Kekayaan Rempah di Negeri Lonthoir
Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2014-10-28
Kepulauan Banda terletak di laut Banda, Maluku Tengah. Saking kecilnya kepulauan ini sehingga jarang 'tampak' di atlas Indonesia. Padahal, buah pala yang dihasilkan di sana, merupakan salah satu kekayaan rempah Nusantara yang memengaruhi sejarah dunia.
Perahu adalah transportasi paling umum untuk menyeberang dari Banda Neira menuju negeri Lonthoir, sebuah desa tertua di Banda Besar. Dari dermaga, dimulailah perjalanan berjalan kaki menuju perkebunan pala. Melewati perkampungan, menapaki tiga-ratusan anak tangga. Saat langkah kaki mulai terasa berat, dua buah parigi yang diangggap keramat oleh masyarakat setempat menjadi tempat istirahat sesaat, sebelum meneruskan perjalanan menanjak masuk hutan, dan menyusuri jalan setapak.
Sebuah bangunan bekas gudang pengasapan pala peninggalan Belanda masih berdiri. Dindingnya tampak masih kokoh, namun sebagian atapnya sudah roboh. Bangunan seperti ini dulu ada di setiap perkenier (perkebunan) di seluruh pulau. Merupakan tempat yang tak pernah sepi dari lalu-lalang buruh-buruh perkebunan yang mengangkut berkarung-karung buah pala.
Di atas bukit terdapat pohon-pohon kenari raksasa, ratusan tahun usianya. Tak banyak orang yang berani memanjat pohon yang menjulang tinggi itu, mereka lebih memilih memunguti buah-buah kenari yang jatuh dan tergeletak di tanah, di antara rumput dan dedaunan.
Terlindung di bawah naungan pohon-pohon kenari raksasa, ratusan pohon pala tumbuh subur di sekitarnya. Buah-buahnya dibiarkan bergelantungan di ujung batang, tak dipanen hingga daging buah mulai merekah, tanda buah benar-benar sudah matang. Sebuah kearifan lokal untuk menjaga mutu dan kualitas biji pala.
Seorang mama ‐sebutan untuk ibu-ibu di daerah Maluku‐ duduk di bawah pohon, dengan sebuah pisau di tangan. Cepat dan cekatan membelah satu persatu buah pala yang menggunung di hadapannya.
Dia sodorkannya buah yang baru dibelah, menebarkan aroma yang segar. Di dalam daging buah yang berwarna putih tampak biji palaberwarna hitam, berbalut kulit tipis berwarna merah menyala. Daging buah pala biasanya dibuat manisan, sirup, atau selai dengan aroma harum dan cita rasa asamnya yang khas. Biji pala yang sudah dikeringkan, dihaluskan untuk digunakan sebagai bumbu masak dan minyak astiri. Sementara bunga pala yang disebut fuli atau mace, selain dijadikan bumbu masak, juga dijadikan bahan pembuatan kosmetik.
Betapa mengagumkannya buah ini, pantas saja jadi incaran bangsa-bangsa Eropa. Mengundang kapal-kapal dagang Spanyol, Portugis, dan Inggris rela mengarungi samudera untuk bersandar di dermaga, membawa emas dan kain sutra untuk ditukar dengan buah pala.
Lalu Belanda datang dengan ketamakan yang luar biasa. Menebarkan bencana, demi menguasai perdagangan rempah di Nusantara. Empat puluh orang kaya (bangsawan) Banda dihukum penggal kepala karena dianggap membangkang, menolak hak monopoli perdagangan Belanda. Tak berhenti sampai di situ, ribuan rakyat Banda pun dibantai, dimusnahbinasakan hampir tak bersisa. Tertular penyakit mematikan, itu kabar yang disebarkan oleh Jan Pieter Zoon Coen pada dunia.
Sebagai penggantinya, didatangkanlah buruh-buruh kontrak dari pulau Buton dan Jawa ke Banda, untuk mengurus perkebunan pala. Yang diupah sangat rendah untuk kerja keras mereka. Padahal di Eropa, dengan sekarung buah pala para bangsawan bisa membeli sebuah kastil megah dan hidup mewah berfoya-foya.
Ratusan tahun yang lalu, benteng Hollandia didirikan oleh Belanda di salah satu bukit negeri Lonthior. Benteng pertahanan yang siap menembakkan peluru meriam untuk menghadang dan menenggelamkan kapal-kapal Inggris yang menjadi musuh bebuyutan kala itu, kini tinggal selapis dinding bentengnya yang tersisa.
Dari pinggir tebing bekas bangunan benteng, tampak pemandangan Gunung Api yang menjulang indah di tengah laut Banda, bentangan perkebunan pala, dan perkampungan yang makmur. Inilah negeri Lonthoir, bagian Gemah Rempah Mahakarya Indonesia, kekayaan negeri yang harus terus dijaga dan seulas sejarah yang patut diingat anak bangsa sepanjang masa.
Catatan:
Tulisan ini saya kirimkan untuk mengikuti 'blog writing competition' Mahakarya Indonesia 2014 dan berhasil menjadi satu dari 4 pemenang, dan menjadi salah satu dari dua pemenang yang mendapatkan hadiah Perjalanan Budaya ke Ternate
Comments
No comments yet. Be the first to comment!
Leave a Comment