'Penyu' di Pantai Watu Maladong

Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2017-11-01

Salah satu pantai di Sumba Barat Daya ini termasuk tempat yang jarang didatangi. Bukan saja karena letaknya jauh terpencil, tapi juga sempat tersiar kabar bahwa pantai ini angker.


Pantai Watu Maladong berjarak 57 kilometer dari Bandara Tambolaka, Sumba Barat Daya. Ditempuh selama hampir 2 jam dari kota Waitabula. Melalui jalanan lurus beraspal mulus. Melewati jajaran hutan jati yang sebagian sudah ditebang menambah gersang pemandangan.



Perjalanan menjadi lebih lama, karena berkali-kali saya meminta Erick Dopo (pemandu yang menemani saya) untuk berhenti atau melambatkan laju mobil agar saya bisa mengambil foto.



BATU KARANG DI MUARA SUNGAI

Jalan aspal berakhir di Desa Penanggo Ede, berganti dengan jalur sempit bebatuan kapur. Naik, turun, dan berkelok. Diapit jurang di kiri dan tebing bukit karang di kanan. Ngeri juga membayangkan kalau ada kendaraan yang datang dari arah berlawanan.



Sudah tampak lautan membentang di kejauhan. Sampai di satu tempat di pinggir jurang, mobil berhenti, ada pohon tumbang yang menghalangi jalan. Perjalanan ke pantai pun harus dilanjutkan dengan berjalan kaki. Melongok dari pinggir tebing terlihat air sungai mengalir ke muara, bertemu dengan 5 gugusan karang besar dan kecil.





Sebuah bukit karang besar berada tepat di muara sungai. Ada beberapa lubang di bagian bawah karang akibat terus tergerus ombak. Bila dilihat dari sudut yang tepat, bukit itu seperti memiliki kaki. Bagian atas bukit yang bulat menyerupai cangkang penyu.



Batu-batu yang tersebar di pinggiran sungai licin dan berlumut. Tanda air sedang bakering (surut dalam bahasa setempat) sore itu. Pasir putih di pinggir sungai sangat lembut. Saat dipijak, kaki langsung melesak sampai betis. Ingin rasanya berendam-rendam sebentar di air yang jernih dan tak ada sampah. Tapi, jangan salah. Arus sungai ini mengalir. Salah-salah bisa hanyut disambut ombak besar yang menggulung di ujung muara.



Karena air masih bakering, saya bisa berjalan menyusuri pantai memutari karang raksasa yang berdinding tegak lurus. Garis-garis dan perbedaan warna pada dinding menunjukkan batas-batas air. Kalau ada yang ingin memanjat tebing batu ini, boleh dicoba.






LEGENDA PUNGGUNG PENYU

Masyarakat setempat pernah menganggap pantai ini angker, karena konon pada zaman perang, musuh yang tertangkap dibunuh lalu dibuang ke sungai yang arusnya mengalir membawa mayat ke muara. Tapi dibanding cerita angkernya, malah lebih menarik legenda tentang karang yang berbentuk mirip cangkang penyu.



Masyarakat setempat percaya bahwa batu karang itu dulunya adalah seekor penyu ajaib yang bisa berbicara dan membantu seorang petani menyeberangi muara sungai dari pulau Sumba ke pulau seberang.



Petani itu mencari jejak Numbu Ranggata, tombak leluhurnya yang tertancap di perut babi yang kerap merusak kebunnya. Babi yang terluka itu lari, jejak darahnya hilang di tepi pantai. Saat petani bingung, datang seekor penyu yang bisa berbicara. Mengatakan bahwa apa yang dicari petani ada di pulau seberang. Naiklah petani ke punggung penyu dan mereka pun berenang menyeberang.



Sesampainya di pulau seberang, petani bertemu dengan seorang nenek yang mengatakan bahwa babi perusak kebunnya adalah babi jadi-jadian. Orang yang memiliki ilmu dan bisa berubah menjadi babi.



Kala itu tersiar pula kabar, ada kepala suku yang sedang sakit. Walau sudah banyak dukun dan orang pintar yang mengobati tapi luka di perutnya tak kunjung sembuh.



"Apakah bapak tertikam tombak?" tanya petani saat datang bertemu Kepala Suku. Kepala suku dan keluarganya tak menyangka ada yang mengetahui penyebab penyakitnya. Kepala suku pun berjanji memberikan apa saja, bila petani bisa menyembuhkan luka.



Petani sudah dibekali nenek dengan ramuan obat. Dilumurkanlah ramuan itu pada luka di perut Kepala Suku. Petani pun teringat pesan nenek sebelum ia berangkat, "Bila Kepala Suku berhasil kau sembuhkan dan ia menawarkan imbalan, selain meminta tombak Numbu Ranggata milikmu kembali, kau minta juga Watu Malandong miliknya."



Luka Kepala Suku sembuh seketika. Tapi mendengar permintaan petani Kepala Suku mendadak murka. Dari mana pula petani itu tahu harta berharga miliknya? Kepala Suku mengajak petani beradu ilmu. Tapi ternyata, sebagai pewaris tombak Numbu Ranggata, petani bisa mengalahkan Kepala Suku.



Petani kembali diantar penyu raksasa menyeberang pulang ke desanya. Membawa Watu Maladong di genggamannya. Tiga buah batu yang bisa menciptakan sumber air, menumbuhkan padi, jagung, dan jewawut yang niscaya membawa kemakmuran di tanah kelahirannya. █



TIP:

- Kenakan baju dari bahan yang menyerap keringat.

- Topi.

- Kacamata hitam.

- Gunakan tabir surya.

- Gunakan alas kaki yang tidak licin.

- Bawa bekal air minum dan makanan ringan.

- Waktu kunjung ideal jam 14 - 16 WITA.



BAGAIMANA KE SANA?

Bisa dengan transportasi umum dari Waitabula - Walandimu, lanjut dengan sewa ojek. Tapi bila ingin lebih praktis (dan menghemat waktu) bisa menyewa mobil di Waitabula.



Silakan hubungi Erick Dopo (0853 3383 5818) harga sewa mobil Rp800.000 per hari (sudah termasuk BBM) bisa jalan-jalan dari Sumba Barat Daya sampai Sumba Timur. Kelar urusan!



──────────────────


Perjalanan mengeksplore Sumba (20 - 24 Oktober 2017) ini terselenggara atas dukungan #MahakaryaIndonesia. Foto-foto juga diposting di twitter dan instagram dengan hastag #MahakaryaIndonesia

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment