Gurihnya Uta Dada

Category: Icip-icip Kuliner • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2016-07-11

Awalnya saya mengira, makanan ini merupakan olahan khusus potongan dada ayam. Ternyata, uta berarti kuah, dada berarti santan. Salah satu makanan khas suku Kaili, suku terbesar di Sulawesi Tengah.



Potongan daging ayam dimasak dengan bumbu dari bawang merah, bawang putih, cabai rawit, kunyit, dan jahe. Dalam resep aslinya uta dada tidak menggunakan bawang putih, tapi banyak orang yang menggunakannya sebagai penguat rasa.



Daging yang digunakan untuk hidangan uta dada biasanya ayam kampung, sapi, atau ikan. Bila menggunakan daging ayam dan daging sapi, air asam jawa dan serai dimasukkan dalam bumbu santan. Sementara bila menggunakan daging ikan, menggunakan tomat dan tanpa serai.



Rumah makan yang saya datangi hanya menyediakan uta dada dari daging ayam. Cara memasaknya sangat unik, potongan daging ditusukkan pada sebatang lidi, lalu direbus dalam bumbu. Setiap lidi ditusukkan 15-20 potong daging. Bagian dada ditusukkan pada satu lidi, begitu juga paha, sayap, ati-ampela. Ternyata, cara ini memudahkan saat pembeli meminta bagian daging tertentu untuk disantap.






Semangkuk uta dada sudah diletakkan di atas meja. Potongan daging yang saya pesan adalah dada ayam. Tampilannya seperti opor berkuah yang lebih kental denganaroma kelapa yang wangi. Cita rasanya bumbu yang tajam dan gurih. Di piring lain tersaji daging ayam berbumbu dan bercita rasa agak pedas. Disantap dengan ketupat, hmmm... sedap betul dan dijamin kenyang!



Di kota Palu, RM Uta Dada Puncak Padanjese adalah rumah makan paling terkenal dan khusus menyajikan uta dada. Terletak di atas bukit, dari rumah makan dengan bangunan semi terbuka. Kalau ke sana sebaiknya pada malam hari, karena pemandangan gemerlap lampu kota Palu terhampar luas di bawah.





RM Uta Dada Puncak Padanjese

Jl. Uwenumpu No.62, Palu

Telepon: 0853 9798 6556

Jam buka: 10.00 ‐ 22.00



──────────────────


Tulisan ini merupakan pengalaman selama Ekspedisi Warisan Kuliner (wilayah Maluku Utara dan Sulawesi) bersama Rainer Octovianus dan Arie Parikesit (Kelana Rasa), disponsori oleh Kecap Bango.

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment