Dari Bukit Kapur ke Pohon Cinta
Category: Segala Rupa • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2017-11-29
Pertambangan selalu dianggap berperan besar pada kerusakan lingkungan. Terus menerus dituding sebagai salah satu sumber polusi. Padahal, kalau mau membuka mata, seharusnya kita tahu bahwa kemajuan teknologi kini tak lagi seperti zaman kuda gigit besi.
Melibatkan masyarakat di sekitar pabrik di Citeuruep, Bogor, Jawa Barat. Indoncement mengolah dan menanami lahan bekas penambangan di kawasan Quarry D, agar kembali berdaya guna dan menghasilkan. Program ini secara tak langsung berpengaruh pada peningkatan sosial ekonomi, dan yang tak kalah penting adalah memberi dampak baik pada lingkungan.
TANAH BERKAPUR JADI SUBUR
Lepas dari kawasan pabrik Indocement, bus yang membawa saya dan teman-teman melaju ke kawasan reklamasi. Melalui jalanan beraspal mulus. Pohon-pohon jati ditanam berjajar di pinggir jalan. Tanaman keras ini merupakan salah satu yang mampu tumbuh di tanah kering tandus. Dalam beberapa tahun sudah tinggi menjulang.
Sebagian besar lahan masih gersang. Berhias batu-batu besar yang tergeletak di pinggir jalan. Tapi banyak ada ratusan kupu-kupu berwarna kuning beterbangan. Serangga rentan yang menjadi penanda bahwa bila mereka hidup di suatu tempat, berarti lingkungan tersebut bersih tak ada polusi.
Jalanan aspal berganti menjadi jalan berbatu. Bus berhenti dan kami harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki melalui jalur berbatu kapur yang menanjak landai. Di atas bukit beberapa petani dari kelompok Gerakan Tani Mandiri sudah menunggu. Mengajak kami turun menuju kebun buncis. Lahan ini juga ditanami cabai, pepaya, buncis, mentimun, kacang tanah, jagung, jahe merah, pisang, dan beberapa tanaman hortikultur lainnya.
Program Gerakan Tani Mandiri dibentuk Indocement dengan tujuan untuk mengurangi pengangguran dan penambangan ilegal yang dilakukan oleh masyarakat sekitar penambangan. Sejak 2015 hingga sekarang, sudah 27 petani di bergabung dalam kelompok ini.
Dari 18,6 hektar lahan reklamasi, baru 5 hektar lahan yang digarap dengan sistem penanaman tumpang sari. Tapi dengan haail yang semua sudah jamin terjual, boleh dibilang setiap bulannya Rp500 ribu - Rp1,5 juta sudah bakal di tangan para petani.
Kelar berbincang, kami harus segera beranjak pergi karena akan ada blasting (proses peledakan untuk memperoleh batu kapur) di area pertambangan. Walau tak tahu di mana tepatnya, tapi pemberitahuan sudah disebar dan itu berupa peringatan yang tak seharusnya diabaikan.
Menjauh dari kawasan pertanian, kulit bentol-bentol digigiti nyamuk dan gatal karena terkena ulat bulu. Tapi ini malah bisa jadi penanda bahwa lingkungan sudah seperti sediakala. Alami apa adanya.
AIR MENGALIR SAMPAI JAUH
Banyak yang mengatakan pertambangan merusak sistem lingkungan, termasuk menyedot sumber air yang ada. Nyatanya, Indocement malah melindungi mata air Cikukulu yang terletak di Desa Lulut. Dalam jangkauan 5 hektar di sekitar mata air tidak boleh dilakukan kegiatan penambangan, bahkan dilakukan terus usaha penghijauan.
Awalnya saya membayangkan akan melihat air terjun. Tapi tenyata mata air ini bersumber dari bawah batu dan tertampung di danau kecil.
Terkena cahaya matahari, dasar danau yang berupa bebatuan kapur memantulkan warna air bening kehijauan.
Sayangnya sebelum sampai ke mata air sudah terpancang papan berwarna merah, larangan untuk berenang. Duh, padahal di cuaca panas terik begini rasanya cocoklah untuk berendam-rendam sebentar.
Ketinggian permukaan mata air Cikukulu dipantau sejak 2007. Ternyata, pada musim penghujan mata air ini memiliki ketinggian 40 sentimeter dan setinggi 15 sentimeter di musim kemarau. Setiap 6 bulan sekali Indocement selalu mengadakan uji kualitas air, untuk memastikan air dari Cikukulu aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Selain mengalir alami melalui anak sungai, air juga dialirkan melalui pipa-pipa sepanjang 5 kilometer ke Desa Lulut dan Leuwikaret. Hampir 500 kepala keluarga mendapatkan manfaat dari mata air ini. Digunakan untuk keperluan sehari-hari, sepanjang tahun.
TERGODA POHON CINTA
Kebun Tegal Panjang tampak teduh terlindung pohon-pohon jati yang menjulang tinggi. Sebelum ditanami pohon Jati, sejak 2007 lahan reklamasi ini lebih dulu ditanami pohon Jarak. Hanya saja, pohon perdu ini tak bisa tumbuh baik di lahan berkapur. Berbeda dengan pohon Kemiri Sunan yang ketinggiannya bisa mencapai 12 meter. Walau beda jenis dan ketinggian, kedua pohon ini menghasilkan biji buah yang bisa diolah menjadi bahan bakar alternatif.
Kebun seluas 12 hektar ini dikelola 8 petani dari desa mitra Indocement dan 2 tenaga pengawas. Aki Toni adalah salah satu petani yang antusias mengelola kebun. Walau sudah berumur lebih dari 70 tahun, ia sigap memetik Markisa dan mengajak kami melihat buah Maja. Buah yang menjadi legenda Gajahmada ini tidak untuk dikonsumsi karena rasanya yang sangat pahit. Tapi buah Maja berguna untuk dijadikan pupuk dan bahan bakar.
Sebuah jalur disediakan untuk pengunjung. Dinaungi pohon Markisa yang buahnya banyak menggantung. Kami berjalan sampai ke ujung. Di mana tampak lahan luas dipenuhi tanaman hijau berdaun lebar. Di tengahnya tertancap papan bertuliskan Pohon Cinta atau Philo.
Entah mengapa Philo (Philodendron bininnatifidium) ini dinamakan pohon cinta. Apa karena daunnya sering digunakan sebagai hiasan pelaminan? Karena kalau melihat bentuknya tak juga berbentuk hati atau sesuatu yang melambangkan cinta. Duh, jadi dibahas..
Daun Philo dari Kebun Tegal Panjang menjadi incaran para pedagang bunga. Ada 30.000 pohon tertanam di sana. Pelanggan tetap sudah ada, khususnya dari Rawa Belong, pasar bunga terbesar se-Asia Tenggara yang terletak di Jakarta Barat. Daunnya dijual Rp100 - Rp300 per ikat dan bila pangkal batangnya direndam di air bisa bertahan 3 minggu setelah dipotong.
Terdengar suara sirine. Pertanda proses blasting akan dilakukan. Tak lama terdengar dentuman di kejauhan. Selama proses blasting berlansung, sirine terus nyaring berbunyi. Saya jadi membayangkan bagaimana tanah berkapur ini banyak berjasa. Ia menghasilkan semen untuk pembangunan negeri ini. Sementara sisa lahannya juga bisa ditanami, walaupaun lapisan tanah suburnya hanya setebal tak lebih dari dua jengkal. Tapi mampu menyejahterakan begitu banyak orang. Sebuah tampilan industri yang berputar selaras dengan lingkungan/ █
____________________
Perjalanan bersama rombongan blogger pada November 2017 ke kawasan pertambangan Quarry D, Citeuruep, Bogor, Jawa Barat ini atas undangan dari PT. Indocement Tunggal Prakasa Tk. (Indocement). Foto-foto juga di-posting di twitter dan instagram dengan hashtag #greenindocement #visitharmoni #harmoni3roda
Comments
No comments yet. Be the first to comment!
Leave a Comment