Tenggelam Demi Terumbu Karang
Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2018-04-12
Siapa bilang tenggelam itu mudah? Di saat seharusnya tenggelam, saya malah terus mengambang. Beberapa, marinir yang mengawasi memerintahkan saya untuk kembali membenamkan kepala ke dalam air. Malah tambah grogi dan makin gagal untuk tenggelam.
BERWARNA & BERLENDIR
Tak tanggung-tanggung, kegiatan ni didampingi oleh beberapa anggota Korps Marinir Angkatan Laut. Kami, peserta Pertamina Eco Camp, diberi penjelasan singkat temtang terumbu karang. Beberapa dari kami baru tahu bahwa terumbu karang adalah hewan, bukan tumbuhan. Karang yang hidup memiliki warna dan berlendir. Sedangkan karang mati akan berwarna putih keabu-abuan.
Transplantasi dilakukan dengan bantuan subtrack. Yaitu semacam piringan dari semen yang di bagian tengahnya sudah dipasangi potongan pipa paralon. Piringan semen ini diikat erat menggunakan cableties (tali pengikat dari bahan plastik) pada kerangka besi yang berbentuk melengkung. Seberapa erat? Seerat mungkin sampai tak lagi bergerak saat disentuh, agar bila diletakkan di laut tak mudah goyah terhempas gelombang.
Setiap pipa paralon berfungsi sebagai tempat untuk mengikat karang. Untuk latihan mengikat, kami menggunakan karang yang sudah mati. Ah, ternyata cukup mudah.
"Sudah bisaaa?" tanya Marinir.
"Sudaaaaaaaah!" Kami jawab. serentak.
"Sekarang angkat, bawa ke dermaga, dan turunkan ke laut!"
Dan kami pun kemudian saling berpandangan.
JANGAN SEMBARANGAN INJAK KARANG
Karang hanya mampu bertahan hidup 1 jam di udara terbuka. Makanya proses transplantasi selalu dilakukan di dalam air. Beruntung karena masih pemula, subtrack diletakkan di perairan dangkal. Ketinggian air hanya sebatas dada, sekitar 1,5 meter. Kami juga diperintahkan menggunakan masker dan snorkel. Agar mudah melihat ke bawah permukaan air.
Seorang Marinir memberi trik untuk menahan badan saat mengikat karang pada pipa. Yaitu kedua kaki 'disangkutkan' pada bagian bawah besi. Satu tangan memegang besi, satu tangan lagi memegang karang yang sudah dikalungi cableties. Saat sudah menyangkut ke pipa, cableties tinggal ditarik. Teorinya.memang mudah. Prakteknya? Masyaallah....
Foto: Wira Nurmansyah
Tali pengikat beberapa kali terlepas, sementara tak kuat juga menahan nafas lama-lama saat menyelupkan kepala. Kaki yang menjejak ke bebatuan tak kuat menahan badan saat terhempas gelombang Padahal harusnya kami bertahan tak banyak bergerak, agar pasir tak naik dan membuat keruh. Tapi sudah terlambat....
Kerja keras tanpa menyerah, walaupun jempol tangan saya lecet dan bengkak karena terus tergesek cableties. Paling tidak saya berhasil mengikatkan karang pada 10 pipa. Kemudian kerangka besi dibawa para Marinir sekitar 5 - 10 meter di kedalaman. Jarak yang cukup aman dari gelombang besar.
Pertumbuhan karang sangat lambat, hanya sekitar 1,5 cm dalam setahun.
Tapi senang membayangkan mereka akan merimbun dan akhirnya menjadi terumbu.
Foto: Ahmad Tohir
Nah, pesan buat kalian yang snorkeling cuma buat 'hore-hore'. Jangan pernah menginjak dan merusak terumbu karang. Kalian harus sadar dan tahu diri. Terumbu karang adalah rumah biota laut. Bukan sekedar sarana untuk kalian berfotoria demi 'postingan norak' di sosial media. █
Foto: NegeriKitaSendiri. Foto utama: Ahmad Tohir
---------------------------------------------
Perjalanan bersama Pertamina (PertaminaMOR 3) pada April 2018 ini juga ditampilkan di twitter dan instagram dengan hashtag #PertaminaEcoCamp #KobarkanKebaikan #EcoCampDay1 #EcoCampDay2
Comments
No comments yet. Be the first to comment!
Leave a Comment