The Tin Man dari Citeureup
Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2018-10-31
Sewaktu kecil, saya sering kular-kilir di dapur. Melihat nenek memasukkan loyang berisi adonan kue bolu ke dalam oven kaleng yang warnanya sudah menghitam. Oven kaleng diletakkan di atas kompor minyak tanah dan saya sabar duduk menunggu sampai aroma kue harum tercium. Tanda kue sudah matang.
Entahlah apakah oven kaleng itu berasal dari tempat yang sama yang kemarin saya kunjungi, di Kampung Dukuh, Desa Pasir Mukti, Citeureup, Bogor, Jawa Barat yang dikenal dengan sebutan Kampung Kaleng. Karena memang desa itu merupakan sentra indrustri kaleng sejak 1960-an.
“Saya generasi ketiga,” kata Dedi Ahmadi, tokoh masyarakat yang menginginkan keterampilan warisan ini tidak punah. “Kalau dulu menjadi pengrajin karena kebutuhan hidup, tak ada pilihan lain. Sementara sekarang sudah banyak sekali pilihan pekerjaan. Beruntung masih banyak anak-anak muda yang walaupun sudah bekerja di pabrik, atau di luar kota, kembali untuk menjadi pengrajin kaleng.”
KOPERASI KALENG
Dedi mengalami sendiri betapa sulitnya mendapatkan bahan baku pada tahun 2000-an. Untuk selembar bahan kaleng ia harus pergi ke Jatinegara. Melihat pangsa pasar yang potensial, kini para distributor yang malah mendekati pengrajin.
Saya yang tak pandai memasak saja girang melihat cetakan kue, loyang, kaleng kerupuk, oven tangkring yang tradisional, sampai oven berbahan bakar gas. Apalagi kalian yang doyan masak-masak kue? Di antara peralatan rumah tangga itu saya jadi mengingat.
Tak hanya peralatan masak-memasak. Para pengrajin juga mampu memenuhi pemesanan untuk industri. Mulai tong sampah, rambu-rambu, sign box, exhaust fan, hingga ducking AC. Dari bahan kaleng, delvalum, maupun stainless. Semua bisa dipesan. Hubungi saja Dedi (0821 1010 4276) berdiskusi soal harga, sekaligus membahas cara pengiriman dan ongkosnya.
Di Citeureup sudah ada empat desa pengrajin kaleng. Ada 135 rumah yang membuka usaha kerajinan kaleng. Agar tak terjadi persaingan harga antar pengrajin, pada 2015 Dedi didukung PT Indocement Tbk. (Indocement), Produsen Semen Tiga Roda dan Semen Rajawali membentuk Koperasi Rancage. Koperasi juga membantu pemasaran. Selain ‘merajai’ kawasan Cawang, Jatinegara, Senen, Jembatan Lima, dan wilayah Jabodetabek lainnya. Dedi juga membawa rombongan pengrajin ke eksibisi di Batam, Riau, dan beberapa kota di Kalimantan.
Untuk kerja kerasnya memprakarsai koperasi sehat, Dedi dianugerahi medali Satya Lencana Pembangunan dan Bhakti Koperasi yang disematkan langsung oleh Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, Menteri Koperasi dan UMKM Republik Indonesia.
Sebagai desa mitra Indocement, keuntungan lain yang bisa dinikmati para anggota koperasi adalah mudahnya meminjam modal tanpa bunga dan tanpa agunan. Sehingga menjamin para pengrajin tetap bisa berproduksi. Seperti Acun, yang membuat oven gas dengan panjang 60, 90, 120, 130, dan 160 cm sesuai pesanan. Setiap oven ia jual dengan kisaran harga Rp1,4 juta sampai Rp1,8 juta. Dengan pinjaman modal yang sangat ringan, ia bisa tenang memproduksi minimal 15 kompor dalam sebulan. Kalikan saja berapa uang yang ia dapatkan setiap bulannya.
GENDONG-GENDONG ANAK KAMBING
Beberapa kilometer dari Desa Pasir Mukti, ada Pusat Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat (P3M) Indocement di Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Di P3M ini, masyarakat sekitar bisa belajar merintis menjadi peternak kambing, domba, sapi, burung puyuh, ikan, menjadi mengembang ikan hias, atau menjadi petanihidroponik yang bersertifikat.
Wilayah seluas 10 hektar ini dulunya merupakan lahan pasca tambang yang miskin unsur hara. Sebagai salah satu tanggung jawab perusahaan untuk mereklamasi lahan pasca tambang, pada 2009 bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor. Usaha reklamasi tambang dilakukan dengan penanaman pohon Jati dan pohon Jarak di wilayah ini. Bukan pekerjaan yang mudah. Untuk menumbuhkan tanaman diperlukan tanah dengan keasaman tanah (PH) 5 – 7, sementara PH lahan pasca tambang hanya mencapai angka 2. Jadi bibit tanaman pun berkali-kali mati.
“Karena terus diolah, ditanami, diolah kembali, dalam waktu hampir 8 tahun PH tanah pun berubah. Kini PH tanah di lahan pasca tambang sudah mencapai PH 6,5. Sudah bisa ditanami dan menghasilkan,” jelas R. Aditya Purnawarman, CSR Citeureup Departement Head.
Di P3M juga dilakukan pengenalan dan pelatihan untuk energi terbarukan. Antara lain minyak dari biji pohon jarak, listrik yang berasal dari tenaga matahari dan angin, serta biogas. Biogas merupakan salah satu energi alternatif yang berasal dari kotoran ternak yang difermentasi dalam reaktor. Gas metan yang dihasilkan bisa digunakan untuk memasak. Biogas ini sudah diteliti dan aman digunakan, jadi jangan mengkhawatirkan baunya.
Di belakang P3M terdapat sebuah danau luas yang cekungannya berasal dari lahan pasca tambang. Tanpa direncanakan, cekungan tersebut malah mampu menampung 325.000 kubik air hujan. Di saat musim kemarau, danau itulah salah satu sumber mata air yang menjadi andalan masyarakat sekitar. Biasanya masyarakat datang dengan jerigen-jerigen besar yang sudah diikat di bagian kanan-kiri motor. Dengan menggunakan selang panjang, mereka diperbolehkan mengambil air secara cuma-Cuma. Berkah dan bermanfaat ya. █
____________________
Perjalanan bersama rombongan blogger pada Oktober 2018 ke kawasan CSR Pabrik Indocement, Citeureup, Bogor, Jawa Barat ini atas undangan dari PT. Indocement Tunggal Prakasa Tk. (Indocement). Foto-foto juga di-posting di twitter dan instagram dengan hashtag #harmoni3roda #empowermentindocement
Comments
No comments yet. Be the first to comment!
Leave a Comment