Tidore & Budaya Gotong Royong
Category: Seni Budaya • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2014-12-09
Rombongan #MahakaryaIndonesia bermobil mulai dari pelabuhan Rum, menyusuri pantai mengitari hampir tiga per empat pulau Tidore untuk sampai ke Soasio ‐tempat keraton Kesultanan Tidore berada. Sepanjang jalan tak ada kepulan asap pabrik. Walaupun mobil dan motor sudah mulai banyak digunakan masyarakat Tidore, udara yang bersih dan langit biru menandakan daerah ini masih bebas polusi.
"Kalau bari atau babari sudah dikumandangkan, semua masyarakat akan 'keluar rumah' dan serentak melakukan apa yang diperintahkan. Hanya orang yang tak punya hati nurani saja yang tak ikut dalam babari, karena dia tak peduli dengan sekitarnya. Selain itu, orang Tidore kalau menyapu tak hanya sebatas halaman rumah, tapi juga sampai ke seberang jalan di depan rumah mereka. Jadi Dinas Kebersihan tak perlu lagi pusing-pusing mengurusi sampah," lanjut Sultan sambil tertawa.
Masyarakat Tidore sudah berperan serta menjaga kebersihan lingkungan mereka, termasuk kebersihan pantai dan lautan.
Sejak masih kecil sekali, anak-anak sudah dibiasakan bermain di laut. Jangankan hanya berenang, pergi memancing pada malam hari naik perahu ke tengah laut pun diperbolehkan oleh orang tua mereka.
Hal ini secara tidak langsung mendidik generasi muda agar bersama-sama memelihara laut secara alami. Masyarakat sadar bahwa kehidupan mereka ditopang oleh laut. Karena 60% wilayah Tidore adalah lautan, yang bila tercemar otomatis mengganggu sumber penghidupan mereka.
Selain untuk menjaga kebersihan, bari juga dilakukan pada saat panen cengkeh dan pala, pembangunan rumah adat (fola soa), masjid, atau membangun rumah yang disebut bari fola. Bari fola yang berarti bergotong-royong membangun rumah ini sebenarnya sudah ada sejak dahulu kala, dan masih dilakukan hingga kini.
Dalam eberapa tahun belakangan ini Ikatan Keluarga Tidore yang diketuai Burhan Abdurahman terus-menerus mengadakan bari fola, khusus bagi keluarga-keluarga prasejahtera. Biaya pembangunannya berasal dari calamoi, yaitu sumbangan sebesar Rp1.000,- per orang.
Saat bari fola berlangsung, ratusan orang akan datang baik dari desa setempat maupun dari desa lain. Semua turut membantu, menyumbangkan tenaga, atau membawakan makanan-minuman. Jadi tak heran sebuah rumah bisa selesai dibangun dalam waktu 3 hari, paling lama 7 hari.
Sejak 2008 hingga akhir 2014 sudah ada 147 buah rumah yang dibangun dengan tradisi ini, tersebar di banyak daerah di Maluku Utara mulai dari Tidore, Ternate, Bacan, hingga Morotai di utara.
"Suatu anugerah yang luar biasa bahwa tradisi itu masih dipegang teguh oleh masayrakat Tidore. Menyakini falsafah co'ou kaha, kie se kolano. Hidup menjadi sempurna bila ia bisa berguna bagi sesamanya. Menolong orang lain dengan ikhlas adalah tindakan baik yang akan mendapat pahala dari sang pencipta," kata Sultan Tidore menutup cerita.
Mau tahu lebih banyak soal Bari Fola?
https://www.youtube.com/watch?v=1c-bmTNEOq4
https://www.youtube.com/watch?v=3H0YKJxFpf8
https://www.youtube.com/watch?v=EBlSz2FH9ZU
Comments
No comments yet. Be the first to comment!
Leave a Comment