Menjaga Pusaka Nusantara

Category: Segala Rupa • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2016-09-16

Agak gemas sebenarnya setiap kali harus menggunakan kata 'heritage' dalam kalimat berbahasa Indonesia. Apakah tak ada kata pengganti yang tepat dalam bahasa kita?



Ada! Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, heritage adalah PUSAKA, kebudayaan yang kami/kita warisi. Diwariskan dari generasi masa lalu, dipertahankan di masa sekarang, dan diperuntukkan generasi mendatang.



Seakan kata ini terlupakan karena jarang digunakan. Padahal tidak satu-dua kali kita menyanyikan lagu Indonesia Pusaka ciptaan Ismail Marzuki,

"Indonesia tanah air beta

Pusaka abadi nan jaya

Indonesia sejak dulu kala

Tetap dipuja-puja bangsa...."



Lagu yang seharusnya membuka mata kita akan rasa bangga dilahirkan sebagai bangsa Indonesia. Negara yang luar biasa luasnya memiliki 3 zona waktu dan 17.000 pulau, menjadikannya sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Garis pantainya saja sepanjang 33.999 kilometer. Satu-satunya negara yang memiliki 147 gunung berapi dan 5.000 aliran sungai.



Hutan seluas 88 juta hektar menjadikan Indonesia negara ke-3 di dunia yang memiliki hutan tropis, tempat hidupnya 1.604 spesies burung dan 30.000 spesies tanaman. Karena kesuburan tanahnya, tanaman kopi pun tumbuh subur dan biji kopi yang dihasilkan sebanyak 600.000 ton per tahun.



Walaupun dengan 230 juta jiwa, Indonesia menjadi negara keempat di dunia dengan populasi penduduk terbanyak. Tapi kita boleh bangga, karena tak ada negara lain yang memiliki 300 suku etnik dengan 700 bahasa daerah. Takjub, ya!



Sedemikian kayanya negara kita, sekarang bingung pula menentukan apa dan mana yang dijadikan pusaka Nusantara. Pusaka yang bagaimana? Pusaka sendiri dibagi berdasarkan beberapa kriteria. Dibedakan dalam bentuk, tempat, ruang, dan waktu.



PUSAKA ALAM

Keanekaragaman kekayaan hayati, termasuk flora, fauna, dan tipe ekosistemnya yang memiliki sesuatu yang khas:

Taman Nasional Ujung Kulon (Jawa Barat), Hutan Tropis di Sumatera, Taman Nasional Komodo (Flores), Taman Nasional Betung Kerihun (Kalimantan Barat), Gua Prasejarah Maros (Sulawesi Selatan), Taman Nasional Takabonerate (Sulawesi Selatan), Taman Nasional Wakatobi (Sulawesi Tenggara), danau Toba (Sumatera Utara), Taman Nasional Lorentz (Papua), Taman Nasional Raja Ampat (Papua Barat), dan masih banyak lagi.




PUSAKA BUDAYA RAGAWI (BENDA)

Berupa hasil karya cipta dan karsa yang istimewa, berbentuk benda atau bangunan bersejarah yang harus dilestarikan:

Candi Borobudur (Jawa Tengah), Candi Prambanan (Yogyakarta), Candi Trowulan (Jawa Timur), Candi Muaro Takus (Riau), Candi Muaro Jambi (Jambi), rumah tradisional Bawomataluo (Nias), rumah Toraja (Sulawesi Selatan). Coba, apalagi menurutmu?




PUSAKA BUDAYA TAK RAGAWI (NON-BENDA)

Pusaka ini mengacu pada tradisi, cita rasa, atau ekspresi hidup yang diwariskan dari nenek moyang dan diteruskan, seperti tradisi lisan, seni pertunjukan, dan ritual:

Musik angklung (Jawa Barat), musik keroncong (Jakarta), Reog Ponorog (Jawa Timur), Tari Randai (Aceh), Tari Piring (Sumatera Barat), Pencak Silat (Sumatera Barat), musik Sasando (Timor). Begitu juga proses memasak bakar batu (Papua), gudeg (Yogyakarta), nasi liwet (Solo), dan masih banyak lagi.




PUSAKA SAUJANA

Pusaka ini merupakan gabungan antara alam dan budaya, serta ada campur tangan manusia di dalam prosesnya:

Sistem subak yang merupakan salah satu teknologi pengairan persawahan di Jatiluwih (Bali), kehidupan masyarakat kampung adat dan siste pembangunan rumah adat di Waerebo (Flores), juga sejarah perairan dan kepulauan Banda Neira (Maluku).




PUSAKA KOTA

Sebenarnya pusaka ini bisa digolongkan sebagai pusaka budaya ragawi. Tapi karena cukup spesifik dan mudah diidentifikasi, jadilah banyak orang menyebutnya pusaka kota:

Kawasan kota tua di Jakarta dan Semarang, Braga di Bandung, dan gedung-gedung tua di Medan dan Surabaya, dan bangunan-bangunan bersejarah yang biasanya masih tersisa di kota-kota lama.




Tak bisa dipungkiri, di Indonesia banyak pusaka yang telah tercemar, rusak, hancur karena usia atau bencana alam, hilang dicuri, atau diperjualbelikan akibat ketidaktahuan, ketidakpedulian, dan kurangnya pahaman masyarakat terhadap budaya. Pusaka-pusaka yang ada sering terabaikan karena ketidakmampuan mengurusnya. Misalnya saja, rumah-rumah panggung dari kayu di beberapa kawasan pesisir sungai Musi (yang rencananya) akan dihancurkan karena dianggap tidak layak keberadaannya di kawasan kota modern. Dan akan diganti dengan bangunan berbahan dasar semen dan batu bata. Dengan dalih modernisasi kearifan lokal pun dilupakan, padahal rumah-rumah panggunglah yang akan selamat saat musim hujan tiba dan air sungai pasang.



IKUT ANDIL MENYELAMATKAN PUSAKA

Bagaimana caranya? Mulailah peduli dengan keberadaan pusaka-pusaka Nusantara yang kita miliki. Ikut menjaga keberadaannya, tidak merusak, atau menyelamatan pusaka yang terancam kerusakan, kehancuran, atau nyaris punah. Dengan apa? Melalui media sosial. Dengan kita berfoto lalu menyebarkannya melalui twitter, facebook, instagram, dan lainnya, paling tidak informasi akan tersampaikan. Secara tidak langsung kita bisa membagi cerita, pengalaman, dan pengetahuan pada orang lain. Sekaligus menarik perhatian pihak pemerintah yang berwenang atau profesional di bidang pelestarian.



Jangan pernah menganggap kita ini hanya orang biasa dan tak perlu ambil pusing soal pusaka Nusantara, karena sudah ada pihak berwenang yang mengelola pelestariannya. Pusaka itu warisan kekayaan bangsa. Kalau kita tak peduli dengan keberadaannya, lalu generasi mendatang akan dapat apa? █



Sumber: Badan Pelestarian Pusaka Indonesia

Foto: Negeri {Kita} Sendiri, www.pixabay.com

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment