘menghubungkan Indonesia’.



Halmahera Utara dan Pulau Morotai adalah dua kabupaten di Provinsi Maluku Utara. Karena belum pernah ke sana, pertanyaan saya sederhana. Bagaimana cara ke Halmahera Utara dan Morotai? Setelah mencari informasi, barulah saya tahu bahwa masing-masing kabupaten itu memiliki bandara. Wawww, luar biasa!



Seperti tempat-tempat lain di Maluku, kedua kabupaten ini juga memiliki pelabuhan-pelabuhan besar, tempat bersandarnya kapal penumpang, kapal kargo, dan kapal tol laut. Terus terang saya penasaran melihat kapal tol laut yang sering dibicarakan orang. Seperti apa, sih bentuknya?



BUNKER DI BANDARA KUABANG

Transmate Journey ke Halmahera Utara dimulai dengan penerbangan dari Jakarta – Manado – Kuabang. Bandara Kuabang yang juga sering disebut Bandara Kao berada di Kecamatan Kao yang jaraknya 84 kilometer dari Tobelo, ibukota Kabupaten Halmahera Utara.



Untuk menuju ke Tobelo, ada fasilitas angkutan umum yang tersedia di kawasan bandara. Perlu dicatat, penerbangan ke Bandara Kuabang hanya dua kali seminggu, yaitu hari Senin dan Kamis dari Manado. Di hari-hari itulah fasilitas umum ada di sekitar bandara.






Bandara Kuabang dibangun pada 2017 dan selesai 2019. Namun karena pandemi, bandara ini baru diresmikan oleh Presien RI, Joko Widodo pada Maret 2021. Bandara ini dibangun dengan fasilitas sesuai standart bandara kelas III. Dirancang dengan bentuk atap melengkung yang melambangkan Salawaku, yaitu perisai perang suku Maluku. Di bagian bawahnya terdapat ulir gelombang, kalau saya bilang bentuk itu menggambarkan gelombang laut yang mengeliling pulau Halmahera.



Bandara Kuabang juga memiliki sejarah yang menarik. Landasan yang kini bisa didarati pesawat jenis ATR dan Boeing ini, dulu didarati pesawat-pesawat tempur Jepang di masa Perang Dunia II. Adanya bunker-bunker perlindungan dan sisa-sisa meriam baja menjadi bukti bahwa kawasan ini pernah menjadi pangkalan militer Jepang. Salah satu bunker masih bisa dikunjungi, tapi untuk ke sana tentunya harus dengan izin khusus ya.





JALAN-JALAN DI PELABUHAN TOBELO

Seperti kebanyakan kota di Indonesia Timur, pusat aktivitas perekonomian berada di pesisir. Begitu juga kota Tobelo. Ada beberapa obyek wisata di dalam kota seperti Monumen Air Nusantara dan Rumah Adat Hibualamo. Pilihan kulinernya pun banyak, ikan laut dan ikan danau air tawar yang dibakar. Camilannya Pisang Mulu Bebek yang disantap dengan sambal, sambil minum Air Guraka, rebusan jahe merah yang ditaburi kacang. Semuanya enak! Dijamin bikin nambah berat badan!





Gaya berwisata saya juga nyantai. Jalan-jalan di pelabuhan saja sudah senang. Kerana terbuka untuk umum, siapa pun bisa menghabiskan hari di Pelabuhan Tobelo. Perahu-perahu penyeberangan dari pulau sekitar biasa datang pagi atau siang dan membawa orang-orang kembali ke pulau pada sore hari. Kegitan bongkar muat selalu ada sepanjang hari. Hilir mudik mobil bak terbuka membawa tumpukan barang diangkut ke dalam kapal, mulai makanan sampai mesin cuci. Berkarung-karung kopra juga dimuat ke dalam kapal-kapal, esok atau lusa kapal akan berlayar ke Bitung (Sulawesi Utara). Pelabuhan Tobelo juga memiliki dermaga besa dan area peti kemas pun amat luas. Beberapa kali dalam sebulan, ada kapal kargo yang berlabuh di sini.







KE TANJUNG BONGO LEWAT PELABUHAN GALELA

Tanjung Bongo adalah salah satu tujuan wisata dikunjungi tim Transmate. Berada di Kecamatan Galela, 27 kilometer dari Tobelo. Menuju ke sana bisa menggunakan bus perintis Damri (Tobelo – Tanjung Pere), tapi akan lebih baik menyewa mobil saja agar bisa bebas mampir-mampir, seperti Pulau Kahino dan Pantai Luari.



Tanjung Bongo disebut juga sebagai Raja Ampat Mini. Untuk ke sana harus naik perahu terlebih dahulu, persis dari pantai di sebelah Pelabuhan Galela. Ongkosnya Rp20.000 per orang. Jaraknya sangat dekat. Tak sampai 10 menit, sudah sampai.





Di Pelabuhan Galela inilah saya bisa melihat wujud nyata tol laut. Sebuah kapal besar dengan tulisan Tol Laut di lambung kapal. KM Logistik Nusantara 3 adalah salah satu kapal tol laut yang bersandar di Pelabuhan Galela. Dalam beberapa hari ke depan akan bersandar juga KM Logistik Nusantara 5. Keduanya memiliki rute pelayaran yang berbeda.



Rute KM Logistik Nusantara 3

Tanjung Perak (Surabaya) – Makassar (Sulawesi Selatan) – Jailolo (Halmahera Barat) – Morotai (Halmahera Utara) - Galela (Halmahera Utara) – langsung kembali ke Tanjung Perak



Rute KM Logistik Nusantara 5

Tanjung Perak (Surabaya) – Tidore (Halmahera Barat) – Galela (Halmahera Utara) – Buli (Halmahera Timur) – Maba (Halmahera Timur) – Weba (Halmahera Tengah) – langsung kembali ke Tanjung Perak



Muatan kedua kapal logisik ini hampir sama, yaitu 9 bahan pokok dan bahan-bahan bangunan dari pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya). Bongkar muatan di pelabuhan-pelabuhan yang disinggahi, berlabuh 2 – 3 hari lalu berlayar kembali membawa muatan balik berupa kopra, kayu kelapa, arang tempurung, cengkeh, pala, dan besi bekas.







Manfaat dari kapal tol laut, selain menghubungkan Indonesia dengan kebutuhan logistik masyarakat, terbuka juga lapangan pekerjaan, dengan kedatangan yang terjadwal, pengiriman hasil bumi pun jadi lebih lancar. Sementara para ibu pemilik warung makan di sekitar Pelabuhan Galela, sangat merasakan perbedaan sebelum dan setelah adanya tol laut. Bukan saja mendapatkan bahan makanan dan kebutuhan lain menjadi lebih mudah, tapi pendapatan mereka pun berubah.



MENYEBERANG KE PELABUHAN DARUBA

Ketika berada di Tanjung Bongo, saya melihat Pulau Morotai di kejauhan. Ke sanalah tujuan berikutnya. Transportasi yang digunakan adalah speed boat dari Pelabuhan Tobelo. Ada setiap hari mulai jam 08.00 – 16.00 wit. Harga tiketnya Rp155.000. Beruntung karena berangkat pagi, cuaca cerah, dan laut teduh. Dalam 1,5 jam sudah sampai di Pelabuhan Daruba, pulau Morotai.



Tak sebesar Pelabuhan Tobelo, namun kegiatan Pelabuhan Daruba cukup sibuk. Beberapa hari lalu, KM Logistik Nusantara 3 yang juga berlabuh di sini. Dan hari itu ada sebuah kapal kargo dari Manokwari bermuatan semen sedang melakukan bongkar muat, sebuah kapal Pertamina sedang mengalirkan bahan bakar minyak ke sebuah mobil tangki menggunakan selang, sebuah kapal penumpang tujuan Ternate akan berangkat malam nanti, dan sebuah kapal patroli TNI AL siap siaga.






Dari pelabuhan tampak beberapa pulau kecil jauh di seberang. Ada yang berpenghuni, ada juga yang hanya menjadi pulau wisata. Pulau Dodola Besar dan Dodola Kecil salah satunya. Kedua pulau berpasir putih dan lembut seperti tepung ini akan ‘menyatu’ saat air laut surut. Selain itu ada Pulau Koloray, penghasil ikan asin terbaik di Morotai. Juga Pulau Zum Zum, melihat Monumen McArthur. Siapa sih, MacArthur?





LANDASAN PERANG BANDARA PITU MOROTAI

Jenderal Douglas MacArthur adalah jenderal dari Angakatan Darat Amerika yang memimpin pasukan sekutu pada Perang Dunia II. Merebut pangkalan militer Jepang di Morotai, dan menjadikan pulau ini sebagai pangkalan udara sekutu untuk menghancurkan pasukan Jepang di Filipina. Untuk menampung banyaknya pesawat tempur pasukan sekutu, dibuatlah 7 landasan udara.



Itulah mungkin asal muasal nama Bandara Pitu Morotai, yang saat ini lokasinya bersebelahan dengan Pangkalan TNI AU. Dari tujuh landasan peninggalan sekutu hanya satu saja yang masih digunakan. Sementara 6 lainnya dibiarkan, tidak terawat, mulai ditumbuhi rerumputan. Tapi sebagai pulau terdepan, landasan-landasan itu tentu akan siap dalam sekejap bila Indonesia terancam diserang.








Bandara Pitu Morotai adalah bandara kelas III. Kegiatan penerbangannya hanya 4 kali dalam seminggu. Yaitu Selasa, Rabu Sabtu, Minggu dari Manado dan Ternate. Berbeda dengan bandara Kuabang, karena bangunan bandara cukup jauh dari landasan, jadi di Bandara Pitu semua penumpang yang turun dan naik akan di antar oleh mobil khusus.



Kalau dibanding luasnya Indonesia, mana puas perjalanan menjalajahi negeri dalam 6 hari. Tapi paling tidak, pengalaman Trans Journey ini jadi penggambaran betapa transportasi menjadi sangat penting. Karena transportasilah yang bisa menghubungkan Indonesia dan menyatukan negeri. █

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment