Menjaga Batas Negara di PLBN Skouw

Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2019-02-24

Terus terang selama ini saya tak pernah membayangkan bagaimana bentuk pos lintas batas negara. Sampai suatu ketika ada 7 pos yang sudah berdiri megah. Menaikkan wibawa negara kita di mata negara tetangga. Tak sedikit pula yang datang ke sana hanya untuk berfoto di depan lambang negara.





Ketujuh Pos Lintas Batas Negara (PLBN) itu adalah PLBN Entikong, PLBN Badau, PLBN Aruk di Kalimantan Barat, PLBN Motamasin, PLMN Motaain, PLBN Wini di Nusa Tenggara Timur, dan PLBN Skouw di Papua. Nama Skouw sendiri baru pertama kali saya dengar saat Presiden RI, Joko Widodo meresmikan Pos Lintas Batas Negara ini pada Mei 2017.



Berada di Kampung di Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, PLBN Skouw terletak di ujung Utara dari 860 kilometer garis batas yang memisahkan wilayah Indonesia dengan Papua New Guinea (PNG). PLBN Skouw menjadi pintu masuk yang menghubungkan Kota Jayapura di Indonesia dengan Vanimo di PNG.





PUSAT BELANJA ANDALAN

Sebenarnya kampung Skouw sudah dikenal sejak lama, bukan karena keberadaan pos lintas batasnya, melainkan karena pasar tradisionalnya. Pada Hari Pasar, yaitu Selasa dan Kamis. Skouw ramai dikunjungi masyarakat sekitar perbatasan. Sebagian besar berasal dari negara tetangga yang datang untuk berbelanja keperluan rumah tangga dan kebutuhan sehari-hari seperti garam dan gula. Perputaran uang di Skouw luar biasa. Bayangkan saja! Delapan Hari Pasar dalam sebulan, PLBN Skouw dilewati sekitar 16.000 warga PNG yang sebagian besar datang hanya untuk berbelanja.



“Dulu warga PNG lebih mudah masuk wilayah Indonesia, mereka tinggal tulis di daftar manifest nama, mau ke mana, dan tujuannya apa. Saat Hari Pasar, antrean panjang sudah ada sejak pagi hari buta,” kata Jeje Rumbino, seorang petugas PLBN Skouw yang saya temui di acara Bimbingan Teknis Keprotokolan dan Humas Badan Nasional Pengelola Perbatasan di Bogor, pertengahan Februari 2019 lalu.



Namun sejak Oktober 2018, pihak imigrasi mengharuskan setiap pelintas batas negara untuk menunjukkan paspor pada petugas, membuat jumlah pelintas batas dari PNG menurun. Dari angka 16.000, kini hanya sekitar 14.000. Eeeei! Jumlah yang ternyata masih banyak juga ya.



Setiap harinya, PLBN Skouw lebih banyak dilewati warga PNG di sekitar perbatasan. Selain ke Pasar Skouw, mereka juga berbelanja hingga ke Jayapura. Kota ini jelas lebih mudah dijangkau daripada mereka harus pergi ke Port Moresbi, ibukota PNG. Sementara warga Indonesia yang melintas batas dalam sehari bisa dihitung dengan jari. Dalam satu bulan rata-rata tak sampai 100 pelintas jumlahnya.





SEPI TAPI SIBUK

“Saya pikir PLBN beroperasi 24 jam setiap hari,” kata saya malu mengakui apa yang saya yakini selama ini. Ternyata tidak, ya. Setiap PLBN memiliki jam operasional masing-masing, tergantung seberapa banyak pelintas setiap harinya. Nah, gerbang perbatasan PLBN Skouw dibuka dan ditutup, pada 08.00 dan 16.00 WIT.



Kebodohan kedua saya akui. Apakah kalian juga sama, mengira PLBN dijaga oleh tentara bersenjata? Memang betul sih, di setiap PLBN selalu ada sepasukan tentara, bisa lebih dari 100 orang jumlahnya. Tapi sebenarnya proses perlintasan dilayani oleh pegawai sipil.



Di PLBN Skouw, ada sekitar 50 pegawai, terdiri dari Pegawai Negeri Sipil dan pegawai berstatus kontrak. Mereka mewakili departemen dengan tugas dan tanggung-jawab masing-masing. Yaitu Pengelola Lintas Batas Negara (PLBN), Imigrasi, Bea Cukai, Karantina Ikan, Karantina Tumbuhan, Karantina Kesehatan, dan Kepolisian.



Jeje Rumbino, salah satunya. Pada akhir 2017, ia ditawari sebagai pekerja magang di PLBN Skouw. Tak menunggu dua kali, lelaki yang pernah bekerja di Yayasan Sepakbola Uni Papua dan perusahaan minyak di Sorong dan Manokwari itu langsung setuju.



Awal 2018, status kontrak kerjanya menjadi lebih jelas. Surat Keputusan dari Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia sudah di tangan. Ia menjadi supporting staff di PLBN Skouw. Ilmu yang ia pelajari di Univeritas Multimedia Nusantara di Gading Serpong, Banten bisa ia terapkan di divisi fasilitas umum yang berhubungan dengan mechanical electrical.



Tugasnya seabrek! Mulai mengelola IT, mengurus jaringan internet dan ruang server, mengecek kamera CCTV dan perangkat televisi, juga memastikan mesin X-Ray berfungsi dengan baik. Ia juga menangani fasilitas penunjang perbatasan. Mulai urusan mesin genset, jaringan telepon, pengeras suara, hingga jaringan telepon yang harus berfungsi dengan baik.



Pengalaman paling melelahkan pernah ia alami ketika mesin X-Ray rusak. PLBN Skouw harus menunggu 3 bulan untuk mendapatkan mesin pengganti. Selama itulah para petugas PLBN harus berkerja keras memeriksa secara manual barang-barang bawaan 40 ribu pelintas batas.





DILAJU PERGI PULANG

Untuk mencapai tempat kerjanya, Jeje Rumbino harus berangkat jam 06.00 pagi. Perjalanan dari Jayapura memakan waktu tempuh selama 2 jam. Menyusuri jalanan panjang beraspal yang kadang sepi kendaraan saat melintas hutan.



Suatu kali dalam perjalanan menuju perbatasan, ia menabrak anjing kampung yang menyeberang. Terpelanting dari motornya. Anjing yang tertabrak menghilang entah ke mana, sementara ia terkapar di rumah dua minggu lamanya.



“Harapan saya tidak muluk-muluk, saya ingin masa depan anak-anak saya terjamin. Saya berusaha bekerja sebaik mungin dan tetap berdoa, siapa tahu saya bisa cepat diangkat jadi Pegawai Negeri Sipil,” kata Jeje Rumbino.



Dalam waktu beberapa bulan mendatang asrama untuk para petugas PLBN Skouw bisa ditempati, tampaknya Jeje Rumbino tetap memilih melaju pergi pulang. Karena satu yang ia syukuri selama bekerja di PLBN Skouw adalah bisa tetap dekat dengan keluarga. Membawa bekal yang disiapkan oleh sang istri, ia pergi saat anak-anaknya masih tidur dan pulang di saat mereka sudah lelah menunggu.



“Titip wilayah negeri kita ya, oom,” kata saya sambil menjabat tangan Jeje Rumbino saat hendak berpisah.



“Siap! Saya akan menjaga batas negara, semampu saya bisa,” jawabnya tegas dengan senyum mengembang ramah. █



Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment