Bung Karno Tidak Terasing di Ende

Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2017-06-01

Saat menonton penggalan akhir film SOEKARNO yang diperankan Baim Wong di salah satu stasiun televisi. dalam hati saya berkata, "Wah, kayaknya harus ke sana, nih!"



Film tersebut bercerita tentang Bung Karno yang dianggap sebagai musuh politik oleh pemerintah Hindia Belanda kala itu. Pada 1934, Bung Karno diasingkan ke Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur dan hidup dalam pemgasingan 4 tahun lamanya.



Berselang beberapa minggu di bulan yang sama setelah menonton film itu, saya mengobrol dengan Untung Soemarsono (seorang teman yang pernah beberapa kali jalan bareng). Dia bercerita tentang perjalanannya ke Timor. Entah mengapa, sekali lagi Ende disebut.



Masih pada bulan yang sama, di salah satu saluran televisi, saya melihat pemandangan indah, pantai yang tenang, laut luas, dan pegunungan. Itu pemandangan Ende. Luar biasa! Dalam 1 bulan sudah 3 kali kota ini disebut-sebut.



Tuhan berbaik hati. Berselang 2 bulan kemudian ada rombongan anak sekolah dan beberapa orang tua mereka yang minta diantar ke Taman Nasional Komodo. Duh, rasanya menggebu-gebu ingin lanjut ke Ende. Mumpung 'masih satu pulau'. Saya langsung melirik buku tabungan, cukupkah uang untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke sana? Ternyata keinginan terwujud. Selesai urusan rombongan trip, Ende pun jadi tujuan.



RUMAH PENGASINGAN SOEKARNO

Tak susah menemukan rumah pengasingan Bung Karno. Tanyakan saja pada orang-orang yang ditemui di jalanan kota Ende. Semua langsung memberi arahan ke sana.



Kami tiba di depan rumah berwarna putih. Bendera merah putih diikat di ujung tiang di tengah halaman. Pintu rumah tertutup. Kanopi bergaris hijau-putih menaungi jendela yang juga tertutup. Tidak ada bel, tidak ada penjaga. Lalu ada yang memberi tahu bahwa museum tutup. Ini kan hari Minggu? Ternyata petugas museum sedang pergi beribadah.



Kunjungan kami ulangi keesokan harinya. Begitu sampai dan melihat pintu depan terbuka, duh lega rasanya. Kami langsung masuk dan melihat-lihat ketika seorang lelaki, yang bertuga menjaga rumah, jalan tergopoh-gopoh dari ruang belakang. Memberitahu bahwa hari Senin adalah jadwal museum tutup. Ternyata tadi pintu depan terbuka karena dia hendak mengantarkan barang ha... ha... ha... ha.... Tapi karena dia tahu kami datang dari jauh dan sudah datang kemarin, dia pun mempersilakan kami melihat-lihat.



Rumah yang ditinggali Bung Karno selama pengasingan adalah milik Abdullah Ambuwaru. Dulunya berdinding kayu dan beratap daun rumbia. Setelah kemerdekaan, atas permintaan Bung Karno, rumah ini dijadikan museum yang kemudian dipugar pada 2012.



Ruang depan berisi barang-barang Bung Karno yang disimpan dalam kotak-kotak kaca, termasuk perabot kursi dan meja tamu yang terbuat dari kayu. Koleksi museum ini dibilang banyak juga tidak, karena isinya adalah barang-barang pribadi Bung Karno dan keluarga. Seberapa banyak, sih yang bisa dibawa saat digiring dipaksa pindah?



Yang tampak di dalam kotak kaca antara lain biola yang pernah dimainkan Bung Karno. Dulang (semacam piring besar) dengan piring-piring tambahan berukuran kecil terbuat dari kuningan. Destar dan kain samarinda yang terlipat rapi. Lampu minyak dengan tabung kaca tinggi, lampu yang kala itu menjadi penerang di malam hari.



Di rumah pengasing ini ada 2 buat kamar tidur dan ruang yang dikosongkan khusus untuk Bung Karno dan keluarga menunaikan sholat. Sementara di belakang bangunan masih ada sumur, kamar mandi, dan deretan kamar-kamar.









DIKELILINGI KELUARGA & KERABAT

Saat diasingkan ke Ende, Bung Karno masih beristrikan ibu Inggit Ganarsih. Yang ikut juga dalam pembuangan adalah ibu Amsi (mertua Bung Karno yang meninggal di Ende) dan Ratna Djuami (anak angkat Bung Karno dan ibu Inggit Ganarsih).



Di salah satu kotak kaca, disimpan salinan Surat Keterangan Kawin (1923) Bung Karno dengan ibu Inggit Ganarsih. Dijajarkan dengan Surat Keterangan Cerai mereka (1942).



Foto-foto Bung Karno, bersama ibu Inggit Ganarsih dan keluarga dipajang di dinding museum. Juga foto-foto beberapa kegiatan bersama kerabat dan sahabat di Ende. Jadi tampaknya Bung Karno tidak kesepian di pengasingan (Baca: Merenungi Pancasila).



Perabot yang digunakan Bung Karno juga sebagian besar merupakan pemberian para pengikutnya di Ende. Seperti perabot kursi dan meja tamu pemberian dari Alm.H.M.H.Rotta. Tempat tidur besi berkelambu pemberian H.Achmad Ambuwaru dan Ruslan Ultuh. Lemari pakaian pemberian Hj.Siti Mahani Sarimin, dan penggantung pakaian dari Benyamin Haji Daud.

Yang menurut saya koleksi paling menarik di museum ini adalah 2 buah tongkat kayu milik Bung Karno. Tongkat dengan gagang polos digunakan Bung Karno saat pergi keluar kota. Sedangkan satu lagi, gagang tongkat berukiran monyet. Tongkat ini khusus dipakai Bung Karno bila harus menemui pejabat pemerintah Hindia Belanda. Ini salah satu cara menghina yang terselubung ha... ha... ha... ha....



Nah, kalau kalian penasaran dengan bentuknya. Datanglah ke Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende. Biar tambah besar rasa cinta pada sejarah bangsa ini. █



Rumah Pengasingan Bung Karno

Jl.Perwira, Ende

Jam buka: 08.00 - 16.00 WITA

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment