Sejarah Seni di Koleksi Lukisan Kepresidenan RI

Category: Seni Budaya • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2017-08-16

Bisa berkunjung ke pameran Koleksi Lukisan Kepresidan Republik Indonesia menjadi pengalaman luar biasa. Karena puluhan luikisan ini bertema Senandung Ibu Pertiwi belum tentu bisa kita lihat setiap hari, mahakarya yang menjadi pengingat bahwa bangsa Indonesia sangat menghargai seni.



Sebagaimana menghadiri pameran atau acara seni budaya, saya sudah mengenakan pakaian rapi. Datang ke Galeri Nasional pagi-pagi sekali, padahal pameran baru akan dibuka beberapa jam lagi. Kesempatan datang ke Pameran Koleksi Lukisan Kepresidenan Republik Indonesia, tak mungkin saya lewatkan.
Digelar selama sebulan dalam rangka perayaan kemerdekaan ke-72 negeri ini.



Ikut dalam rombongan Jadi Mandiri bukan berarti mendapat keistimewaan berkunjung. Untuk masuk ke gedung utama kami harus tetap mengantre. Saya ikut mengambil nomor antrean lalu menunggu untuk registrasi (lihat di bagian akhir tulisan).



Tas dan jaket harus dititipkan, termasuk kamera profesional dan tongsis. Yang boleh dibawa hanya ponsel. Semua pengunjung yang telah mengikuti prosedur ini akan diberi cap di tangan dengan tinta berwarna merah sebagai 'tiket masuk' ke gedung utama.



Sederet larangan terpampang di depan pintu masuk. Mulai larangan makan-minum dan merokok. Pemerikasaan dengan metal detector dilakukan, karena dilarang membawa senjata tajam sekecil apa pun, termasuk tongsis yang dikhawatirkan bisa merusak karya.





BUKAN PAMERAN BIASA

Sebuah layar raksasa dipajang di dekat pintu masuk ruang pameran Galeri Nasional, Jakarta. Menampilkan gambar lukisan berjudul Perkawinan Adat Rusia, karya Konstantin Egorovick Makovsky. Hadiah dari Nikita Khrushchev, pemimpin Republik Uni Soviet untuk Indonesia.



Secara fisik lukisan ini tidak dipamerkan dalam pameran yang diadakan oleh Kementerian Sekretariat Negara selama 2-30 Agustus 2017. Karena lukisan berukuran 450 x 295 sentimeter ini sudah 125 tahun usianya. Bertahun-tahun menghias ruang kerja di Istana Bogor. Saking besar dan beratnya katanya diperlukan 12 orang untuk menurunkan lukisan ini dari dinding istana ketika hendak direstorasi.







Di dalam ruangan berpencahayaan redup, pemandu berseragam merah siap memberikan info tentang setiap lukisan dan akan menegur siapapun yang memotret menggunakan ponsel dengan blitz menyala.



Para petugas pengaman memeriksa dengan ramah, tapi mata mereka mengamati setiap pengunjung yang Termasuk juga para tentara berselempang senjata, yang sesekali melintas di dalam ruang pameran Siap sedia menjaga 48 lukisan karya 41 perupa.





Mahakarya ini hanya sebagian kecil dari koleksi lukisan Kepresidenan Republik Indonesia yang berawal dari kegemaran Presiden Soekarno pada karya seni. Lukisan-lukisan yang biasa dipajang di Istana Merdeka dan Istana Negara di Jakarta, Bogor, dan Cipanas.



Semua lukisan yang terpajang di pameran ini dibuat oleh para maestro seni lukis Indonesia dan dunia. Kalian harus datang sendiri karena apresiasi setiap orang pada sebuah lukisan bisa berbeda. Tak masalah kalau kalian hanya mengenal nama seperti Basoeki AbdullahAJ. Pirous, Dullah, Henk Ngantung, Tino Sidin, atau Walter Spies. Karena di sinilah kita melakukan proses belajar, memperluas pengetahuan.



KEELOKAN ALAM INDONESIA

Ke-48 mahakarya ini dibagi menjadi 4 kelompok dan dipamerkan di ruangan dengan warna dinding berbeda-beda.
Pemandangan alam berada di ruang berdinding hijau. Lukisan tentang keseharian masyarakat di ruang berdinding merah. Tradisi budaya di ruang berdinding biru. Mitologi dan religi di ruang berdinding kelabu.



Pada dinding hijau terpajang lukisan-lukisan pemandangan alam. Lukisan dikenal dengan istilah Mooi Indie Istilah ini pertama kali disebut dalam portfilio Du Catther (Amsterdam, 1913), yang merujuk pada lukisan pemandangan romantik di Hindia Belanda.



Pada awal abad ke-20, memang banyak pelukis Eropa yang datang ke Hindia Belanda karena tertarik mengabadikan keeksotisannya. Aliran ini begitu populer dan mempengaruhi gaya lukisan pelukis pribumi seperti Mas Pirngadi, Wakidi, dan Abdullah Suriosubroto.



Sementara pelukis Sudjojono tak sejalan dengan aliran ini, karena selalu memasukkan 3 unsur wajib: gunung, sawah, dan pohon kelapa. Menjadikan setiap lukisan mirip satu sama lain karena . Namun, lama-kelamaan Mooi Indie tidak lagi hanya melukis keindahan alam, tapi juga menangkap kehidupan sehari-hari di Hindia Belanda.





Pantai Flores | Basoeki Abdullah

1942 | oil on canvas | 120 x 185 cm



Terang Bulan | Wen Pear

1950 | oil on canvas | 76 x 98 cm



INDAH DALAM KESEHARIAN

Dari keseluruhan karya di dinding berwarna merah, saya jatuh cinta pada lukisan bertajuk Lelang Ikan. Kesibukan nelayan yang digambarkan sangat natural hingga saya bisa membayangkan kejadian dan emosi yang ada dalam lukisan.



Lukisan lain tak kalah menarik, menampilkan kegiatan membajak sawah, anak yang sedang bermain, perempuan-perempuan menari, dan saya tahan berdiri lama di depan Sambutan Rakjat Bali kepada Presiden Sukarno mencari sosok Presiden RI di dalam lukisan.






Lelang Ikan | Itji Tarmizi

1963 | oil on canvas | 140 x 195 cm




Sambutan Rakjat Bali kepada Presiden Sukarno | Ida Bagus Made Widja

1950 | watercolor on canvas | 87 x 152 cm




Sebuah Pemandangan di Sudut Kota Jakarta | Ernest Dezentje

- | oil on wood | 60 x 54,5 cm



CANTIKNYA KEBAYA

Memasuki ruangan panjang dengan dinding berwarna biru langsung terlihat perempuan-perempuan cantik berkebaya dalam lukisan berbingkai emas. Tampaknya memang ada masa di mana model lukisan berpose duduk dan tersenyum menawan. Nyaris serupa. Beberapa tampak berpose kaku, duduk dengan pandangan menerawang.



Di salah satu dinding dijelaskan bahwa pada 1927,  pemerintah kolonial Hindia Belanda menetapkan semua penduduk harus berpakaian sesuai latar belakang. Aturan ini bertujuan agar penduduk pribumi dan etnis tidak berpakaian seperti orang Eropa.



Pada kenyataannya, sehari-hari banyak mevrouw yang memakai kebaya dan kain sarung seperti yang dikenakan para perempuan pribumi dan etnis Tionghoa kala itu. Karena kebaya dan sarung lebih nyaman dipakai di negara tropis.



Pada 1940-an, kebaya menjadi penanda identitas bangsa Indonesia yang baru merdeka. Jadi di zaman modern ini seharusnya perempuan-perempuan Indonesia tetap bangga mengenakan kebaya (dan pakaian daerah) yang mencerminkan jati diri bangsa.






Dua Gadis Bali | Fadjar Sidik

1960 | oil on canvas | 89 x 65 cm




Gadis Toraja | Henk Ngantung

1957 | oil on canvas | 125 x 90,5 cm




Halimah Gadis Atjeh | Dullah

1951 | oil on canvas | 94 x 74,5 cm




Menunggu Hidangan | Frida Hoffeman

- | oil on canvas | 96 x 80 cm



MISTIS RELIGIUS

Ruangan berwarna kelabu merupakan ruangan paling bernuansa mistis di pameran ini. Mungkin karena 'disambut' Nyai Roro Kidul saat melangkah masuk.



Lukisan-lukisan yang dipamerkab tak hanya menggambarkan spirirtual dan religi, hubungan manusia dengan Sang Pencipta, tapi juga kepercayaan bahwa banyak hal tercipta atas kuasa-Nya.





Nyai Roro Kidul | Basoeki Abdullah

1955 | oil on canvas | 120 x 160 cm




Subuh/Doa VIII | Abdul Djalil Pirous

1980 | senigrafi | 70 x 50 cm




Sesadji Dewi Sri | Ida Bagus Made Poleng

1953 | oil on canvas | 208 x 260 cm




Tiga Pedanda | Almin Tamin

1962 | oil on canvas | 77 x 59 cm



MENYIMPAN SEJARAH SENI

Masih ada sebuah ruangan lagi yang menyimpan dokumentasi tentang koleksi karya seni. Di dinding berwarna oranye dibuat urutan jejak sejarah dan penghargaan seni oleh setiap Presiden RI. Sayang huruf-huruf yang berwarna kelabu agak sulit dibaca dari jauh.



Di meja kaca disusun banyak foto dan tulisan tangan Presiden Soekarno. Potongan surat kabar. Foto-foto, termasuk foti saat Basoeki Abdullah sedang melukis Fatmawati.







Kalau boleh mengucapkan terima kasih, akan saya tujukan pada Presiden pertama, Soekarno, yang memiliki cita rasa seni yang tinggi. Kalau bukan beliau yang memulai, mungkin tak sebanyak ini mahakarya yang kita miliki dan belum tentu bisa kita nikmati hari ini. █



PAMERAN KOLEKSI LUKISAN KEPRESIDENAN REPUBLIK INDONESIA

Galeri Nasional

Jl. Merdeka Timur, Jakarta

Jam buka: 10.00 - 20.00 wib

Registrasi:

- media center di Galeri Nasional

- (online) BEKRAF EVENTS

- (aplikasi android) BEKRAF EVENTS

GRATIS!
 

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment