Dari Sagu sampai Kopi di Papoea Kemang

Category: Icip-icip Kuliner • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2018-01-17

Seberapa kalian mengenal Papua? Sudah pernah pergi ke sana? Kalau belum, boleh coba kenali Papua dari cita rasa kulinernya. Tak perlu pegi jauh ke sana, di Jakarta juga bisa.



Dari jauh, tulisan Papoea Kemang
sudah tampak. 'Menempel' pada atap rumbia. Tak hanya atap yang menampilkan ciri khas, pintu masuk ke dalam resto pun dicat dengan motif ukiran Papua.



Resto ini terdiri dari 2 lantai. Ukiran kayu dan pernak-pernik khas Papua, menghiasi ruangan di lantai bawah. Ada beberapa meja dan kursi untuk pengunjung menikmati hidangan. Pada dinding di sisi tangga menuju ke lantai atas, ada mural bergambar burung Cendrawasih dengan nama-nama daerah di Papua tertulis di bagian tubuhnya.



Suasana di lantai atas lebih nyaman. Di salah satu sisi terdapat rak yang memajang patung-patung kayu berukir, juga tas anyaman. Sambil menunggu makanan yang dipesan, pengunjung dapat duduk santai di sofa panjang membaca buku-buku tentang Papua.







SURGANYA SAGU

Banyak yang salah kaprah, menganggap sagu hanya dikonsumsi oleh masyarakat Maluku. Padahal sebenarnya sagu juga menjadi makanan pokok masyarakat Papua yang tinggal di pesisir.



Di Papua, pohon sagu banyak ditemukan di kawasan rawa yang berair tawar. Ketinggiannya bisa mencapai 20-30 meter. Hal ini karena pohon sagu baru dipanen setelah berumur 7 tahun. Di saat pati sagu di dalam batang pohon benar-benar sudah 'penuh'.



Bagi masyarakat Papua, pohon sagu adalah sumber kehidupan. Pohon ini merekatkan rasa kekeluargaan, karena saat pohon sagu ditebang, dibelah, dan diolah, akan melibatkan banyak orang. Dari satu pohon saja, berbulan-bulan kenyang perut orang sekampung.



Tak hanya diambil patinya. Daun pohon sagu biasa dikeringkan dan dijadikan penutup atap. Pelepah pohonnya digunakan untuk dinding rumah. Sementara serat pucuk daun sagu yang lembut dipilin menjadi benang untuk membuat rumbai baju atau noken (tas rajut khas Papua, yang diselempangkan atau disampirkan di kepala).



Selain mengonsumsi sagu yang tinggi karbohidrat tapi rendah gula, masyarakat Papua juga memanfaatkan jamur (semacam jamur Merang), yang tumbuh di pohon sagu. Beruntung bila menemukan ulat pohon sagu. Uat sebesar ibu jari ini mengandung protein tinggi, biasa dimakan langsung atau dibakar sebelum disantap.



MENGUNYAH KUDAPAN SAMPAI MENYERUPUT PAPEDA

Saat acara icip-icip dengan Belanga Indonesia, Papoea Kemang menghidangkan tiga jenis kudapan berbahan dasar sagu. Sudah diolah sedemikian rupa sehingga menampilkan tekstur dan cita rasa yang berbeda.



Sagu Bakar. Berwarna kecokelatan, agak kenyal, bahkan cendering keras saat digigit. Sagu Kukus, berwarna cokelat muda, lembut, dan lengket, mirip ongol-ongol. Sagu Goreng berwarna putih. Warna bentuk, dan rasanya persis cireng. Hanya saja teksturnya lebih padat dan ukurannya lebih lebar. 







Papeda menjadi hidangan berikutnya. Pembuatannya dilakukan sesaat sebelum dihidangkan, karena harus disantap sebelum adiban menjadi dingin dan melekat. Walau tampak mudah, hanya menaburkan menaburkan tepung sagu yang dimasak dalam air mendidih. Tapi orang yang memasak Papeda harus memiliki lengan yang kuat untuk terus mengaduk makin lama makin cepat, sampai sagu mengental. 



Papeda biasa disajikan dengan ikan kuah kuning. Karena sebenarnya papeda tak memilik rasa. Dengan kuah gurih membuat papeda mudah ditelan dan sedap disantap.



Menyantap papeda pun ada caranya. Menggunakan alat khusus semacam sepasang sumpit. Digulung-gulung, lalu dilepaskan ke dalam kuah. Disuapkan tidak dengan sendok, tapi menempelkan mulut di pinggir piring. Lalu, slurrrruuup! Gumpalan papeda dan kuah kuning pun masuk ke mulut.



BUAT PECINTA NASI

Kalau ke Indonesia Timur, Anda akan sering mendengar istilah Ikan Asar. Yaitu ikan segar yang diawetkan dengan cara diasap atau dipanggang. Satu menu yang saya cicipi adalah Nasi Bakar Asar Papua.





Nasi yang dibakar dalam balutan daun pisang, tampak mengilat saat dihidangkan. Cita rasanya gurih berbumbu. Begitu juga suwiran daging ikan Asar, sedikit pedas terasa di ujung lidah. Pada menu ini, tambahan telur rebus (dan kerupuk) hanya sebagai modifikasi untuk memperkaya rasa.



Anda boleh coba pilihan nasi lainnya, seperti Nasi Goreng Biak, Nasi Goreng Perbatasan, Nasi Campur Dani, atau Nasi Ikan Asar Sentani.



PADUAN PAS PISANG & KOPI

Papoea Kemang tak melulu menghidangkan makanan berat. Ada pisang goreng sebagai teman ngopi. Pisang Noken, berupa pisang goreng tepung dari jenis pisang yang lembut dan manis. Pisang Garing Roa, merupakan salah satu cara menyantap pisang (di Indonesia Timur dan Indonesia Tengah) dengan sambal. Tapi favorit saya adalah Pisang Cartenz, yang digoreng dalam balutan tepung panir, dengan tambahan cokelat dan keju.








Untuk minuman, jangan lupa memesan kopi, yang disajikan dalam espresso atau single brew. Di sini ada pilihan kopi Arabica unggulan, Amungme, Moneamani, Okbibap, Wamena, dan biji-biji kopi lain yang dibawa langsung dari daerah penghasil kopi terbaik di tanah Papua. Kurang kaya apa lagi negeri kita ini? █



PAPOEA KEMANG

Jl. Kemang Raya, Jakarta Selatan


Jam buka: 11.00 - 22.00 wib

Harga:

(makanan) Rp25.000 - Rp70.000

(minuman) Rp15.000 - Rp100.000

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment