Jalan-jalan, Belanja & Makan Kenyang di Balikpapan
Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2014-06-19
Teman jalan yang seru itu kalau semua kesusahan dibuat senang-senang. Di kota dengan biaya hidup termahal se-Indonesia, Terry Endropoetro @negeriID dan Eureka Sari @Eurekaditdot harus mengirit-irit uang. Caranya? Naik taksi ‐sebutan setempat untuk angkutan kota‐ dan jalan kaki.
Kami penasaran ingin melihat penangkaran buaya yang terletak 25 km dari pusat kota Balikpapan. Seberapa lama perjalanan ke sana? Pokoknya kalau ngobrol sama sopir angkot bisa sampai tahu cerita tentang sanak-saudaranya ha... ha... ha...
Kami diturunkan di sebuah pertigaan. Ada papan besar sebagai petunjuk bahwa kami berada di tempat yang dituju, walaupun kami harus berjalan kaki lagi sekitar 300 meter lagi untuk menuju penangkaran.
Penangkaran buaya ini berupa bangunan terbuka dengan pagar-pagar tembok tinggi, beberapa pintu dari kayu tertutup rapat. Sebuah pintu yang sengaja dibuka bagi pengunjung.
Di dalamnya ada sebuah lorong dikelilingi pagar-pagar tembok tinggi. Di kanan dan kiri ada beberapa pintu kayu bergembok besi. Setiap pintu di balik pagar tembok tinggi itulah puluhan buaya-buaya dikelompokkan dalam kandang-kandang, dibedakan sesuai umur.
Tangan saya memegang bagian atas pintu kayu, dengan menjinjitkan kaki saya bisa mengintip belasan ekor buaya sedang tidur berjemur belasan lainya merendam badan di kolam. "Tangan jangan pegang pintu," kata seorang pekerja, "Nanti disambar buaya." Uuups!
Seorang pekerja membuka pintu kayu di ujung lorong yang terlihat paling kokoh. Seorang lagi mendorong kereta sorong berisi puluhan ayam (mati) ‐dalam seminggu paling tidak 2 ton ayam mati disediakan untuk makanan buaya-buaya di sini. Kami diperbolehkan melongok ke dalam, melihat mereka memberi makan buaya. Asal... tetap waspada.
Bagian dalamnya seperti hutan. Pohon-pohonnya besar-besar dengan sungai buatan yang keruh menyerupai rawa. Saya berjingkat tak mau jauh-jauh dari pintu. Sang pawang mengeluarkan suara semacam siulan yang agak aneh. Lalu beberapa kepala buaya bermunculan dari dalam sungai, seekor buaya besar tahu-tahu muncul dari balik pohon, dan seekor lainnya merayap di ujung jembatan. Buaya-buaya ini berebutan menangkap ayam yang dilemparkan, mengatupkan mulut mereka dengan suara keras, hadeuuuh... dengkul saya langsung lemas.
Buaya-buaya ini disebut buaya indukan, usianya sudah 40-50 tahun. Besarnya dua kali badan lelaki dewasa, panjangnya rata-rata 6 meter. Penangkaran ini memiliki 400 ekor buaya indukan yang ditempatkan di beberapa kolam berbeda.
Sementara setiap setahun sekali sekitar 4.000 buaya berumur 4-5 tahun dipotong. Kulitnya diekspor, tangkurnya dijual karena ramuannya dipercaya sebagai obat kuat, empedu buaya dicari orang untuk obat, taringnya dijadikan bandul kalung, dan dagingnya dikonsumsi. Di tempat ini pun ada warung makan yang menyediakan sate buaya, tapi kami tak sempat menyicipinya karena hanya buka pada hari Minggu. Olahannya pasti sedap, walaupun agak susah menelannya tanpa harus membayangkan darimana daging itu berasal.
Sesaat sebelum meninggalkan penangkaran, seorang pawang menawarkan bila kami ingin berfoto dengan anak buaya yang diletakkan di atas bangku panjang. Saya menolak, walaupun cuma anak buaya yang mulutnya diikat tali rafia biar tak menggigit, yaaa... tetap saja buaya.
PANTAI LAMARU
Karena berada di teluk, pesisir sungai, muara, dan laut, kota Balikpapan memiliki banyak pantai. Pantai Lamaru dan pantai Manggar adalah dua pantai yang terletak agak jauh di pinggir kota Balikpapan. Merupakan pantai landai tempat wisatawan lokal datang bersantai-santai.
Jajaran cemara laut tumbuh berjajar mengantar kami berjalan masuk menuju pantai Lamaru, berpasir putih dengan garis pantai yang cukup panjang. Bila ditelusuri pantai akhirnya menyambung juga dengan pantai Manggar.
Ban pelampung ditumpuk rapi, karena siang itu air laut sedang surut jauh, anak-anak kecil lebih memilih bermain pasir karena tak ada ombak yang mengejar.Belasan penjual layang-layang mengikatkan benang pada batang bambu dan membiarkan layang-layang berkibaran tertiup angin.
Banyak wisatawan lokal yang menyewa tikar lalu duduk membuka bekal, sayangnya mereka menyebar dan meninggalkan sampah bekas makanannya dimana-mana. Kalau tak membawa bekal, tak perlu takut kelaparan, karena banyak kios penjual makanan yang tertata rapi di sebuah bangunan semi terbuka. Di tempat ini pun tersedia fasilitas toilet dan kamar mandi yang bersih. Gratis!
Ada pula penyewaan mobil mini (mobil golf tepatnya) bagi pengunjung. Tadinya kami ingin menyewa untuk menyusuri pantai, tapi ternyata mobil tersebut hanya boleh dikendarai di jalur rata yang sudah tersedia. Yaaah, nggak jadi, deh...
PANTAI LAMARU
Bila tak mau jauh-jauh keluar kota, pantai Kemala bisa jadi pilihan lainnya. Pantai ini tampak 'lebih berkelas' dengan deretan cafe. Pengunjung dapat memesan minuman dan makanan, duduk mengobrol di bangku-bangku kayu sambil menikmati semilir angin laut.
PANTAI MELAWAI
Sementara pantai Melawai terletak di antara pantai Kemala dan pelabuhan Semayang, tak jauh dari komplek kilang minyak Pertamina. Sepanjang trotoar di pinggir pantai akan mendadak ramai menjelang sore hari, dipenuhi penjual makanan ringan dan minuman kaki lima lengkap dengan meja dan kursi-kursi plastik. Dalam sekejap, trotoar berubah menjadi cafe terbuka.
Seru juga duduk-duduk di pagar batu, melihat kapal-kapal ferri melintas, menenguk minuman botolan dingin sambil menunggu matahari menghilang di balik bukit hingga gelap datang. Mau di 'pantai eksklusif' atau 'pantai kaki lima', toh yang dilihat tetap matahari yang sama ha... ha... ha...
KOTA MINYAK
Pada 1897 ditemukan sumur minyak pertama di kota Balikpapan oleh Belanda. Sejak saat itulah kota ini ramai pendatang dan menjadi sangat penting sebagai penyedia bahan bakar minyak.
Pada perang Pasifik, Balikpapan sempat dikuasi tentara Jepang. Daerah strategis sebagai 'batu loncatan' tempat pengisian bahan bakar sebelum menyerang pulau Jawa. Perang pun tak terhindarkan saat sekutu kembali merebut kota ini dari pendudukan Jepang. Di pantai Lamaru masih tersisa runtuhan tembok benteng Jepang, di pantai Manggar ada sebuah pemakaman tentara-teran Jepang. Sementara di dekat lapangan Merdeka (tak jauh dari pantai Kemala) di pusat kota Balikpapan ada Tugu Australia, untuk mengenang 270 tentara Australia gugur di perang itu.
Dan setiap tanggal 25 April ‐tepat pada perayaan Australian and New Zealand Army Corps (ANZAC Day)‐, selalu diadakan upacara penghormatan di sekitar tugu. Dihadiri perwakilan Kedubes Australia di Jakarta, warga Australia di Balikpapan, hingga veteran perang dari Austrlia yang khusus datang untuk menggali kenangan.
TERGODA CINDERA MATA
Nama tempatnya pasar Kebun Sayur, dahulu pasar ini memang menjual sayur, sampai suatu kali mengalami kebakaran besar, lalu pasar ini dibangun ulang dan dijadikan pasar khusus kerajinan dan cindera mata. Suasana pasar semi terbuka ini sangat nyaman, bersih dengan letak kios-kios yang teratur pengunjung tak perlu berdesak-desakan.
Pada jam 09.00 pagi satu persatu kios mulai memajang semua dagangannya. Kalung dan gelang dari manik-manik hingga batu Dayak (batu yang dilukis apik). Manik-manik warna-warnipun dirangkai dan dijahit menjadi tas cantik, dompet, tempat tissue, hingga hiasan peci. Sarung Samarinda, kain sasirangan, kemeja dengan motif Dayak dipajang rapi di hampir setiap kios. Beragam jenis batu mulia seperti batu akik, kecubung, sair, delima, zamrud, hingga berlian yang dijual masih dalam bentuk bijian maupun sudah dibentuk perhiasan.
Banyak sekali kerajinan tangan khas suku Dayak, seperti tenun, gelang akar. Tas anyaman dari rotan digantung berurut dari ukuran kecil sampai yang besar. Gulungan-gulungan tikar lampit disusun berkelompok sesuai ukuran masing-masing. Mandau (senjata suku Dayak) dan tameng berukir dipajang berjajar di dinding sebuah kios. Seraung atau topi caping yang cantik berbalut kain warna-warni di pinggirannya tampak meriah bergelantungan. Baju adat sampai baju dari kulit kayu pun ada.
Kalau Anda melihat sebuah keranjang rotan berbentuk seperti tabung dihiasi manik-manik di sisi depan, ternyata adalah sebuah gendongan bayi. Bayi akan dimasukkan dalam keranjang, keranjang yang diletakkan di punggung seperti ransel. Bayi pun akan tetap tenang walaupun ibunya sibuk berladang, keluar-masuk hutan.
PERUT KENYANG, HATI SENANG
Masih di salah satu pojokan pasar Kebun Sayur ada sebuah warung makan yang panggangannya tak berhenti mengepulkan asap dari pagi hingga sore hari. RM Haur Gading dikenal dengan ikan patin bakarnya. Mau bagian buntut, badan, atau kepala ikan semua potongan sama besar, sama-sama banyak dagingnya. Pepes ikan patin dibungkus daun pisang berjajar di atas panggangan dengan bara api yang terus menyala. Rasanya gurih dan sedap. Udang galah bakarnya juga mengundang selera, tapi harga seekornya cukup mahal tak sesuai dengan isi dompet kami.
Daftar wajib mampir lainnya adalah Warung Kopi Nam Min, adalah salah satu warung kopi tertua di Balikpapan. Letaknya tak jauh pasar kebun Sayur. Selain kopi panas, es kopi, dan es kopi susu, roti bakar selai srikaya juga disukai. Bolu gulung, kue sus, dan beragam kue terpajang di lemari kaca. Rasanya rela berjam-jam duduk ngobrol di sana sambil menunggu-nunggu apa lagi yang keluar dari pintu dapur selain roti tawar manis, roti isi cokelat, roti pandan yang berbau harum, masih hangat baru dipanggang. Sedapnyaaa!
Kalau penasaran mencoba makanan asli Dayak, bisa menyicipi sup ubi, di Kedai Kopi Tiam Bong, komplek Balikpapan Baru (depan sekolah Ipeka). Cita rasa kuahnya seperti soto, isiannya adalah ubi, wortel, dan ceker ayam. Buat iseng-iseng kami memesan tahu mercon yang katanya merupakan menu favorit pengunjung kedai ini. Busyeeet! Rasa pedasnya sampai ubun-ubun.
Kedai Mantaw-Bakpau Canton, terletak di pinggir Jendral Sudirman, di pusat kota. Roti mantaw dengan beragam pilihan isian mulai daging, kacang hijau, sampai ubi. Pesan juga mantaw goreng, roti mungil berbentuk bulat berwarna cokelat mulus, bila digigit... kresss! Lembut dan manis di bagian dalamnya. Jangan lupa cicipi es sari kacang hijau yang segar.
Mudah mencari boga bahari atau makanan laut atau hidangan laut di Balikpapan. Tapi, olahan kepiting tetap juaranya. Restoran atau rumah makan yang menjual kepiting olahan banyak terdapat di sepanjang jalan menuju Bandara Sepinggan. RM Torani dan Dandito, dua tempat berbeda yang kami datangi. Kepiting lada hitam atau kepiting saos padang adalah menu yang paling digemari. Kepiting olahan ini pun bisa dikemas untuk oleh-oleh, asal dipesan sehari atau beberapa jam sebelumnya.
Comments
No comments yet. Be the first to comment!
Leave a Comment