Tukang Bubur Naik Haji
Category: Icip-icip Kuliner • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2019-01-19
Apa istimewanya bubur ayam ini? Di mana-mana juga ada. Mulai dari gerobakan sampai hotel bintang lima. Bahan dasarnya juga sama, nasi yang dijadikan bubur. Lalu apa yang bikin kedai yang saya datangi ini istimewa?
“Ini tempatnya,” kata pengemudi ojek online ‘menyuruh’ saya turun di pinggir jalan yang teduh oleh pepohonan. Di salah satu sisi trotoar terbentang payung-payung besar. Beberapa meja panjang sudah dikelilingi pelanggan. Di atasnya terbentang spanduk bertuliskan Bubur Ayam Pak Haji Amid. Kedai buburnya sendiri berupa bangunan semi permanen.
Saat saya datang, jam masih menunjukkan angka 10. Pintu kedai dipenuhi antrean pembeli, yang memesan bubur untuk dibawa pulang. Saat berhasil masuk ke dalam kedai, saya disambut senyuman seorang ibu yang duduk di belakang meja kecil. Beliau adalah Hj. Cicah (62 tahun), yang bertugas sebagai kasir, tak lagi memasak bubur seperti di awal-awal dagang bubur pada 1978. Bermodal bubur masakan istri, Amid menjajakan bubur ayam berkeliling dengan gerobak. Hingga akhirnya mendapat tempat mangkal di salah satu lokasi Jl. Pajajaran. Sampai digusur pada tahun 2011 dan bergeser pindah di tempat yang sekarang ini.
Mengandalkan cita rasa tradisional, kedai ini menjual bubur ayam biasa dan bubur ayam spesial. Bubur ayam biasa terdiri dari bubur, suwiran daging ayam, cakue, bawang goreng, dan irisan seledri. Sementara yang spesial komplet dengan telor dan ati ampela. Akhirnya saya dan Adipati Julian memilih bubur ayam telor.
Saat memesan, kami ditanya juga porsi yang diinginkan. Setengah atau satu porsi ‘munjung’. Ketika dihidangkan di meja, kok rasanya sama banyaknya ya ha... ha… ha… Perdebatan antara cara menyantap (tim bubur diaduk atau tidak), mengawali suapan pertama. Setelah suapan kedua dan hal itu tak lagi jadi masalah. Cita rasa buburnya lembut, gurih dengan campuran suwiran daging ayam dan potongan cakwe. Nah, buat yang doyan menyantap bubur dengan kerupuk, di sini tempatnya. Di setiap meja ada satu stoples besar kerupuk merah. Silakan ambil sendiri dan boleh nambah sepuasnya!
Setiap pemesanan bubur ayam, selalu dihidangkan bersama segelas teh tawar hangat. Tapi ada beberapa pilihan minuman. Seperti kopi dan soda susu, es kelapa, juga es campur. Kalau kalian ke sana, rekomendasi saya sih, pilih salah satu jus buah segar. Ada jeruk, alpokat, tomat, sampai nangka. Pilihan saya sih, mangga harum manis dicampur dengan kweni, disajikan dalam keadaan dingin. Seugeeer!
Seizin Hj. Cicah, saya diperbolehkan melongok ke dapur tempat bubur dimasak. Panci-panci tinggi berisi bubur diletakkan di atas kompor. Arang membara di bawahnya. Ini yang bikin bubur ayam ini istimewa! Ketika ditanya, berapa kilo bubur yang disajikan dalam sehari? Hj. Cicah tak punya jawaban pasti. “Pokoknya kalau habis sedandang, ya bikin lagi. Terus sampai malam,” lanjutnya. “Ini belum termasuk kalau ada pesanan untuk arisan atau hajatan.”
Kenyang perut kami saat meninggalkan kedai. Tapi beberapa langkah menjauh, saya memutuskan balik lagi. Ada satu hal yang ingin saya tanyakan, Hj. Cicah yang semula heran melihat muka saya nonggol lagi, kemudian tertawa sambil mengangguk-angguk. Saya puas, tak lagi penasaran, pertanyaan saya terjawab, buburlah yang membawa mereka ke tanah suci. █
BUBUR AYAM PAK HAJI AMID
Jl. Pajajaran No.105, Bandung
Telepon: 022 6020864
Jam buka: 06.00 - 23.00 wib
Harga:
Rp10.000 – Rp19.000 (bubur)
Rp3.000 – Rp20.000 (minuman)
Comments
No comments yet. Be the first to comment!
Leave a Comment