Percampuran Budaya di Kain Batik Besurek

Category: Seni Budaya • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2017-07-29

Kagum melihatnya tergantung di balik kaca etalase di Museum Bengkulu. Kain batik yang dipenuhi hiasan motif kaligrafi melingkari ornamen besar di bagian tengah. Seperti kain pembungkus jimat, itu yang terlintas di kepala saya.




Terus terang saya tak bisa membaca tulisan Arab gundul (huruf Arab Hijaiyah yang disusun tanpa kharakat atau tanda baca). Melihat saya mengernyitkan dahi, Asnody, salah satu 'pawang' Bengkulu Heritage yang menemani saya menjelaskan, bahwa tulisan di lembar kain batik Besurek itu memang tidak bisa dibaca karena tak membentuk kata atau kalimat.



Walau dalam dialek Bengkulu, besurek berarti bersurat. Nyatanya tak ada ayat-ayat Alqur'an atau doa-doa di atas kain. Jadi bentuk kruwel-kruwel menyerupai tulisan Arab itu sebenarnya merupakan ornamen sederhana yang ditulis atau ditorehkan di atas kain.



Soal mengapa bentuknya mirip tulisan Arab, tentunya tak lepas dari kentalnya pengaruh Islam yang berkembang di Bengkulu pada abad ke-16. Inilah yang mempengaruhi seni dan budaya setempat.



KAIN SAKRAL UPACARA ADAT

Bisa dibilang kain Besurek kemudian 'dipopulerkan' oleh Sentot Alibasyah, orang kepercayaan Pangeran Diponegoro yang dibuang Belanda ke Bengkulu pada 1833.



Beliau dan sanak-saudara, serta para pengikutnya secara tidak langsung membawa seni membatik dari tanah Jawa. Motif Besurek ditorehkan pada lembaran kain dengan malam (lilin) sebagai perintang warna.



Lalu saya bertanya-tanya. Sebelum seni membatik menggunakan malam 'sampai' di Bengkulu, dengan teknik apa kain Besurek bisa tampil indah? Apakah menggunakan bubur beras seperti kain sarita di Toraja? (baca: Sarita, Kain Titian ke Sorga).



Memang tak ada catatan tertulis bagaimana dan sejak kapan kain Besurek mulai dibuat. Yang jelas, menurut para pemuka adat, kain batik Besurek dianggap sakral dan sudah sejak lama digunakan sebagai pelengkap upacara-upacara adat. Seperti acara pernikahan, siraman, mengikir gigi, hingga ziarah kubur. Digunakan sebagai destar (penutup kepala) pengantin, hiasan bilik pengantin dan ayunan bayi, hingga penutup jenazah. 



LAIN MOTIF, LAIN FUNGSINYA

Ternyata, pada kain batik Besurek ada 7 motif utama yang sarat makna simbolik hubungan antara manusia, alam semesta, dan Sang Pencipta. Tampaknya dahulu, tak sembarang orang bisa membuat kain Besurek.





Kaligrafi

Bentuknya garis-garis pendek berulir dan titik-titik mirip tulisan Arab gundul.

Warna dominan: biru.

Dipakai sebaimgai destar (penutup kepala) oleh pembantu raja, penghulu, dan pengapit pengantin di upacara pernikahan.



Kaligrafi & Rembulan

Memiliki arti sebagai ciptaan Tuhan yang Maha Esa.

Warna dominan merah.

Kain ini biasanya dipakai calon pengantin putri dalam upacara siraman sebelum pernikahan.



Kaligrafi & Bunga Melati

Menggambarkan kehidupan alam (flora) semesta.

Warna: merah manggis.

Digunakan untuk buaian atau alas tidur bayi saat upacara mencukur rambut.



Kaligrafi & Burung Kuau

Menggambarkan kehidupan alam (fauna) semesta.

Warna dominan: biru tua.

Selain dipakai untuk acara adat, dipakai pengantin wanita saat upacara perkawinan, kain batik Besurek motif ini juga dipakai saat ziarah kubur.



Kaligrafi, Pohon Hayat, & Burung Kuau

Simbolisasi saling berkaitannya kehidupan (flora-fauna) dengan Sang Pencipta.

Warna dominan: biru.

Biasa disampirkan sebagai hiasan dalam bilik pengantin.



Kaligrafi, Bunga Cengkeh & Bunga Cempaka

Menggambarkan keserasian dan kekayaan alam (Flora).

Warna dominan: merah kecokelatan.

Dipakai untuk rangkaian upacara adat perkawinan atau mengikir gigi.


Kaligrafi, Relung Paku & Burung Punai

Menggambarkan keserasian dan kekayaan alam (flora-fauna).

Warna dominan: merah.

Dipakai sebagai hiasan pembalut ayunan bayi pada upacara mencukur rambut.



Walau tak semua motif ada di lembar kain batik di hadapan saya, tapi jelas motif-motif ini bukan hanya meyerap budaya Islam. Tapi ada unsur budaya Hindu-Buddha yang menampilkan pohon hayat. Ada pula burung Kuau yang penggambarannya mirip burung Phoenix dari daratan Tiongkok. Semuanya berpadu indah dalam lembaran kain batik Besurek.



BATIK PRINT MELIBAS BATIK TULIS

"Mau membeli batik yang mana?" tanya Asnody melihat saya diam berdiri di depan deretan kain-kain batik yang disampirkan, di sudut toko cindera mata.



Yang dipajang adalah kain-kain batik print produksi pabrikan yang bisa dibeli meteran. Beraneka warna. Berbagai jenis bahannya, mulai katun sampai sutra. Motifnya beragam, tapi ada satu yang seragam. Motif bunga Rafflesia.



Bunga kebanggaan masyarakat Bengkulu ini merupakan motif baru. Bentuk yang modern dan warnanya dibuat lebih menonjol dibanding bentuk-bentuk ornamen tradisional Besurek lainnya.








Saking sudah diproduksi masal. Sekarang batik tulis Besurek yang asli seperti tersingkirkan. Dibanding batik print, jelas proses batik tulis memakan waktu jauh lebih lama. Harga jualnya pun menjadi lebih mahal.



Saya yakin pengrajin batik tulis tradisional Besurek masih ada, tapi mungkin sudah sangat langka. Tapi kalau terus diabaikan, bisa jadi Bengkulu kehilangan satu harta berharga. Lalu generasi berikut hanya bisa melihat lembaran yang tersisa di balik kaca etalase museum, seperti yang saya lakukan.



Sayang sekali bila tradisi batik tulisnya sendiri hilang.  dan kain batik Besurek pun hanya sekadar istilah, hilang sudah makna besurek sebenarnya. █



(Sumber: Drs.H.Alcala Zamora, Kanwil Departemen Perindustrian Provinsi Bengkulu, penelitian observasi dan wawancara, 1987).



---------------------------------------------



Perjalanan bersama blogger, fotografer, instagramer, dan youtuber ini merupakan kerjasama
Dinas Pariwisata Bengkulu, Alesha Wisata Bengkulu, dan Komunitas Bengkulu Heritage. Foto-foto juga ditampilkan di twitter dan instagram dengan hashtag #FestivalBumiRafflesia2007n #FamtripBengkulu #PesonaBengkulu.

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment