Tujuh Wisata Unggulan di Banten
Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2017-09-01
Pada papan besar di arena Festival Tanjung Lesung 2017 lalu terpampang peta Provinsi Banten dengan tujuh tempat wisata yang letaknya terpisah-pisah. Ternyata dari ketujuh tempat itu baru beberapa saja yang saya kunjungi.
Nama Cisadane berasal dari Ci (bahasa Sunda yang artinya sungai) dan Sadane (bahasa Sansekerta yang berarti istana kerajaan). Mata air sungai ini berasal dari Gunung Kendeng, sedangkan hulunya berada di Gunung Pangrango dan anak-anak sungainya berawal dari Gunung Salak.
(Foto: dok. TempoNews)
Sungai ini merupakan salah satu sungai besar di Tatar Pasundan dengan panjang 138 kilometer yang bermuara di Laut Jawa. Sungai ini sempat dikenal dengan sebutan Ci Gede, Chegujde, Cheguide.
Sebutan itu datang dari para pedagang-pedagang Arab, Cina, dan Eropa yang merapatkan kapal untuk membeli lada di Kerajaan Banten Lama. Kejayaan sungai ini berakhir pada abad ke-16, ketika Kerajaan Banten Lama dihancurkan oleh VOC dan pusat perdagangan dipindah ke Batavia.
Untuk tetap mengingat sejarah dan kejayaannya, di sungai yang membelah kota Tangerang ini, setahun sekali digelar Festival Cisadane yang menampilkan perahu naga.
2. RERUNTUHAN BANTEN LAMA.
Sisa-sisa peninggalannya bisa terletak 11 kilometer dari kota Serang. Tempat pertama yang dituju haruslah Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama. Di sana kita bisa mengetahui sejarah Keraton Surosowan, Masjid Agung Banten, Benteng Speelwijk, Keraton Kaibon, dan Vihara Avalokiteshvara.
(Foto: dok. Wikipedia)
Pada masa kejayaan Banten Lama penduduk pribuminya hidup di balik benteng kota. Sementara orang asing tinggal di luar benteng kota. Yang beragama muslim di bagian Timur Laut, yang non muslim di sebelah barat atau di pinggir sungai.
Sudah demikian teraturnya, termasuk sistem pengairan yang sangat baik kala itu.
3. PANTAI ANYER - CARITA
Sebelum abad ke-19, Anyer adalah kota pelabuhan. Tapi sebagian besar pesisir daerah ini tenggelam ketika tsunami melanda saat letusan Gunung Krakatau pada 1883. Ujung pulau Jawa sebenarnya kini masih tersisa, yaitu Pulau Sangiang di Selat Sunda.
(Foto: dok. Amazing of Indonesia)
Mercusuar Cikoneng Dibangun pada 1885 oleh Belanda,menggantikan mercusuar yang sebelumnya hilang tertelan tsunami. Menara setinggi 75,5 meter ini terdiri dari 18 tingkat dengan 286 anak tangga. Pada bagian puncaknya terdapat lampu yang berfungsi untuk penunjuk.
Anyer juga menjadi titik 0 kilometer pembangunan Jalan Raya Pos sepanjang 1.000 kilometer ke Timur Jawa. Sekarang sepanjang pantai Anyer sampai Carita sudah menjadi pusat wisata dengan beragam fasilitasnya.
4. TANJUNG LESUNG
Dinamakan seperti itu karena bentuk tanjung yang seperti lesung (penumbuk padi). Nah, baca pengalaman saya Memantai dan Makan di Tanjung Lesung.
5. TAMAN NASIONAL UJUNG KULON
Ujung Kulon dieksplorasi pertama kali oleh F.Junghun pada 1846. Hingga saat ini, Taman Nasional Ujung Kulon melindungi sekitar 57 spesies tanaman langka, 35 mamalia, 72 spesies reptil dan binatang amphibi, serta 240 spesies burung. Binatang yang paling terkenal dari Taman Nasional ini adalah badak Jawa yang bercula satu. Badak terlangka di dunia.
Pada 1992, UNESCO menetaokan Taman Nasional Ujung Kulon sebagai salah satu dari 202 Natural World Heritage Site
di dunia.
(Foto: dok. Wikipedia)
Hutan alam tropis dan padang rumput, serta bertemu dengan binrang
Selain hutan di Ujung Kulon, ada beberapa pulau yang juga menarik dikunjungi, yaitu Pulau Panaitan, Handaleum, dan Peucang.
6. PANTAI SAWARNA
Pantai ini berjarak sekitar 150 kilometer dari Rangkasbitung. Berada di desa Sawarna, kecamatan Bayah, kabupaten Lebak, Banten. Mempunyai ciri khas pantai selatan dengan ombaknya yang besar dan arusnya yang kuat, karena menghadap langsung ke Samudera Hindia.
(Foto: dok. Indonesia Tourism)
Mempunyai beberapa obyek wisata, antara lain pantai Tanjung Layar, Pantai Karang Taraje, Pantai Pulo Manuk, Pantai Ciantir, Gua Lalay, Gua Langir, dan Gua Seribu Candi.
6. BADUY
Kelompok masyarakat Urang Karekes ini hidup terisolasi di kawasan Lebak, dekat Rangkas Bitung. Tapi pemerintah Belanda memopulerkan mereka dengan sebutan Baduy. Terinspirasi dari Bedouin, suku nomaden di Arab yang hidup di gurun pasir.
(Foto: dok. Dinas Pariwisata Provinsi Banten)
Suku Baduy menganut kepercayaan Sunda Wiwitan yang percaya pada aliran anisme dan mereka sangat menjaga hal-hal tabu.
Kelompok masyarakat ini terbagi dua, Baduy Dalam dan Baduy Luar. Baduy Dalam tinggal menjauh di pelosok, menjauh dari modernisasi. Mereka hidup menyesuaikan alam dan teknologi yang dilakukan nenek moyang.
Sementara Baduy Luar, tinggal lebih dekat dari kota. Masih bersentuhan dengan kehidupan zaman sekarang dan lebih terbuka pada orang luar. █
Comments
No comments yet. Be the first to comment!
Leave a Comment