Ngopi Bareng KAI dari Jakarta ke Surabaya

Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2018-09-18

Persis lagu Kereta Malam, Rhoma Irama. Tapi yang ini lebih keren, karena tidak cuma jugijag-gijug, sepanjang perjalanan, penumpang ditemani dua barista yang siap menyeduhkan kopi. Gratis! Dan boleh tambah berkali-kali.




Aroma kopi yang semerbak cukup menggugah para calon penumpang kereta di Stasiun Gambir. Beberapa meja berjajar dipenuhi dengan kemasan produk kopi. Para barista berdiri di belakang meja, menggiling biji kopi, sesekali melambai dan menyapa siapa pun yang lewat, sambil menawarkan menyeduhkan kopi. Gratis!



“Ini kopi apa?” pertanyaan itulah yang sering terdengar. Para barista pun menjelaskan satu persatu kopi yang mereka bawa. Jenis Robusta, Arabica, Liberica, kopi Luwak, kopi madu, banyak sekali ragamnya dan semua adalah kopi Nusantara.



Stasiun Gambir menjadi salah satu dari 15 stasiun tempat digelarnya Ngopi Bareng KAI #2. Kegiatan yang bekerja sama dengan Komunitas Kopi Nusantara ini dilaksanan pada 10 – 11 September 2018 lalu sengaja diadakan dalam rangka memperingati ulang tahun PT Kereta Api Indonesia yang ke-73. Dalam kegiatan ini KAI membagikan 50.000 cup (cangkir kertas). Gratis! Bagi siapa saja yang berada di stasiun kereta maupun masyarakat di sekitarnya.



Pada Januari 2018 lalu, KAI menggelar kegiatan yang sama. Kopi yang menghubungkan 12 kota di Jawa yaitu Jakarta, Bandung, Cirebon, Semarang, Tegal, Purwokerto, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Madiun, Malang, dan Jember.



Selain Gambir, 14 stasiun lainnya yang ikut ‘menyebarkan’ aroma kopi adalah Stasiun Pasar Senen, Stasiun Bandung, Stasiun Cirebon, Stasiun Semarang Tawang, Stasiun Poncol, Stasiun Tegal, Stasiun Purwokerto, Stasiun Solo Balapan, Stasiun Tugu Yogyakarta, Stasiun Surabaya Gubeng, Stasiun Pasar Turi, Stasiun Madiun, Stasiun Malang, dan Stasiun Jember.



Beberapa kereta yang menghubungkan stasiun-stasiun itu, membawa serta barista di dalam gerbong reska. Mereka akan menyeduhkan kopi untuk para penumpang selama perjalanan, mulai kereta berangkat dari stasiun asal hingga stasiun tujuan. Dalam kegiatan juga disosialisasikan KAI Access, aplikasi yang mempermudah calon penumpang memesan tiket dan melakukan perjalanan berkereta.





BIJI LOKAL UNTUK PASAR INTERNASIONAL

Dan, seorang wisatawan asal Philipina, yang baru saja turun dari kereta di Stasiun tak juga beranjak meninggalkan Stasiun Gambir. Ia begitu penasaran melihat belasan meja penuh dengan jajaran kemasan kopi, bunyi deru grinder (alat penggiling kopi), dan teko leher angsa yang selalu berada di atas kompor kecil.



“I want to try The Sumateran coffee,” kata Dan, seorang wisatawan Filipina pada saya. Ketika saya ajak ke salah satu meja, bingunglah dia. Berbagai jenis kopi Sumatera ada di sana. Mulai jenis Arabica dari ujung Barat sampai jenis Robusta di ujung Timur Sumatera semua tersedia. Mungkin pusing memilih yang mana, akhirnya ia malah memutuskan mencicipi kopi Bajawa, salah satu daerah penghasil kopi Arabica di Flores.















Berkah kopi hari ini adalah ketemu Choki Sitohang.



Sumatera, Jawa, Sulawesi, Bali, Flores, atau Papua adalah pulau-pulau penghasil kopi terbaik. Itu baru pulaunya, belum lagi daerah-daerah dari mana biji kopi berasal. Wah, banyak sekali! Karena itulah Indonesia menjadi negara ke-4 penghasil kopi di dunia. Setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia.



Boleh dibilang, karena masih banyak petani kopi kita menjual biji kopi dengan kualitas yang rendah, sehingga saat diolah kurang maksimal. Inilah salah satu yang memicu Komunitas Kopi Nusantara untuk terus mengajak para penggiat kopi bersama-sama memajukan kopi Nusantara. Tak hanya barista dan pemilik kedai kopi yang ikut dalam kegiatan ini, tapi juga ada beberapa petani kopi. Komplit!



Selain menyeduhkan kopi gratis, mereka juga menjual kopi bijian, baik yang sudah dipanggang maupun green bean, biji kopi yang masih mentah. Produk lain seperti cold brew, wine coffee, juga cascara bisa dibeli. Percaya atau tidak, transaksi tak berhenti sampai produk dari meja berpindah ke tangan pembeli, beberapa pengunjung mulai bertukar kontak dengan penggiat kopi, ini pertanda kerja sama akan berlanjut.



“Black. No sugar,” kata Nicolle Ringger pada Pei Dewana, yang segera menggiling biji kopi Arabica Linthong. Wisatawan dari Swiss ini sebenarnya bukan peminum kopi, tapi dia begitu kagum dengan rasa kopi yang diminumnya. Sebuah pelukan mesra pun ia berikan pada Pei. Segembira itulah Nicole RIngger, tapi percayalah hati Pei pasti lebih berbunga-bunga.





MENJADI AWAK KERETA

Jam 19.30, saya, Aditya Bins Coffee, dan Harry Muhallal Kurnia harus segera ke lantai atas Stasiun Gambir. Di antar Puken dan Ronald yang melambaikan tangan melepas kami bertugas di Kereta Sembrani jurusan Stasiun Gambir – Pasar Turi Surabaya.








Sebagai awak kereta, saya mewakili kedua teman barista harus pula ikut berbaris di samping kereta bersama awak kereta lainnya, apel dan berdoa sebelum kereta berangkat. Ruang kerja kami di reska. Atasan kami adalah Rahmat selaku Prama Senior, sementara prama-prami Ati Supriatin, Tiwi, Septian Prayogi, dan Verry, prami dan prama yang menjadi rekan kerja selama 10 jam perjalanan. Tapi kami semua berada di bawah pengawasan kondektur, Timur, yang menjadi pemesan kopi pertama di kereta api.









Sesaat setelah kereta berangkat, mulailah diumumkan bahwa para penumpang yang menunjukkan aplikasi KAI Access di smartphone mereka, akan mendapat kopi gratis. Tapi itu teori, pada prakteknya, Aditya dan Harry menyeduh kopi untuk siapa pun yang datang ke reska. Baik penumpang maupun awak kereta dengan atau tanpa KAI Access. Mari, bergembira minum kopi, ini hadiah ulang tahun dari KAI.



Keberadaan barista di kereta juga menambah pengetahuan para prama dan prami. Mereka jadi bisa berlatih pada pakarnya, bagaimana menyeduh kopi yang baik, bagaimana menggunakan grinder, mengenal teknik brewing (menyeduh) dengan alat V60. Selain itu para barista berbagi rahasi bagaimana membuat kopi tubruk yang rasanya mantap! Para masinis juga kebagian kopi, saat pertukaran tugas di Stasiun Cirebon, mereka sempat mampir dulu di reska. Lumayan bikin mata melek ya, Pak.







Mendekati tengah malam, nyaris tak ada lagi penumpang yang datang ke reska. Saya dan kedua barista bisa duduk istirahat dan tidur. Rencananya jam 04.30, para barista akan kembali meyeduh kopi. Tapi ternyata, kami bertiga ketiduran, tahu-tahu suasana di luar jendela sudah terang. Langit di luar sudah merona merah. Tak lama lagi kereta sampai di Surabaya.



SURABAYA JAUH DARI YOGYA

Di Stasiun Pasar Turi beberapa penggiat kopi juga menawarkan kopi gratis. Area kopi sangat strategis, karena berada persis di sebelah mesin cetak tiket, dan pintu masuk peron, jadi semua calon penumpang pasti melewati area ini.



Jangan bandingkan dengan Stasiun Gambir yang selalu ada pemberangkatan kereta setiap jamnya. Di Stasiun Pasar Turi, pemberangkatan kereta mulai siang hari. Jadi walau sudah buka jam 10.00 pagi, area kopi baru ramai menjelang tengah hari.



Walau tak sepadat di Stasiun Gambir, maupun semeriah suasana di Stasiun Tugu Yogyakarta, sebagai pusat kegiatan yang dikunjungi masyarakat sekitar untuk joget bareng Chita Chitata, tapi Ngopi Bareng KAI di Stasiun Pasar Turi tetap menarik pengunjung.






Cangkir-cangkir kertas berisi kopi diletakkan di atas baki, lalu seorang prami membawa dan menawarkan pada para calon penumpang yang sedang menunggu jam keberangkatan. Saya sempat heran ketika bagi penuh cangkir kopi dibawa masuk ke sebuah ruangan. Ternyata, itu pesanan kopi Kepala Stasiun Pasar Turi. Saat sedang meeting, semua staf KAI wajib minum kopi. Ha… ha… ha…










Para barista bergantian berteriak, “Mari! Kopi gratiiiis!” jelas membuat banyak orang menoleh pensaran dan akhirnya berhenti sejenak. Selain menyeduh kopi, para barista dan penggiat kopi ini tak berhenti ngoceh sambil bercerita tentang jenis kopi, kebun kopi, kehidupan petani kopi, hingga cara menikmati kopi. Karena sebenarnya tak ada aturan baku bagaimana menikmati kopi, mau panas atau dingin, mau pahit atau dengan sedikit tambahan gula, tak masalah. Semua tergantung selera.



Sama seperti para prama-prami di kereta. Para pengunjung bisa belajar menimbang biji kopi, mengoperasikan grinder, dan brewing, bahkan ada juga yang berkonsultasi untuk membuka kedai kopi.



Di hari kedua kegiatan ini, tersiar berita dari Stasiun Tugu Yogyakarta, bahwa total kopi dalam cup sudah diminum oleh 53.000 orang lebih. Jadi benar kata pepatah, banyak urusan bisa diselesaikan sambil minum kopi. Termasuk target 50.000 pun berhasil dilewati. █


____________________________



Ngopi Bareng KAI merupakan kerjasama PT Kereta Api Indonesia dengan Komunitas Kopi Nusantara. Seluruh rangkaian kegiatan bisa dilihat di Twitter, Facebook, Instagram, dan YouTube dengan hashtag #NgopiBarengKAI

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment