#PilihanGue: Setia pada Bhinneka Tunggal Ika
Category: Segala Rupa • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2016-08-14
Seorang lelaki setengah baya mengisi gelas di hadapan saya dengan sopi, minuman beralkohol terbuat dari buah enau yang disuling secara tradisional. Setiap melihat gelas saya kosong, dia bergegas mengisinya lagi. Begitu terus selama acara makan malam bersama kepala adat suku Sahu di Jailolo (Halmahera) berlangsung.
Beberapa tahun belakangan ini muncul kelompok-kelompok yang mengusung wacana merancang undang-undang anti minuman beralkohol, termasuk semua minuman tradisional berfermentasi. Tampaknya mereka lupa bahwa minuman tradisional adalah bagian dari budaya nenek moyang yang sudah dikonsumsi ratusan tahun lalu. Tak peduli pula bahwa pelarangan 'pukul rata' semacam itu akan menghapus tradisi menjamu dan menghormati para tamu serta hubungan pengikat spiritual dengan roh leluhur.
DEKLARASI ALIANSI KEBHINNEKAAN
Terkadang segala sesuatu yang berkaitan dengan agama langsung dikaitkan dengan imbalan surga dan neraka. Tapi banyak orang lupa bahwa dalam prosesnya setiap agama mengajarkan bagaimana menghargai perbedaan, tolong menolong, dan saling berbagi kasih antar sesama makhluk hidup.
Pro-kontra minuman beralkohol hanya satu hal dari banyaknya intoleransi, perbedaan 'yang dipermasalahkan'. Belum lagi soal kesukuan, etnis, agama, kepercayaan, dan keyakinan.
Entah mengapa banyak kelompok yang mengabaikan kenyataan bahwa 71 tahun yang lalu, Indonesia menjadi negara merdeka disepakati oleh banyak suku. Negara yang dibangun dengan kekayaan budaya, kekuatan besar yang dilandasi dengan toleransi dan saling menghormati. Jadi mengapa sekarang keragaman hendak diubah menjadi penyeragaman? Jangan-jangan kalau ditanya, mungkin mereka juga tak bisa menjawab apa arti tulisan Bhinneka Tunggal Ika yang terbentang di antara kedua kaki Burung Garuda.
Jangan heran kalau ada pertunjukan kesenian tiba-tiba batal digelar karena ditentang organisasi masyarakat. Dengan dalih merusak moral bangsa, kostum semi terbuka dalam pertunjukan pun dianggap sebagai sebuah pornoaksi. Hal-hal seperti ini sebenarnya menimbulkan kegelisahan pada banyak orang, khawatir bahwa kebebasan berbudaya perlahan akan terkikis habis. Ditentang oleh sekelompok orang yang 'baru melek' kekuasaan namun menutup mata pada proses terbentuknya kebudayaan bangsa sendiri. Sayangnya, masyarakat lebih memilih bersikap apatis. Bukan karena tak peduli terkikisnya budaya dan tradisi, tapi lebih kepada keputusasaan tak tahu haus berbuat apa bila harus berhadapan dengan para penguasa.
Karena kekhawatiran inlay maka Rudolf Dethu dan teman-teman dari Forum Muda Berbuat dan Bertanggung-jawab menggagas Deklarasi Aliansi Kebhinnekaan. Sebuah deklarasi yang semua penandatangannya memiliki pemikiran yang sama, bahwa kemajemukan harus bisa diterima bersama, tanpa adanya perbedaan.
Forum Muda Berbuat dan Bertanggungjawab, Liberty Studies, Feeedom Society, Solidaritas Perempuan, Perempuan Berbagi, SETARA Institute, Students for Liberty, Indonesia Millenials Forum, Perspektif, FNF, Suara Kebebasan, LBH Jakarta, SGRC, PSHK, Sejuk, AMAN, Formaci, Kohati Cabang Ciputat, Indo Libertarian, Komunitas Masyarakat Anti Oplosan, Forum Ide, Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Forum Petani, dan Produsen Minuman Berfermentasi Indonesia, merupakan 23 LSM dan forum lintas komunitas yang akan saling bergandengan tangan untuk menciptakan Indonesia yang lebih inklusif, agar generasi muda peduli pada kekayaan budaya Indonesia, tak melupakan jari diri bangsa, mempertahankan keragamannya, menghargai perbedaannya. Termasuk berpikir kritis tentang kebebasan berekspresi, berteriak lantang, dan belajar menetapkan pilihan, agar tak mudah dipengaruhi hal-hal yang tak sesuai hati nurani.
DISKUSI & APRESIASI SENI
Tak hanya berhenti usai panandatanganan, Deklarasi Aliansi Kebhinnekaan pun akan 'dilayangkan' kepada para wakil rakyat. Pada medio Agustus 2016 lalu, Forum Muda Berbuat dan Bertanggung-jawab, Liberty Studies, dan Freedom Society menggelar acara Gema Bhinneka Merdeka.
Diskusi yang menghadirkan Rocky Gerung, seorang dosen filsafat yang berbicara tentang kebebasan pun digelar. Arman Dhanny, Ulil Abshar Abdara, Rofi Udarojat, Robi (Navicula), Romi Jahat (Marjinal) sampai perwakilan dari LBH kritis memberikan pendapat. Mulai soal kebebasan, kebhinnekaan, toleransi beragama, alkohol, makanan halal dan haram, budaya tato, sampai LGBT pun dibahas.
Grup musik Navicula dan Marjinal khusus tampil di acara itu sebagai bentuk dukungan terhadap deklarasi yang dibuat. Syair-syair yang menyentil kehidupan sosial masyarakat diiringi irama rock dan punk yang menggebu langsung menggetarkan panggung.
Lega rasanya mengetahui banyak orang yang menghargai Bhinneka Tunggal Ika, agar aman dan damai seluruh bumi Indonesia. Bukan damai dalam diam, tapi melakukan sesuatu yang positif, yang bisa menggerakkan hati orang lain agar bangsa ini menjadi lebih baik lagi. Seperti karya-karya desain #iklanmoraluntukbangsa yang saya buat ini. Langkah nyata yang saya lakukan, karena ini #PILIHANGUE! █
Comments
No comments yet. Be the first to comment!
Leave a Comment