Cerutu Lokal, Rasa Internasional
Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2018-09-11
Selama ini cerutu identik dengan Kuba. Negara penghasil cerutu terbaik di dunia. Eh, jangan salah. Di Indonesia pun ada pabrik cerutu. Kualitas dan rasanya pun boleh diadu.
Gunung Raung yang puncaknya samar-samar terlihat dari Jember membuat tanah di wilayah ini subur. Jember pun menjadi surga tembakau. Selama 20 tahun tembakau varietas yang kini dikenal dengan nama H-8 terus tumbuh dan disilangkan dengan bibit-bibit dengan kualitas terbaik. Kini kualitas tembakau yang ditanam sudah menyamai tembakau dari daerah asalnya.
Saya baru tahu lho, bahwa jenis tembakau itu berbeda-beda. Tembakau yang biasa dipakai untuk rokok berbeda dengan yang digunakan untuk cerutu. Dalam proses pembuatan rokok, daun tembakau dirajang tipis. Sementara khusus untuk cerutu daun tembakau Nadipakai dalam bentuk lembaran untuk pembungkus cerutu. Tembakau ini memiliki standart dan kualitas tertentu. Dengan kelembapan tertentu. Karena akan mempengaruhi daya bakar, aroma, dan rasa.
Percaya nggak? Di pabrik pembuatan cerutu di BIN Cigar hampir seluruh proses pembuatan cerutu dilakukan oleh perempuan. Percaya ajalah! Pasti karena perempuan melakukannya dengan lebih telaten dibanding pria.
Mereka duduk memilah daun tembakau, dipisahkan dengan tulang daunnya. Khusus untuk isian cerutu, daun tembakau diambil diremas, dipadatkan, digulung, dan ditimbang.
Karena ukuran diameter cerutu berbeda-beda, ada berat-berat (dalam gram) tertentu. Bila ditimbanh terlalu berat, maka gulung cerutu dibongkar lagi, diambil sebagian,digulung, ditimbang, sampai beratnya pas.
Isian cerutu diletakkan ditatakan marmer yang memiliki cerukan-cerukan. Lalu ditutup dan di-press dalam waktu tertentu agar lebih padat. Setelah padat barulah siap untuk dibungkus.
Khusus untuk membungkus cerutu, daun tembakau harus elastis, agar tidak mudah robek. Daun diberi air agar lebih lembap, dipotong setengah lingkaran, lalu digulung seperti sosis. Cepat sekali tangan-tangan itu bekerja, terlatih karena sudah belasan tahun bahkan ada sudah yang bekerja di sana sejak BIN membuka pabrik cerutu.
Prosesnya belum selesai cerutu-cerutu akan dimasukkan ke dalam lemari pengering. Menghilangkan kandungan air di dalamnya sehingga cerutu mudah dibakar. Setelah itu barulah proses pengepakan. Diberi label, dibungkus plastik atau kertas aluminium, dimasukkan dalam kotak, dan siap dijual.
Tentu saja saya tak menolak ketika ditawari mencoba mengisap cerutu. Begini instruksinya, saat diisap, asapnya ditahan di mulut karena di situlah sensasinya, lalu dihembuskan lagi lewat mulut perlahan-lahan.
Saya mencoba mengisap dalam-dalam, saat menahannya di dalam ada aroma gosong dan sedikit rasa pahit. Menghembuskan asap melalui mulut. Lalu? Ya sudah begitu saja. Ha... ha... ha... ha... saya memang tak pandai menikmati cerutu mungkin sama seperti kebanyakan orang Indonesia lain yang lebih memilih mengisap rokok kretek.
Tapi tidak seperti rokok, sebatang cerutu tak habis sekali dinyalakan.
Selain cara menikmatinya berbeda, harga cerutu juga relatif mahal.
Yang saya isap diameternya sedikit lebih kecil dari kelingking saya. Itu yang termurah, harganya Rp5.000 per batang.
Susah mencari cerutu bermutu yang harganya murah. Kalau yang mahal banyak. Dijual dalam pak, mulai ratusan ribu hingga Rp2,5 juta rupiah dalam satu kotak kayu. Lengkap dengan alat pemotong cerutunya.
Wah, mendengar harganya disebutkan saja langsung keluar keringat dingin saya ha... ha... ha... ha...
Harganya memang mahal dan harus mahal. Untuk sebatang cerutu ada 130 tangan yang terlibat. Pembuatan cerutu tak tergantikan oleh mesin. Makanya cerutu pun layak disebut mahakarya.
Cerutu produksi BIN ternyata tak hanya merambah pasar Asia seperti Malaysia, Cina, dan Jepang. Tapi juga
Polandia, Moldova, Siprus, dan Turki. Bahkan pesanan dari Amerika pun ada. Dan kita boleh ikut bangga! █
------------------------------------------
Perjalanan #JemberSuegger2018 bersama blogger dan vlogger ini terlaksana pada awal September atas undangan dari Taman Sukorambi Jember.
Comments
No comments yet. Be the first to comment!
Leave a Comment