Andaliman, Si Rempah Toba
Category: Icip-icip Kuliner • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2019-04-22
“Masakan boleh tak pakai cabai, tapi janganlah sampai andaliman tak ada,” begitu mamak-mamak Batak berujar pada anaknya yang hendak ke pasar. “Kalau tak ada andaliman, kau batalkan saja pesta!” Lanjutnya lantang dan keras.
SEJAK NENEK MOYANG
Bila dipetakan wilayah 6 suku besar di Sumatera Utara, andaliman digunakan pada masakan Batak Karo, Batak Toba, juga Batak Mandailing, Simalungun, dan Pak-Pak. Hanya Melayu yang tinggal di pesisir sajalah yang tak menggunakan andaliman dalam masakan.
Ada tiga ratusan masakan khas Batak dan semuanya menggunakan andaliman sebagai salah satu bumbunya. Sebut saja Arsik, Naniura, Mie Gomak, Tasak Telu, Sop Manuk Bendar, Gola-gola, Manuk Biatur, Gadong Bulu Kari, juga Saksang. Semua sedap dengan aroma dan cita rasa yang tak tergantikan.
Tak ada yang tahu pasti kapan bermulanya andaliman digunakan sebagai bumbu. Yang jelas turun-temurun sudah digunakan di dalam masakan. Makanan yang dimakan mentah, dikukus, atau dipanggang semuanya berbumbu andaliman.
Bagi yang baru pertama kali mencoba, biasanya terlena karena tak mampu berhenti menyantap hidangan. Kenikmatan biasanya menghilang saat lidah mulai terasa kebas. Ini memang salah satu keunikan andaliman, hydroxyl-alpha-sanshool yang dikandungnya bisa menyebabkan mati rasa pada saraf lidah.
HANYA TUMBUH DI SATU TEMPAT
Sejak berabad-abad lalu, andaliman sudah diperjualbelikan. Dicari oleh pedagang Arab, Tiongkok, dan Eropa. Karena selain berkhasiat membangkitkan selera makan, rempah ini juga menjadi bahan pengawet dan pereda sakit.
Ketika VOC berkuasa, rempah ini pun menggoda mereka. Namun, karena andaliman ini hanya tumbuh di hutan di sekitar Danau Toba, perdagangannya tak segencar cengkeh dan pala dari Timur Nusantara. Tapi bagaimana pun, andaliman tetap rempah berharga dari Sumatera Utara.
Rempah Toba ini tumbuh subur di hutan-hutan di ketinggian 1.100 - 1.500 mdpl. Tanaman ini tak bisa bertahan lama tumbuh di luar tanah Toba, walau di ketinggian yang sama. Tanaman ini seperti terikat pada tanah leluhurnya. Saat Danau Toba masih berupa gunung api purba.
Bayangkan letusan gunung purba 800.000 tahun lalu. Letusan maha dahsyat berulang pada 500.000 tahun yang lalu. Kedahsyatan yang sama terjadi pada 74.000 tahun lalu, sehingga menimbulkan kawah luas menganga. Dan ledakan pada 35.000 tahun lalu mengangkat sebagian dasar kawah ke atas, yang kemudian dinamakan Pulau Samosir.
Sedemikian dahsyatnya letusan itu, abu tebal menyelimuti permukaan bumi, menghalangi masuknya sinar matahari. Menurun drastisnya suhu bumi, sebagian besar makhluk pun mati. Dengan berjalannya waktu, kehidupan baru dimulai. Tumbuhan kembali bertunas, salah satunya mungkin moyang andaliman, yang tumbuh subur di tanah bekas letusan gunung purba.
DARI HUTAN UNTUK DUNIA
Tangan perempuan itu lincah memetik butiran buah yang bergerombol di batang berduri. Seperti sudah hafal bagian batang yang mana yang tajam. Dalam hitungan menit sudah bertumpuk buah dalam genggaman.
Andaliman terasuk Zanthoxylum (suku jeruk-jerukan). Buahnya berbentuk bulat kecil-kecil bergerombol di batang. Warna hijaunya berubah menjadi kecokelatan atau kemerahan saat matang. Kulit buahnya dikeringkan sebelum digunakan sebagai bumbu untuk masakan.
Ada seorang lelaki pejuang lingkungan, Marandus Sirait dari kampung Singgang Mara, Tobasa. Ia tanami 55 hektar tanah warisan dengan pepohonan hutan. Rela menggadaikan medali emas Kalpataru yang ia dapat pada 2005, demi membudidayakan andaliman.
Dulu, tanaman ini juga sering dijadikan pembatas kebun kopi. Duri-duri pada batang tanaman andaliman menjadi penghalang hama seperti kelelawar, luwak, dan musang. Dari hutan, perlahan ia pindahkan tanaman rempah ini ke perkebunan. Yang semula tumbuh dari biji, lambat laun bisa pula tumbuh dari stek dahan. Keinginannya sederhana, hanya ingin agar tanaman rempah ini terus lestari, mudah didapat bila ada yang mencari. Karena bagaimana pun andaliman terikat erat dengan budaya yang ia miliki.
Marandus juga ingin hutan terjaga dan membantu warga kampungnya. Ia mengajak para perempuan menjadi pemetik andaliman, salah satunya untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Pada bulan-bulan tertentu saat banyaknya upacara adat diadakan. Rp500.000 pun rela dikeluarkan orang untuk satu kilo andaliman. Di saat bulan-bulan sepi, hasil andaliman tetap berlimpah, tapi harga sekilonya turun menjadi Rp20.000. Menangislah para petani.
Lambat laun Marandus pun sadar, andaliman tak hanya bisa dijual dalam bentuk butiran. Rempah ini bisa dijual dalam bentuk bubuk atau dicampur pada makanan lainnya. Dalam adonan keripik, kacang telur, dan kue cokelat untuk camilan bahkan campuran dalam bumbu martabak, juga saus spaghetti. Sambal andaliman pun sudah bisa didapat dalam kemasan botolan, jadi siapa pun, selain orang Batak, bisa ikut menikmati.
Bila pergi ke kawasan Danau Toba, sudah banyak buah tangan serba andaliman yang bisa dibawa pulang. Jangan risau, Marandus pun bersedia mengirimkan semua hasil olahan ke segala penjuru Nusantara. Demi andaliman dikenal di seluruh Indonesia.
“Sebarkan segenggam andaliman di bawah tempat tidur, nyenyaklah tidur semalaman,” kata Marandus dengan mata berbinar saat berbincang tentang
style=”color:blue;” href="https://www.rempahandaliman.id/">Rempah Andaliman bersama
style=”color:blue;” href="https://www.yayasandoktorsjahrir.com/">Yayasan Doktor Sjahrir awal April lalu, di Almond Zucchini, Jakarta Selatan
Ini bukti andaliman memang ‘rempah sakti’. Banyak khasiat untuk kesehatan dalam kandungannya. Baik untuk memperlancar peredaran darah, mengandung antioksidan, andaliman juga bisa berfungsi sebagai aroma therapy.
Jadi selain digunakan sebagai bumbu masakan seharusnya andaliman bisa diolah menjadi produk kesehatan dan kecantikan. Terlintaslah mengubah andaliman menjadi minyak asiri, bahan untuk sabun, pelembut kulit, dan minyak wangi. Impian Marandus pun kian membesar. Ia ingin andaliman dikenal di seluruh dunia. Rempah Toba yang juga bisa memakmurkan rakyat negeri ini. █
INFO
Marandus Sirait
0812 6348 192
Desa Singgang Mara, Kecamatan Lamban Jolo,
Tobasa, Sumatera Utara
Comments
No comments yet. Be the first to comment!
Leave a Comment