Makan Apa di Pulau Sumba?

Category: Icip-icip Kuliner • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2017-11-05

"Apa makanan khas Sumba, Pak?" tanya Vira Tanka pada seorang penjaga warung di pinggir jalan, saat ia pertama kali ke Sumba. Tanpa ekspresi bapak itu menjawab, "Beras." Habis rasa bingung, Vira bertanya lagi, "Makanan lainnya?" Jawaban yang didapat adalah "Ayam."



Sudah pasti ingin tertawa, tapi demi menjaga kesopanan Vira memilih diam. Mendengar cerita Vira saja saya langsung tertawa. Walau kemudian sadar hal itu bukan sesuatu yang patut dilakukan.



Buat kita yang tinggal di pulau Jawa, Sumatera, dan Bali, beras pasti sudah bukan barang yang aneh. Tapi mungkin bagi masyarakat di lain tempat, beras termasuk sesuatu yang 'mewah', termasuk bagi bapak penjaga warung tadi.



Sebenarnya makanan pokok orang Sumba dulu adalah umbi-umbian, jagung, dan kacang-kacangan. Tanaman yang mampu tumbuh di tanah yang keras, dipenuhi bebatuan kapur dan karang. Iklimnya yang kering membuat keberadaan padang savana lebih luas daripada persawahan tanaman padi yang datang belakangan.



Sepanjang perjalananan melintas Sumba, dari Barat Daya hingga ke Timur. Persawahan biasanya bisa ditemui di tempat-tempat tertentu. Di perbukitan atau lembah yang dekat dengan mata air atau sungai. Sementara di dataran rendah beberapa persawahan dibuat dengan sistem tadah hujan.



Tapi Sumba memang menyimpan keindahan alam yang tak terduga. Ketika mobil yang saya naiki keluar dari jalanan beraspal dan melaju ke puncak bukit Mauliru yang gersang, beberapa kilometer dari bandara Umbu Mehang Kunda, Waingapu (ibukota Kabupaten Sumba Timur).






Mobil berhenti di tepi jurang. Saya menebak di dalam lembah pasti ada padang savana seperti yang banyak saya temui sebelumnya. Tapi ternyata tebakan saya salah. Yang saya lihat adalah hamparan petak-petak sawah yang meluas sampai ke ujung lembah. Padi yang baru ditanam masih hijau. Warnanya kontras dengan tebing bukit gersang yang mengelilinginya. Terjawab sudah bagaimana tanah Sumba mencukupi kebutuhan pangan penduduknya.



Tapi kebutuhan akan beras tetap tak menggeser masyarakat Sumba mengolah dan mengonsumso hasil kebun meeka. Di Waitabula (Sumba Barat Daya), saya sempat mencicipi ro'o luwa. Bentuknya mirip bubur kental berwarna hijau. Terbuat dari daun ubi yang ditumbuk bersama beras hingga halus, lalu dimasak dengan bumbu rempah. Cita rasanya gurih, mirip gulai daun singkong.






Hidangan hasil kebun lain yang dicicipi adalah tumis jantung pisang dan tumis bunga pepaya. Tapi bagi saya, keduanya tak bisa mengalahkan ro'o luwa yang disantap dengan nasi hangat, duh sedapnyaaaaa!



Ada pula olahan daging ayam yang tampilannya mirip opor. Hanya saja kuahnya tidak terlalu kental. Jadi sebenarnya pertanyaan makanan khas dan jawaban "ayam" yang diterima Vira tadi, tidak salah. Hanya saja, bapak penjaga warung tidak memberi informasi tentang bagaimana hidangan tersebut disajikan. Jadi yang dibayangkan Vira (juga saya) adalah ayam goreng garing berbumbu, ayam goreng tepung, atau ayam goreng milik gerai ternama ha... ha... ha... ha.... █



RUMAH MAKAN RO'O LUWA

Jl. Simpang Welonda, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur

Harga:

(makanan) Rp5.000 - Rp125.000

(minuman) Rp5.000 - Rp15.000



──────────────────


Perjalanan mengeksplore Sumba (20 - 24 Oktober 2017) ini terselenggara atas dukungan #MahakaryaIndonesia. Foto-foto juga diposting di twitter dan instagram dengan hastag #MahakaryaIndonesia

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment