Kolaborasi Para Mantan

Category: Seni Budaya • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2017-06-04

Kalau perempuan berparas cantik, bertubuh seksi, dan berpenampilan menarik masih bertebaran di mana-mana. Mengapa harus bersusah payah memotret perempuan berwajah pas-pasan, bentuk tubuhnya jauh dari aduhai, bahkan rambut pun dia tak punya.




Mungkin itu yang ada di pikiran sebagian besar teman-teman fotografer, walaupun saya sudah menawarkan diri menjadi model secara cuma-cuma ha...
ha...
ha...
ha.... Tapi saya maklum kok, mungkin meteka anggap saya main-main. Jadi beberapa (mungkin karena kasihan pada saya) menjawab, "Nanti, ya aku cek jadwalku." Tapi ya begitu saja, tak ada kelanjutannya. Yang lainnya menjawab whatsapp saya dengan memberi emoticon 3 jempol. Nah, kalau yang ini saya agak kurang paham maksudnya.



Bukan mau mengambil lahan foto model yang sudah ada. Tapi saya ingin konten instagram @negerikitasendiri diisi dengan foto yang ciamik. Untungnya, masih ada teman seperjalanan yang berbaik hati memotret saya. Tak lupa nama mereka saya cantumkan di setiap hasil foto mereka. Karena saya tahu, kamera-kamera mereka perlu kerja 17 kali lebih keras agar saya bisa tampil bagus ha...
ha...
ha...
ha....





JUMAT MEMBAWA BERKAH

"Kalau hari Jumat saja gimana, mbak?" tanya Lufti Hamdi, seorang freelance fotografer yang setuju dengan ajakan berkolaborasi dengan saya. "Di mana lokasinya?"



Kedai Suwe Ora Jamu langsung membayang selintas. Sudah beberapa kali saya mampir di kedai unik dengan ruangan yang dipenuhi barang-barang vintage ini. Popie Soetomo
(Marketing Communication Suwe Ora Jamu) memberi lampu hijau, menyediakan tempat untuk dipakai kapan saja.



Tampaknya semesta mendukung. Ketika mendengar saya hendak berkolaborasi dengan Lufti dan bikin 'proyek senang-senang' bareng Lufti, Daisy Kwee dari Studio Beauty, yang akrab dengan panggilan Cik Des ini pun mendadak bersemangat ikut. "Gue deh, yang ngedandanin," katanya, "Mumpung hari Jumat gue libur."



Dan hari Jumat pagi saya sudah sampai di depan kedai. Walaupun jelas-jelas papan tanda TUTUP masih tergantung di pintu. Tampaknya ini efek karena terlalu bersemangat. Satu persatu datang dan kami siap 'bersenang-senang'.





PARA MANTAN YANG SERIUS

Saya mengenal Lufti, karena dia adalah adik kandung teman jalan saya, Prast Lampard. Kami beberapa kali bertemu ketika dia sliweran mengerjakan pemotretan di beberapa majalah Femina Group, tempat dulu saya bekerja. Begitu juga Cik Des. Saya sudah mengenalnya lebih dari satu dekade, saat dia masih menjadi pengarah gaya di majalah Grazia Indonesia.



Sementara Poppie Soetomo saya kenal dalam perjalanan ke Wamena, Papua pada 2015. Sejak itu kami sering terlibat di beberapa acara sekaligus jadi teman bergosip. Sama seperti saya, dia yang dulu bekerja di majalah Tamasya, juga mengoleksi kain tradisional. Tahu kalau saya hendak melakukan pemotretan, ditawarkanlah kain-kain tenun koleksinya untuk dipakai sebagai properti foto. Tak hanya 2-3 lembar kain yang dibawanya, tapi satu kotak besar. Duh, sampai bingung mau pakai yang mana.



Boleh dibilang, kami berempat bekerja dengan serius. Cik Des menjembreng peralatan make-up di meja besar. Tangan Cik Des memang sakti! Setelah satu jam merias wajah saya, perempuan tanpa rambut ini pun tampil cantik jelita. Lengkap dengan sepasang bulu mata palsu yang lentik ha...
ha...
ha...
ha....



Cik Des pun suka rela merangkap menjadi pengarah gaya. Memadupadankan kain tenun dengan baju dan aksesori. Saya tak mau kalah, walau model amatiran tapi saya berusaha mengikuti instruksi Cik Des.

"Senyum yang ikhlas!"

"Tahan perut!"

"Mulut menutup, matanya yang senyum!"

"Berdiri tegak! Jangan membungkuk!"






Tak sekadar menenteng-nenteng kamera, Lufti juga sibuk menletakkan strobis flash light agar pencahayaan sesuai yang diinginkan. Mendorong-dorong kursi dan meja agar ruangan sedikit lebih luas. Beberapa kali pemotretan mendadak dihentikan karena Lufti sibuk memindahkan barang-barang yang tidak semestinya inframe di kamera. Dia memindahkan karung pasir dan tangga lipat, mencopot hiasan dinding, juga meminta pengunjung di kedai untuk menyingkirkan jaket yang tersampir di sandaran kursi.






"Susah ya jadi model?"
kata Cik Des sambil tertawa. Memang susah mengatur emosi agar tak mengganggu ekspresi. Tapi apakah saya kapok setelah ini? Tidak, dooooong! Karena ini menjadi bukti, bahwa saya mau terus belajar. Kalau penasaran dengan hasilnya, follow instagram @negerikitasendiri ya. █



Penata rias & gaya: Daisy Kwee

Foto: Lufti Hamdi

Koleksi kain: Popie Soetomo

Lokasi: Kedai Suwe Ora Jamu, Jl. Petogogan I, Jakarta Selatan

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment