Kearifan Lokal Bernama Pranata Mangsa

Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2018-11-15

Saat kberjalan eluar masuk kampung dan berjalan di pematang sawah di Kebumen. Menyapa dan mengobrol para petani menjadi hal yang menyenangkan. Tentang musim tanam dan meghindari masa paceklik selama puluhan tahun. Kok, bisa?



Tulisan di atas karton putih itu tertempel di dinding teras rumah milik Ibnu A.Hamid, seorang petani di Desa Watukelir, Kebumen, Jawa Tengah. Dalam usia yang sudah 80 tahun lebih, ia masih sangat gagah. Kulitnya hitam karena terus-menerus terpapar matahari di kebun dan sawah.


Ia mengaku sebelum berumur 10 tahun, sudah nyemplung di lumpur sawah dan berpanas-panas membantu ayah dan kakeknya mencangkul kebun. Dari situlah ia diajarkan membaca alam, mengetahui kapan harus mulai menggemburkan tanah kebun, kapan harus membenahi pematang sawah.


“Petani sekarang tidak telaten menggunakan pranata mangsa,” kata Hamid, sapaan akrabnya, sambil duduk bercerita. “Padahal nenek moyang kita menggunakannya untuk tahu kapan kita harus menanam bibit padi, kapan menanam palawija, kapan kita harus menyimpan, sebelum musim paceklik datang.”


“Sekarang mangsa kanem. Waktu untuk mulai menanam bibit,” lanjutnya menjelaskan mengapa warna sawah di sekitar rumahnya masih didominasi warna tanah.






Pranata mangsa adalan ketentuan musim, yang dibuat pada 1856, di masa Sunan Pakubuwana VII berkuasa di Surakarta. Pada masa itu tak ada teknologi, pranata mangsa disusun berdasarkan pengamatan pada perbintangan, cuaca, dan gejala-gejala alam. Termasuk memperkirakan kapan bencana gangguan hama, kekeringan, bahkan banjir akan datang. Perhitungan inilah yang digunakan Hamid selama puluhan tahun menggarap sawah dan kebunnya.


Karena merupakan pengamatan fenomena alam dalam setahun, pranata mangsa dibagi menjadi 12 pembagian musim. Tapi bulan pertamanya bukan pada Januari melainkan pada pertengahan Juni. Nah, ini nama-nama bulan yang dijelaskan dalam kalimat indah yang memiliki makna.



1. MANGSA KAJI / KASA / KARTIKA

Satya murca embanan (Intan jatuh dari wadahnya).

Ditandai dengan keringnya tanaman. Pepohonan menggugurkan daun-daunnya. Pada musim ini, petani biasanya menanam palawija.

Waktu: 41 hari (22 Juni – 1 Agustus)



MANGSA KARO / PUSA

Bantala rengka (Bumi merekah).

Musim ini ditandai dengan sawah yang mongering dan tanahnya pecah-pecah. Mulailah musim paceklik dan terkadang petani pun kesulitan pangan. Tapi di masa ini, pohon randu (kapuk) dan pohon mangga mulai berbunga.

Waktu: 23 hari (2 Agustus – 24 Agustus)



MANGSA KATELU / MANGGASRI

Suta manut ing bapa (Anak menurut pada bapaknya).

Ditandai dengan mulainya tumbuh tunas pada umbi-umbian, rebung bamboo mulai tumbuh,dan tanaman rambat mulai tumbuh merambat. Pada masa ini, tanaman palawija yang ditanam sudah mulai bisa dipanen.

Waktu: 24 hari (25 Agustus – 17 September)



MANGSA KAPAT / SITRA

Waspa kumembeng jeroning kalbu (Air mata menggenang dalam kalbu).

Sumber mata air mulai kembali terisi. Burung-burung mulai bersarang dan bertelur. Masa panen palawija mulai berakhir, berarti dimulailah masa tanam padi gogo.

Waktu: 25 hari (18 September – 12 Oktober)



MANGSA KALIMA / MANGGALA

Pancuran mas sumawur ing jagat (Pancuran emas menyirami dunia).

Dimulainya musim penghujan. Saatnya para petani menggarap sawah. Pohon-pohon mulai ditumbuhi daun muda. Pada masa ini petani memperbaiki saluran air di pinggir sawah.

Waktu: 27 hari (13 Oktober – 8 Nopember)



MANGSA KANEM / NAYA

Rasa mulya kasuciyan (Gentong pecah).

Pohon-pohon mulai berbuah. Burung-burung mulai kembali bermunculan beterbangan di dekat sawah. Ini masa di mana petani mulai menyebar benih padi.

Waktu: 43 hari (9 Nopember – 21 Desember)



MANGSA KAPITU / PALGUNA

Wisa kentir ing maruta. (Racun hanyut bersama angin)

Musim penghujan datang, bahkan kadang sungai juga meluap. Masa ini menjadi pertanda bagi para petani untuk memindahkan bibit padi ke sawah. Terjadi musim pancaroba. Banyak orang yang jatuh sakit.

Waktu: 43 hari (22 Desember – 2 Februari)



MANGSA KAWOLU / WISAKA

Anjraj jeroning kayun (Keluarkan isi hati).

Padi di sawah mulai menghijau. Pada masa ini para petani sedang mengharapkan panen berjalan dengan baik.
Waktu: 26 hari (3 Februari – 28 Februari)



MANGSA KASANGA / JITA

Wedharing wacana mulya (Munculnya suara-suara mulia).

Serangga-serangga seperti garengpung dan jangkrik bersahut-sahuta memikat lawan jenis.

Waktu: 25 hari (1 Maret – 25 Maret)



MANGSA KASEPULUH / KASADASA / SRAWANA

Gedhong mineb jeroning kalbu (Gedung terperangkap dalam kalbu).

Padi di sawah mulai menguning. Pada masa ini hewan-hewan sedang bunting, bahkan banyak burung yang menetaskan telurnya.

Waktu: 24 hari (26 Maret – 18 April)



MANGSA DHESTA / PADRAWANA

Sotya sinarawedi (Intan yang bersinar mulia).

Ditandai dengan induk-induk burung yang memeberi makan anaknya. Di masa ini, para petani akan menanam tanaman yang masa tumbuhnya cepat, namun menghasilkan.

Waktu: 23 hari (19 April – 11 Mei)



MANGSA SADA / ASUJI

Tirta sah saking sasana (Air meninggalkan rumahnya).

Memasuki musim dingin, sehingga badan jarang berkeringat. Para petani biasanya menanam palawija.

Waktu: 41 hari (12 Mei – 21 Juni)



Sementara para petani zaman sekarang lebih yakin pada teknologi, bibit-bibt tanaman baru, dan obat anti hama, pranata mangsa pun lambat laun mulai terlupakan. Ketentuan musim seperti ini dianggap sudah tidak kekinian. Padahal setidaknya mereka tahu, karena warisan nenek moyang ini tidak bisa dinilai dengan angka. Ia adalah kearifan lokal yang terkadang tak bsa dinilai dengan angka. █



--------------------------------------------------



Perjalanan bersama para blogger, vlogger, instagramer, dan fotografer ini terlaksana atas undangan Kementerian Pariwisata Republik Indonesia. Foto-foto juga diposting di twitter dan instagram dengan hashtag #PesonaKebumen #PesonaIndonesia

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment