‘Tebak-tebak’ Stadhuis Schandaal

Category: Segala Rupa • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2018-07-27

Film ini diawali dengan tampilan suasana Batavia dan lukisan-lukisan prolog tentang Batavia. Sebagai penguasa Batavia dan perpanjangan tangan VOC, Jan Pieter Zoon Coen (JP Coen), Gubernur Jenderal yang berdarah dingin pun disebut-sebut. Lalu sekilas muncul Noni Belanda dan sekelumit adegan kisah cinta telarangnya.




Adegan berpindah pada masa kini, bercerita tentang Fei (Amanda Rigby), seorang mahasiswi yang sedang berada di Museum Fatahillah Jakarta, mengumpulkan bahan-bahan tulisan untuk tugas kuliahnya. Di saat suasana sepi, ia melihat penampakan hantu Noni Belanda (Tara Adia) bergaun panjang berjalan (karena efek melayangnya kurang nampak) menuju sebuah ruangan.



Saat Fei mengikutinya, ia hanya menemukan sebuah ruangan kosong, di mana lukisan JP Coen dipajang di salah satu dindingnya. Sebenarnya tidak usah heran kalau banyak hantu di gedung Stadhuis atau Balai Kota pada zaman pemerintahan VOC. Gedung itu memiliki penjara, lapangan di bagian depan gedung pun digunakan mengeksekusi orang-orang hukuman.



Di film ini, Fei digambarkan memiliki hubungan yang rumit dengan Chiko (Haniv Hawakin), seorang peretas yang posesif tapi gemar tebar pesona. Dalam upaya menghindari Chiko, Fei ikut ayahnya dalam perjalanan bisnis ke Shanghai. Di sana Fei malah bertemu dengan Danny Wong (Volland Volt) rekan bisnis ayahnya yang jelas lebih dewasa.





Film produksi Xela Pictures ini disutradarai oleh Adisurya Abdi, sutradara yang filmnya kondang pada 1980-an. Beberapa film garapannya, abnara lain Roman Picisan, Macan Kampus, Asmara, dan Ketika Cinta Telah Berlalu.



Film ini memang berpindah-pindah setting cerita, antara Batavia zaman dulu dan Jakarta saat ini. Pemainnya pun banyak yang baru. Sumpah! Saya tak terlalu banyak menonton sinetron dan FTV. Jadi awam sekali melihat wajah-wajah mereka. Yang saya kenal tetap wajah-wajah lama seperti Anwar Fuadi, Tio Duarte, Atik Cancer, dan Septian Dwicahyo. Ha… ha… ha…. Ketahuan zamannya, ya.





Tapi seperti yang saya ceritakan di atas, syuting film juga dilakukan di Shanghai, selain di Indonesia yaitu di Jakarta dan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Naaaah, ini menarik. Saya sampai lupa mengikuti ceritanya, malah takjub melihat lampu-lampu kota yang semarak di malam hari. Shanghai yang sedang musim dingin dengan angin dan sedikit salju yang turun juga menawan. Setelah menonton film ini malah jadi tertarik untuk berkunjung ke Sanghai.



"Jadi kapan kita ke Shanghai?" tanya saya pada teman nonton saya.

"Nanti nabung dulu!" jawabnya.

"Jangan! Tunggu sampai batu lembek dan hujan warna-warni, ya!" Kami serempak tertawa. Itu satu kalimat yang kami ingat dari film ini dan bikin kami tertawa terbaha-bahak. █

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment