Jalan Kaki, Cara Murah agar Sehat

Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2019-08-25

Saya suka jalan kaki. Alasannya? Ngirit ongkos transportasi dan saya memang belum mampu bayar iuran bulanan di pusat kebugaran. Mau tiru?




Naik kereta pagi-pagi tuh, sesuatu banget ya. Penuh sesak barengan orang-orang pergi ngantor. Saya naik dari Stasiun Pasar Minggu ke Stasiun Juanda, stasiun terdekat dari Kantor Pos Pusat di Pasar Baru, tujuan saya hari itu.



Pas turun di Stasiun Juanda masih juga harus berjubelan dengan penumpang lain di tangga turun. Harus ekstra hati-hati pokoknya kalau tidak mau terjungkal, lalu menggelundung massal. Kalau yang biasa turun di Stasiun Juanda pasti sudah hafal dengan kebiasaan para ojeker (tukang ojek) yang berjajar di halaman parkir stasiun.



“Mbak! Mbaaak!” seru mereka berkali-kali sambil melambai-lambai tangan mereka.



“Tidak! Tidak!” kata saya sambil menggelengkan kepala, serasa menjadi selebriti yang sedang tak ingin berinteraksi dengan penggemarnya.



Di sinilah saya merasa, ooo.. begini rasanya kalau menjadi selebriti. Ha… ha… ha… ha… Padahal mereka tak peduli juga saya siapa. Mereka hanya akan peduli kalau saya menjadi penumpang ojek mereka.







Saya memang berniat jalan kaki ke Kantor Pos Pusat. Jaraknya hanya 700 meter. Bisa ditempuh dalam waktu 15 menit jalan santai. Kok, nggak naik ojek aja sih?



Selain jarak. Saya memang ngirit. Sebisa mungkin, saya menggunakan transportasi umum dan berjalan kaki. Ojek online saya gunakan kalau saya benar-benar harus mengejar waktu atau mencapai tempat yang memang tidak terjangkau transportasi umum.



Dari rumah, ke Stasiun Pasar Minggu, dan naik kereta commuter ke Stasiun Juanda sudah menghabiskan biaya Rp17.500 untuk jarak 16 kilometer. Saya jadi berfikir dua kali mengeluarkan Rp10.000 untuk ojek online yang mengantar saya hanya sejauh 700 meter? Kalau orang bilang saya pelit, ya biarin. Yang penting kan saya punya prinsip.



Berjalan kaki untuk jarak-jarak dekat, memang saya biasakan. Karena saya tahu, tubuh saya butuh bergerak. Terlepas karena saya juga kapok membayar iuran bulanan di pusat kebugaran. Karena menurut pengalaman yang sudah-sudah, uang bulanan ratusan ribu rutin saya bayarkan, tapi saya paling banter 3 kali dalam sebulan ke pusat kebugaran. Ini memang kemalasan yang berakibat pemborosan.



Akhirnya memilih ‘cari keringat’ dengan berjalan kaki saja. Dari rumah ke minimarket 200 meter, dari rumah ketemuan teman di kafe 2,5 kilometer pun saya jalani. Bahkan saya pernah jalan kaki dari Pacific Place ke rumah sejauh 7,1 kilometer. Asal menggunakan alas kaki yang nyaman, ternyata bisa saja. Lama-lama berjalan kaki jadi kebiasaan. Lumayan lho, otot paha jadi kencang.





Satu kebahagiaan menjadi pejalan kaki adalah menemukan hal-hal menarik yang kadang terlewat bila kita menggunakan kendaraan bermotor. Seperti di dekat Stasiun Juanda ini. Banyak yang menjual kue jajan pasar. Mampir nggak ya? Mampir nggak ya? Akhirnya mampir. Lapar mata! Beli lemper, bakwan, pastel, dan kue sus.



Hari itu ternyata bertemu juga dengan mas-mas yang bawa papan bertuliskan "Bersamamu jalan kaki pun aku bahagia." Awwwwwww! Nama kamu siapa mas?



Ternyata namanya Gusti Fahmi, mahasiswa Sekolah Tinggi Angkatan Darat (STTD). Ia bersama temn-temannya bergabung mendukung kampanye #JalanHijau yang didengungkan oleh Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) di bawah Kementerian Perhubungan Republik Indonesia.









Awalnya saya pikir Jalan Hijau adalah kampanye untuk pedestrian. Ternyata bukan! Kampanye ini menganjurkan masyarakat untuk memulai jalan kaki sebagai bagian dari aktivitas sehari-hari. Juga mendorong semaksimal mungkin masyarakat untuk mulai menggunakan trasportasi umum. Toh, saat ini fasilitas dan transportasi umum sudah sangat baik, saling terintegrasi. Memang belum mencakup seluruh pelosok Jabodetabek, tapi jelas lebih baik daripada 10 - 15 tahun yang lalu. Diharapkan dengan berkurangnya penggunakan kendaraan pribadi, berkurang juga polusi udara di perkotaan.



Gusti dan teman-temannya menyapa orang-orang yang lalu lalang berjalan kaki. Sambil sesekali berseri, “Selamat pagi. Selamat jalan kaki.”



Mereka juga menawri saya mengisi kuisioner tentang kampanye ini. Sebagai pejalan kaki, tentu saja saya mendukung aksi ini. Sebagai tanda terima kasih, saya mendapat sebuah tumbler segede hohah. Yang kalau diisi air dan dibawa-bawa, lumayan juga bikin kencang otot lengan.





Jadi kapan kalian mau mulai berjalan kaki? Ah, walau saya bukan ahlinya, tapi saya beri beberapa tips ya untuk penyemangat.



ALAS KAKI

Kalau kalian mau mulai berjalan kaki, pastikan alas kaki kalian nyaman ya. Karena ini menentukan kalian bisa berjalan jauh atau tidak. Tidak perlu sepatu khusus, asal memang kalian merasa nyaman mengenakan sandal jepit pun bisa. Jadi jangan cari-cari alasan karena belum punya sepatu olahraga lalu menunda-nunda berjalan kaki.



JANGAN CARI-CARI ALASAN

Kalau memang niat, jangan kebanyakan cari alasan. Panaslah, berdebulah, capeklah, pedestriannya jeleklah, banyak kendaraan seliweranlah, seribu alasan bisa dicari kalau kalian memang malas memulainya.



JARAK BUKAN HAMBATAN

Jangan ngotot harus memenuhi target 10.000 langkah sehari, kalau tidak tercapai nanti malah stress sendiri. Mulailah dari jarak dekat, saat hendak menggunakan MRT, naiklah tangga jangan menggunakan eskalator apalagi lift. Kalau memang serius, mulai bikin target 3.000 langkah per hari, tingkatkan menjadi 6000 langkah per hari. Nanti akhirnya bisa 10.000 langkah per hari.



JALAN ITU SEHAT

Pentingkan kesehatan kalian. Dengan bergerak darah mengalir ke seluruh tubuh. Otomatis badan jadi lebih bugar. Cari pencapaian untuk diri sendiri. Saya misalnya, selain ngirit, tujuan saya jalan kaki adalah supaya saya bisa makan banyak. Paling tidak banyaknya kalori yang saya makan dan saya keluarkan seimbang. Kalau nantinya bisa kurus, ya itu bonus. Setujuuu? █

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment