16 Perempuan Memandang Dunia

Category: Seni Budaya • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2018-01-09

Menjadi perempuan itu tidak mudah. Kalau menjadi penurut kadang mereka ditindas. Kalau melawan dianggap menyalahi kodrat. Tapi perempuan adalah makhluk luar biasa. Mereka pemberi inspirasi sepanjang masa.





Moendi Astuty | Sangkar Madu | 143 x 94 cm | OoC

Perempuan menjadi benang merah pameran seni rupa Artpression: 16 Perempuan Memandang Dunia yang digelar 8 - 20 Januari 2018 di Galeri Cipta II, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Ke-16 wanita perupa menampilkan masing-masing 3 buah karya mereka, berupa lukisan dan instalasi.



Setiap karya mewakili pribadi yang kuat, menempatkan diri sebagai perempuan di suasana hati dan kondisi yang berbeda-beda. Karena tak ada perempuan yang bernasib sama.



Ketika seorang anak terlahir sebagai perempuan, secara tak langsung tanggung jawab sudah dibebankan padanya sejak kecil. Menjaga nama baik dan kehormatan keluarga dengan berperilaku santun dan menjaga kesucian hingga ia beranjak dewasa.





Hediana Utarti | Tree of Life | 75 x 50 cm | Collage





Revoluta S. | Lost Self Esteem | 180 x 140 cm | AoC





Ulil Gama | Come Together | 121 x 140 cm | AoC



Ketika menikah, ia dituntut jadi pendamping hidup yang setia. Menjaga kehormatan suami yang dibebankan pada tubuhnya. Ia pula yang harus mempertaruhkan nyawa pada anak yang dikandungnya.



Demi keluarga kecilnya banyak perempuan harus rela mengesampingkan cita-cita. Mengorbankan banyak waktu dan tenaga, dan memilih menjadi pejuang di balik layar. Tak jarang pula turun tangan, bekerja membanting tulang, terus memutar otak memikirkan apa yang akan ia suapkan ke mulut anak-anaknya.





Lydia Poetrie | The Wave of Luv | Ceramic stoneware





Maria Tiwi | Deep Blue Sea | 150 x 180 cm | AoC





Titis Jabaruddin | Berangkat Subuh | 55 x 75 cm | Pastel on paper



Perempuan seperti diciptakan untuk serba bisa. Mengatur urusan rumah tangga dan merawat anak-anaknya.  Ia harus menjadi ibu, panutan yang baik dalam bertutur kata dan bersikap. Ia harus menjadi istri yang mampu merawat diri. Urusan yang tak selesai dalam beberapa jam, selalu menghabiskan waktu dari pagi hingga petang.





KaNA | Ibu Mulutnya Banyak | 150 x 150 cm | AoC





Ary Okta | Berkata Apa | - | Limbah kertas, mix media





Neneng S. Ferrier | Family Jewels | 140 x 140 cm | OoC





Anne K. Adijuwono | Let The Spa Hypnotized Me | 160 x 150 cm | AoC



Dipandang sebelah mata, perempuan juga sering didiskriminasi. Penampilan dan stasus sosial kadang menjadi penyebab. Lalu dianggap menyalahi kodrat, kehidupannya pun dipilah-pilah. Bukan saja oleh lawan jenisnya, bahkan tak jarang dianggap aneh oleh kaumnya sendiri.



Perempuan berjuang sepanjang hidup, mengikuti putaran roda kehidupan. Bila ia berjaya, hidupnya bak ratu sejagat. Bila kurang beruntung, ia akan terseok-seok, terseret terus di bawah.





Aida Prayogo | Hatiku Bersalju | 140 x 120 cm | AoC





Naaomi | Women's Power | 100 x 140 cm | AoC





Elisha Mursalim | Hero 1 | 100 x 100 cm | Mix media





Wa Ode Yurijo | Leja Kaledupa | 132 x 130 cm | AoC





Reny Alwi | Tugas Penting | 80 x 90 cm | AoC




Percayalah, perempuan adalah makhluk perkasa walau ia tak sempurna. Ia bergelut dengan norma dan etika, menjaga status sosial, harus pula sehat jiwa dan raga. Tapi perempuanlah pembawa kebahagiaan. Tanpa perempuan, apalah jadinya dunia?



Wahai para lelaki, cobalah kalian lakukan hal seperti yang dilakukan perempuan-perempuan dari pagi hingga petang dan masihkah senyum kalian tersisa di malam hari? █

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment