Pondasi Pulau Jawa di Karangsambung, Kebumen

Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2018-11-18

Sebagai kota perlintasan di jalur selatan Jawa Tengah, seringkali Kebumen tidak dianggap istimewa. Padahal Kebumen kaya dengan obyek wisata, bahkan ada tempat di mana kita bisa berdiri di dasar samudera.




Kecamatan Karangsambung berada di Pegunungan Serayu Selatan, 20 kilometer dari pusat kota Kebumen. Karangsambung yang berada di ketinggian 180 mdpl ini merupakan kawasan berbukit-bukit dan lembah. Puncak tertingginya adalah 548 mdpl di Bukit Indrakila. Di perbukitan itu tersebar bukti bebatuan yang merupakan pondasi Pulau Jawa. Bebatuan dari dasar samudera yang berusia 120 juta tahun lalu.



Di bawah pengawasan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Penelitian Indonesia) sejak 1964, sudah dibangun Kampus Karangsambung yang khusus mempelajari geologi. Pada 2002, kampus ini resmi menjadi Balai Informasi dan Konservasi Kebumian.



Karangsambung yang sekarang berstatus Cagar Alam Geologi, menjadi tempat wajib kunjung bagi para mahasiswa dan ahli geologi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, juga para peneliti dari luar negeri. Karena di kawasan lain, untuk meneliti tanah dan bebatuan harus dilakukan pengeboran 2 – 3 kilometer ke dalam pertu bumi, di Karangsambung semua bebatuan tersingkap di permukaan tanah.



MUSEUM MELANGE

Museum Melange yang berada di komplek LIPI Karangsambung dibangun sebagai penunjang. Jangan kaget kalau kalian hanya melihat bongkahan batu. Batu-batuan ini semuanya ditemukan di kawasan Cagar Alam Karangsambung. Setiap batu memiliki warna, tekstur dan motif berbeda-beda. Bukan seperti museum seni rupa, batu-batuan ini boleh diraba.



Setiap bongkahan diberi label nama. Batuan beku seperti basal, granit, gabro, andesit, diabas, dan dasit. Batuan sedimen, seperti rijang, konglomerat, batu pasir, gamping dan gamping merah, serta kalkarenit. Lalu ada batuan metamorf, seperti kuarsit, serpentinit, sekis mika, filit, karmer, dan gnels.



Mendengar penjelasan Eko Puswanto, tentang semua bebatuan dari perut bumi ini, mendadak semua nama itu muncul lagi di kepala. Pernah saya catat di buku saat guru geografi SMP menjelaskan. Buat yang sudah lupa, mari kita ingat-ingat lagi.



Jadi ratusan juta tahun lalu terjadi tumbukan antara lempeng samudera dan lempeng benua. Akibat tumbukan itu bebatuan bercampur dan membentuk zona Melange di dasar samudera. Masih dalam proses pembentukan permukaan bumi, tekanan tektonik mengangkat zona mélange mencuat ke permukaan.










RAHASIA SUNGAI & LAVA BANTAL

Saya yang pusing mendengar penjelasan soal bebatuan mulai mendapat ‘pencerahan; ketika diajak mengunjungi beberapa situs geologi di Karangsembung. Salah satunya ketika diajak turun ke pinggir sungai Luk Ulo. Sungai yang berliuk seperti ular. Mengalir membelah pegunungan. Berhulu di dataran tinggi Wonosobo, bermuara di pantai selatan Jawa.



Seperti banyak sungai di Jawa, penambangan liar terjadi juga di sungai Luk Ulo. Padahal pasir, kerikil dan bebatuan di sungai ini bukan berasal dari erupsi gunung berapi seperti sungai-sungai biasanya. Material dan endapan di sungai ini berasal dari singkapan bebatuan pegunungan purba di mana aliran sungai Luk Ulo membelah.

Di pinggir sungai Luk Ulo, bebatuan yang saya injak tampak berkilau terkena sinar matahari. Batu Rijang yang berwarna merah di pinggir sungai memiliki guratan-guratan yang teratur. Usia batu dari dasar samudera ini sudah puluhan juta tahun.





Situs Rijang dan Batu Gamping Merah, Geger Boyo, Bukit Sipako, Karang Sembung.



Tak hanya di pinggiran sungai, situs geologi juga ditemukan di atas perbukitan. Bebatuan besar bahkan berukuran raksasa memiliki guratan-guratan. Bukan karena terkikis air sungai atau hujan, melainkan terbentuk karena tekanan tektonik yang mendesak bebatuan ini puluhan juta tahun yang lalu. Bayangkan seberapa kekuatannya sampai batu pun bisa membentuk lapisan demi lapisan tersusun rapi.






Untuk mencapai situs Watukelir, memang harus berjalan kaki sekitar 3 kilometer. Di samping aliran sungai yang bergemericik tenang, ada tebing batu berwarna merah. Warna merah berasal dari kandungan fosil Radiolaria. Sementara di bagian atasnya bertumpuk bebatuan.



Ternyata bebatuan itu sebenanarnya adalah gumpalan-gumpalan lava itu. Saya berusaha keras membayangkan tebing dana bebatuan di hadapan saya ini pada 51 juta tahun yang lalu berada di kedalama 4.000 meter di bawah permukaan laut.






WISATA EDUKASI

Sebenarnya, geologi bukan ilmu milik mahasiswa dan para ahli semata, masyarakat umum juga harus tahu. LIPI Karangsembung membuka kesempatan belajar tntang sumber daya bumi, bencana kebumian, dan geologi. Ada 2 paket wisata edukasi yang ditawarkan.



1. Paket Nummulites:

Durasi: 4 jam

Biaya: Rp5.000 per orang

Kunjungan:

Museum Melange dan bengkel kerajinan batu mulia.



2. Paket Pillow Lava:

Durasi: 6 jam

Biaya: Rp10.000 per orang

Kunjungan:

Museum Melange, bengkel kerajinan batu mulia, dan beberapa situs di kawasan Karangsambung.



Biasanya wisata edukasi ini dilakukan rombongan, minimal 40 orang, agar informasi langsung tersebar cepat. Tapi bukan berarti kelompok kecil tak bisa datang berkunjung, ya. Yang penting ajukan dulu melalui surat ke:


Seketaris Kegiatan Jasa LITBANG IPTEK
Telepon: 0821 3597 7136

E-mail: jasaiptek@karangsambung.lipi.go.id atau humas@karangsambung.lipi.go.id





JANGAN SALAH KOSTUM!

Kalau berniat berkunjung ke Cagar Alam Karang Sembung, jangan sampai salah kostum.

- Kenakan pakaian yang nyaman, dan menyerap keringat.

- Kenakan alas kaki yang nyaman untuk naik dan turun bebatuan, juga melintasi sungai.

- Bawa penutup kepala kalau perlu.

- Kenakan tabir surya.

- Bawa air minum, untuk mencegah dehidrasi.

- Jangan melakukan vandilisme.

- Jangan membuang sampah sembarangan.

- Jadilah wisatawan yang bertanggung jawab. █



--------------------------------------------------



Perjalanan bersama para blogger, vlogger, instagramer, dan fotografer ini terlaksana atas undangan Kementerian Pariwisata Republik Indonesia. Foto-foto juga diposting di twitter dan instagram dengan hashtag #PesonaKebumen #PesonaIndonesia





Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment