Jalan-jalan ke Pabrik Indocement Palimanan
Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2017-12-20
Perjalanan saya dan teman-teman bloger kali ini komplet! Mulai melihat ternak dan kolam ikan, jalan-jalan di kebun, sampai datang ke obyek wisata di dalam kawasan pabrik semen. Ditambah pula icip-icip dan belanja.
BAU KAMBING & SAMBUNG NYAWA
Kami disambut suara kambing Etawa dan domba yang mengembik. Ada sekitar empat puluhan jumlahnya. Belasan sapi diletakkan di kandang berbeda. Sementara ayam kampung dibiarkan bebas berkeliaran di mana-mana. Lahan di dalam kawasan pabrik ini memang dibuat oleh PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk. (Indocement) sebagai Pusat Penelitian, Pelatihan, dan Pemberdayaan Masyarakat (P4M).
Di sinilah tempat masyarakat yang ingin belajar bagaimana beternak dengan baik, bahkan mendapat anakan ternak sebagai modal usaha. Tapi harus mengikuti pelatihan selama 10 hari terlebih dahulu dan setiap hari selama 4 bulan, mereka harus datang untuk merawat memberi makan ternak indukan.
Tak hanya sapi, kambing, dan domba, bila tertarik pada bidang perikanan, masyarakat juga bisa mendapatkan bibit ikan Lele dan Nila. P4M juga memiliki lahan yang dipenuhi tanaman sayur dan buah-buahan. Terong, tomat, cerme, markisa, jambu, kelengkeng, buah naga, duwet, Mangga, dan masih banyak lagi. P4M juga melakukan pelatihan penglahan hasil kebun, juga membantu penjualannya.
Saat disuguhi teh Rosella, kami pun tak menolak. Segar dan manisnya pas. Minuman yang dikemas dalam botol, hasil produksi masyarakat binaan P4M ini sudah mulai dijual di pasaran. Sementara keripik buah-buahan membuat mulut kami tak berhenti mengunyah. Singkong, Pisang, Nangka, sampai Mentimun. Semuanya kriuk!
Sebuah green house dibangun untuk pelatihan mengembangkan tanaman hidroponik. Suasana di dalamnya terang, bersih, dan rapi. Di tempat lain ada kumbung (berbentuk rumah) tempat Jamur Merang (Volvariella volvacea) dibiakkan. Dalam segi ekonomi, Jamur Merang ternyata sangat menjanjikan. Pangsa pasarnya pun ada. Puluhan petani ikut dalam pelatihan budidaya jamur ini. Kini di sekitar pabrik sudah ada 64 kumbung di 7 desa.
Kumbung ini boleh dimasuki. Bagian dalamnya gelap. Samar-samar tampak bulatan-bulatan jamur berwarna putih yang tumbuh di tumpukan kayu dan sekam. Suhu di dalam kumbung diatur sedemikian rupa agar tetap panas dan lembap. Saat keluar dari kumbung dijamin langsung berkeringat.
Di lahan perkebunan P4M ini, ada satu sudut yang menarik perhatian saya. Lahan khusus tanaman obat. Setiap tanaman diberi papan nama lengkap dengan informasi khasiatnya. Jahe Merah, Tempuyung, Temu Ireng, Sambiloto . Tapi lama-lama namanya makin 'horor'. Bawang Dayak, Kumis Kucing, Lidah Buaya, Kaca Beling, sampai Sambung Nyawa. Ha... ha... ha...
BANYU PANAS GEMPOL
Seperti beberapa daerah lain di kaki gunung Ciremai. Sumber air panas pun ditemukan kawasan pabrik Indocement Palimanan. Bekerja sama dengan Dinas Pariwisata Daerah setempat, pada 2010 Indocement mulai membuka tempat ini sebagai obyek wisata untuk umum. Dengan membayar tiket masuk Rp10.000 per orang, siapa pun boleh datang setiap hari pada jam 06.00 - 18.00 WIB.
Sumber air (banyu) panasnya terletak di atas bukit yang tak terlalu tinggi. Genangannya membentuk kolam, menyebarkan bau belerang ke mana-mana. Demi keselamatan pengunjung kolam ini pun dikelilingi pagar tinggi dan kokoh. Bagian dasar kolam sedalam 2 meter berwarna putih karena endapan lumpur belerang. Membuat warna air yang biru jernih jadi menggoda. Padahal suhu airnya mencapai 60 derajat Celcius. Kalau berendam di sana tampaknya kulit bisa 'matang' seketika.
Karena semburan ini juga membawa endapan lumpur belerang, lubang sumber air panas akan mengecil dan mengakibatkan berkurangnya debit air. Maka, setiap 1,5 bulan dilakukan pengeboran agar air panas dari dalam perut bumi bisa menyembur kembali. Semburannya bisa mencapai ketinggian 3 meter, lho.
Dari kolam di atas bukit, air panas dialirkan ke sungai. Melalui kolam yang berundak-undak. Air panas akan berubah menjadi hangat secara alami. Para pengunjung bisa berendam sebatas pinggang atau sekadar duduk dan mencelupkan kaki di sini sambil luluran dengan lumpur belerang,
Selain dialirkan ke sungai, air panas juga dialirkan ke kolam buatan. Satu kolam dewasa dan satu kolam khusus untuk anak-anak. Yang tempat lebih nyaman untuk berendam. Difasilitasi dengan tempat berbilas dan kamar ganti, setiap orang harus membayar tiket masuk Rp10.000.
Di ujung kolam, ada alat pengukur suhu. Angkanya cukup besar sehingga bisa dilihat oleh semua pengunjung kolam. Angka digital itu terus berubah antara 39 - 40 derajat Celcius. Karena menurut info, air yang mengalir ke dua kolam buatan sudah dicampur dengan air gunung yang lebih dingin. Jadi saya memberanikan diri mencelupkan kaki. Uhuhuhuhuhu! Panas! Kulit kaki saya langsung terasa perih. Bahkan memerah saat diangkat. Duh, kagum saya melihat anak-anak kecil berloncatan masuk ke kolam, juga orang yang berendam berlama-lama di dalam kolam.
Tapi kolam ini bukan kolam untuk berenang-renang santai gaya katak dari ujung ke ujung, ya. Berendam pun disarankan tidak lebih dari 10-15 menit. Karena air belerang yang bisa merelaksasi otot, melancarkan peredaran darah, dan konon mengatasi penyakit kulit ini juga memiliki efek samping.
Untuk menghindari pengunjung yang pingsan akibat terlalu lama berendam karena mengalami dehidrasi atau pusing akibat uap belerang di pasang papan peringatan di pinggir kolam. Papan peringatan itu juga mengingatkan pengunjung untuk saling menjaga anggota keluarga dan saling mengingatkan kalau angka pada pengukur suhu mendadak tinggi, pertanda suhu air meningkat dan berbahaya untuk kulit.
TERPUKAU BATIK
Selain alam, Indocement juga peduli pada kegiatan masyarakat sekitar. Salah satunya pada keahlian membatik masyarakat Desa Ciwaringin yang terletak beberapa kilometer dari kawasan pabrik Indocement Palimanan. Sejak 2005 dilakukan pelatihan membatik dengan menggunakan pewarna alami, perbaikan sarana, permodalan hingga mematenkan motif batik.
Dari 23 pembatik kini sudah ada 64 pembatik, menjadi bukti bahwa program binaan ini berhasil. Bahkan pada 2017, Kampung Batik Tulis Ciwaringin mendapat penghargaan Platinum Tingkat Nasional dari Kementerian Bapennas dalam program Sustainable Development Goals Award CSR Best Practice, Kategori Tanpa Kemiskinan/Pilar 1 Pembangunan Sosial. Wah, panjang ya nama penghargaannya....
Banyak yang bertanya perbedaan antara Batik Ciwaringin dengan Batik Cirebonan yang terkenal dengan motif Mega Mendung? Diwariskan turun-temurun, Batik Ciwaringin kaya ragam bentuk tumbuhan dan binatang. Beberapa motif juga dipadukan motif Mega Mendung, mengingat Ciwaringin dulu juga bagian dari wilayah Kerajaan Cirebon.
Tapi Batik Ciwaringin sering dianggap batik eksklusif, karena merupakan batik tulis, bukan batik cap ataupun batik print hasil pabrikan. Warnanya pun cenderung lembut karena menggunakan bahan pewarna alami. Ada juga sih, yang menggunakan pewarna sintesis tapi jumlahnya sangat sedikit.
Saat berkunjung ke sana kami sempat melihat proses membatik yang dilakukan para wanita. Biasanya mereka melakukan di teras rumah. Karena helaian kain yang disampirkan di bilah bambu memerlukan ruang yang cukup luas. Lagi pula di teras rumah, mereka bisa bertegur sapa dengan orang lewat, sebagai pengusir kebosanan. Bayangkan rasanya duduk di bangku kecil sambil terus menerus menorehkan malam di kain sepanjang 2,5 meter.
Seorang ibu menyapa kami dari salah satu pintu rumah. Ia baru saja selesai mewarnai batik. Tangannya biru gelap, bekas celupan pewarna indigo biru pekat. Yang tak hilang dalam sehari walaupun dicuci dengan sabun berkali-kali.
Dari menorehkan malam sampai jadi lembaran batik dengan warna yang diinginkan memerlukan waktu 15 hari sampai 1 bulan lamanya. Menutup bagian-bagian tertentu dengan malam, mencelupkan pada warna lain, dilakukan berulang-ulang sebanyak warna yang diinginkan. Kain-kain yang masih dilapisi malam dalam proses pewarnaan disampirkan pada bilah-bilah bambu dan diangin-anginkan di bawah pohon rindang di halaman. Bayangkan berapa banyak kesabaran yang dibutuhkan? Pantas saja harga batik tulis berkisar Rp250.000 - Rp1.500.000, karena memang prosesnya detil dan rumit.
Sadar akan lama proses pembuatannya, saya membiasakan diri tidak menawar bila membeli batik tulis. Di salah satu toko pengrajin, lembaran kain batik yang saya taksir tertulis angka Rp750.000. Duh, lumayan juga ya. Saya batalkan membeli hari ini, Nanti kalau uang saya sudah cukup saya akan kembali lagi. Pasti! █
____________________
Perjalanan bersama rombongan blogger pada Desember 2017 ke kawasan Pabrik Indocement, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat ini atas undangan dari PT. Indocement Tunggal Prakasa Tk. (Indocement). Foto-foto juga di-posting di twitter dan instagram dengan hashtag #greenindocement #visitharmoni #harmoni3roda
Comments
No comments yet. Be the first to comment!
Leave a Comment