Dijual! Negeri Sendiri

Category: Segala Rupa • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2014-02-11

Saya tidak berani ngobrol serius soal desain komunikasi visual. Sudah banyak ahlinya di sini dan sudah jelas saya kalah ilmu. Sebagai jebolan DKV, yang akhirnya salah menentukan arah hidup, menjadi tour operator... ha... ha... ha... Sedikit melirik disain komunikasi visual dari kacamata orang awam, sebagai pelaku wisata saya menemukan hal-hal aneh, yang lucu, yang bahkan mengganggu tapi tetap menyenangkan, selama perjalanan yang saya lakukan di negeri ini, Indonesia.



SATU - PETA ITU PENTING!

Walau zaman sekolah dahulu saya tergolong anak dengan kepandaian standar, tapi keahlian saya membaca peta di pelajaran geografi cukup jadi andalan saat melakukan perjalanan, terlebih saat harus menjadi solo traveler.


Peta adalah hal penting untuk menunjukkan arah. Ada peraturannya bahwa arah utara harus berada di bagian atas gambar, kalau perlu ditambahkan jarum mata angin bertuliskan U. Ada tanda-tanda khusus untuk menggambarkan sungai, jalan raya, rel kereta api, gunung, juga danau. Sementara untuk peta kota, ada perbedaan antara jalanan utama dan jalanan yang lebih kecil, simbol bandara, rumah sakit, dan banyak hal lagi yang menggunakan simbol internasional, yang memudahkan siapa pun dapat dengan mudah membacanya.


Bukannya sok ahli soal peta. Tapi kesenangan membaca peta itu berefek buruk bila menerima undangan pernikahan. Walau disertai dengan peta lokasi, terkadang saya kesulitan menemukan lokasinya. "Ini siapa sih, yang bikin undangan?" itu kekesalan yang selalu terlontar dari mulut saya.

Ini seharusnya termasuk tanggung jawab si pembuat desain undangan. Selain memikirkan indahnya desain, nama pengantin, nama keluarga, tanggal, dan tempat acara, peta lokasi juga hal yang penting untuk diperhatikan. Tidak perlu menyertakan peta seluruh kota, tapi paling tidak menggambarkan lokasi yang paling mudah dipahami oleh orang awam.

Gambarkan jalan dan persimpangan dengan jelas. Sertakan pula tempat-tempat yang mudah dikenali sebagai petunjuk, misal: pompa bensin, pasar swalayan, tempat ibadah, sekolah, jembatan, atau tempat-tempat lain yang mudah dilihat dan dikenali.

Petunjuk kecil ini sering dilupakan, oleh si pembuat undangan yang biasanya menggampangkan peta lokasi. Mereka anggap semua orang yang diundang paham dengan lokasi tersebut.

Walau zaman kuliah keahlian gambar saya pas-pasan, tapi kalau soal menggambar peta untuk menunjukkan suatu tempat, dipastikan 9 dari 10 orang tidak mungkin tersesat. Nah, yang 1 itu memang mau cari jalan sendiri. Ha... ha... ha...


Pengalaman seru sempat saya alami saat mencari lokasi gua Howang, di Kepulauan Kei, Maluku Tenggara. Tidak ada papan penunjuk arah sepanjang jalan dari kota Langgur ke daerah-daerah pelosok. Dengan ilmu kira-kira membaca peta, kiranya saya sudah mendekati lokasinya. Namun, tak juga tampak petunjuk arah secuil pun.

Ketika bertemu dengan anak-anak kecil yang sedang bermain di halaman sebuah rumah, dengan bersemangat mereka menjelaskan: "Nanti tante jalan luruuus sa ke sana, sampai ada pohon mangga belok kiri. Itu su dekat sama gua." Ternyata, jalan lurus yang saya lalui sepanjang 4 kilometer dengan pohon besar-besar di kanan-kiri jalan, sepanjang itulah saya menebak-nebak yang mana pohon mangga...





DUA - PROMOSI LEWAT BROSUR

Masih di kepulauan Kei, Maluku Tenggara. Saya sempat mampir ke kantor Dinas Departemen Pariwisata kota Tual. Walaupun sudah mengumpulkan info wisata dari internet dan buku-buku, saya harapkan ada tambahan info praktis perjalanan selama di sana.

Saya berhasil mendapatkan selembar peta wisata kepulauan Kei, dengan 23 titik tempat wisata, yang masing-masing diberi nama tanpa ada penjelasan apa keunggulan dan daya tarik masing-masing tempat tersebut. Di sertakan pula brosur-brosur yang entah dicetak tahun berapa, dengan foto-foto dan format desain ala kadarnya. Ini ibarat ber-makeup lengkap, tapi lupa membubuhkan perona pipi.


Berbekal brosur yang minim informasi, saya lebih mengandalkan info dari petugas hotel, dan penduduk setempat untuk sampai ke tempat-tempat menarik. Benar saja, pemandangan yang saya dapatkan, indahnya luar biasa, jauh dari gambar di brosur wisata yang diberikan.


Di dalam brosur, Ngurbloat (Pantai Pasir Panjang) hanya disebutkan sebagai pantai wisata berpasir putih. yang panjangnya 8 kilometer. Hal paling menarik malah tidak disebut-sebut, bahwa pantai ini adalah salah satu pantai di dunia yang memiliki butiran pasir sehalus tepung.

Di brosur yang sama, keindahan desa adat pulau Tanibar Kei, ditampilkan dengan foto-foto yang di-expand seenak hati. Sedangkan wisata ziarah Bukit Masbait, yang menyerupai Bukit Golgota, tempat pelancong melakukan ziarah Jalan Salib pun, tidak dipromosikan.

Wisata kuliner tidak pula dibahas dalam brosur, padahal di sana merupakan surganya seafood. King lobster yang biasa disantap di sana paling kecil adalah seberat 8oo gram. Sementara pai susu buatan rumah yang enaknya luar biasa, dijual murah di etalase-etalase di pinggir jalan.

Sangat disayangkan, sebagai sebuah tempat wisata potensial, begitu banyak yang terlewat. Tidak dipikirkan konsep yang matang, brosur dibuat asal jadi, dan proses copy writing hanya membahas sekilas.


Jangankan kepulauan Kei yang jauh di Indonesia Timur sana. Hal yang lebih parah saya temukan di salah satu biro perjalanan di Jakarta. Penawaran paket perjalanan wisata Indonesia hanya berupa selembar kertas folio HVS berwarna yang dilipat 3.

Saya ambil, selembar yang berwarna merah jambu. WISATA MAKASSAR 3D/2N sebagai headline, di bagian kiri atas ada ilustrasi pantai dan pohon kelapa, di sebelah kanan tertera harga paket, dan beberapa baris tempat-tempat wisata yang dituju.

Kertas berwarna hijau bertuliskan WISATA LOMBOK. Sedangkan kertas berwarna biru untuk WISATA YOGYA KLASIK. Semuanya dengan font berwarna hitam khas hasil fotocopy-an.


Kok, ya tega-teganya menjual obyek wisata seindah Indonesia dengan promosi seperti itu? Jawabannya klise, kekurangan dana untuk mencetak materi berwarna. Dengan hanya hitam putih, pengeluaran pun jadi bisa ditekan dengan hanya mem-fotocopy materi yang ada.


Merupakan hak mereka, membuat materi promo dalam hitam putih atau berwarna, tapi apa memang sudah cukup puas dengan desain ala kadarnya seperti itu? Sudah sesuai hati nurani? Karena kalau saya sebagai pelanggan sih berat hati dan tak tertarik melirik yang begituan.

Apa tidak bisa diakali dengan bermain besar kecil font, penempatan, dan menggunakan info grafik, kalau pun tak mampu membayar mahal seorang desainer grafis profesional, ya bayarlah seorang mahasiswa DKV dengan tarif yang bisa lebih murah. Kalau masih dirasa mahal, ya minta teman atau saudara untuk membuatkan desain yang menarik. Duh, pelit banget sampai minta gratisan!





TIGA - FOTO MENARIK BIKIN TERTARIK

Di zaman internet dan sosial media seperti ini, membuat segala hal menjadi lebih mudah, termasuk tertarik mencuri foto milik orang lain. Foto-foto landscape, pemandangan gunung, dan tempat-tempat wisata Indonesia termasuk foto-foto yang jadi langganan pencurian sosial media.


Watermark yang sudah dibubuhkan sebagai hak kepemilikan hasil jepretan fotografer saja sering dihapus. Seperti kejadian yang menimpa Wahyu Widhi, seorang fotografer Landscape Indonesia sempat dibuat gemas, karena foto Danau Sentarum bidikannya tiba-tiba muncul di brosur wisata Pemda Kalimantan Barat dan sampai sekarang belum jelas pembayarannya.


Ada kalanya posisi desainer jadi terjepit di antara kemauan klien yang memaksa mengambil foto-foto dari internet, karena enggan membayar mahal. Seperti yang terjadi pada teman saya, yang dibuat kerja ekstra menyodorkan bukti bahwa fotonya sudah dicuri dan dipakai oleh asuransi ACA, tanpa izin. Walaupun akhirnya dia mendapat ganti rugi Rp100juta, tapi masalah tersebut cukup bikin sakit kepala.


Kasus yang sempat menghebohkan, adalah kasus pemenang lomba foto bertaraf internasional yang diselenggarakan oleh Samsung. Sebuah foto hitam putih yang menggambarkan seorang pengendara motor menembus kabut di tengah hutan, dikirim oleh seorang pengguna instagram berhasil menjadi pemenang utama. Usut punya usut ternyata foto tersebut dicuri dari koleksi Hengki Kuntjoro ‐seorang fotografer fine art kondang‐ di flip horizontal dan diberi filter. Setelah dilansir di Wall Street Journal, pihak Samsung pun membatalkan kemenangan tersebut.


Tidak perlu mempermalukan diri sendiri untuk hal seperti itu. Lebih baik menggunakan foto hasil jepretan sendiri, atau meminjam foto milik teman (dengan izin resmi tentunya), kalau mampu ya mbayar, kalau nggak mampu mbayar ya tulis nama fotografernya. Bagaimana pun jangan sampai mencuri foto orang lain, menjaga profesionalitas dan menghargai hasil karya orang lain tetap di atas segalanya.




EMPAT - SUPAYA KARTU POS NGE-TREN LAGI

Pernahkah Anda membeli kartu pos yang bergambar tempat-tempat wisata di Indonesia? Banyak yang merasa mengirim kartu pos adalah cara yang kuno, dan mulai ditinggalkan. Padahal bagi sebagian orang, mengirim kartu pos dari tempat wisata yang mereka kunjungi adalah kesenangan tersendiri.


Seperti saat membuat paket perjalanan liveaboard 4 hari 3 malam ke Taman nasional Komodo tahun lalu. Saya mendesain kartu pos dari foto-foto yang saya ambil pada kunjungan sebelumnya. Saat kapal berlayar, saya jual satu paket berisi 4 buah kartu pos. Yang sudah terbiasa langsung menuliskan beberapa kartu pos untuk kerabat mereka. Sebagian besar peserta bingung untuk apa? Saya sarankan menulis satu kartu pos untuk dikirim ke alamat sendiri tentang perjalanan hari itu.

Saat kapal merapat di pelabuhan Labuan Bajo, bersama-sama kami menuju kantor pos. Beberapa hari setelah mereka pulang, di rumah sudah ada kartu pos bergambar pemandangan Taman nasional Komodo, dengan cap Labuan Bajo tertera di atas perangko. Peserta yang awalnya bingung, jadi tersenyum mendapat kiriman 4 kartu pos berisi hal yang berbeda selama 4 hari, persis semacam catatan perjalanan. Itu yang berharga! Foto dan nama saya pun sampai ke mana-mana.




LIMA - CINDERA MATA JUGA PENTING

"Di mana toko oleh-oleh?" itu pertanyaan yang sering ditanyakan wisatawan.

Seperti sudah tradisi, cindera mata dari suatu tempat yang dikunjungi biasa dicari. Entah itu berupa makanan, kaos, gantungan kunci, tempelan kulkas atau pernak-pernik kerajinan setempat. Dari yang ukurannya kecil sampai yang besar. Mulai dari yang mudah masuk ke dalam tas, sampai yang susah dibawa.


Produk Jogger Bali bisa dianggap pendahulu, pembuat cindera mata yang nyeleneh, mulai kaos-kaos berbahasa daerah Bali, sampai sepasang sandal yang berbeda warna antara kanan dan kiri.

Lalu disusul dengan ketenaran Dagadu Yogya, sampai akhirnya produk-produk sejenis membanjiri pasaran. Kaos dengan tulisan nama daerah wisata atau kata-kata berbahasa daerah setempat terbukti sebagai cindera mata yang cukup laku.

Bermunculanlah outlet-outlet dan bistro semacam itu di beberapa kota wisata. Walaupun dianggap meniru ide Jogger atau Dagadu, rasanya sah-sah sajalah. Toh, bahasa daerahnya beda-beda.

Seperti salah satu kaos produksi Gagartang (gregetan) di Ambon. Bila dilihat sekilas, gambar pada kaos itu seperti logo Coca Cola. Ternyata bila diperhatikan, yang tertulis adalah 'Colo-Colo', sejenis sambal daerah setempat.

Di outlet Nyenyes (cerewet), salah satu bistro di Palembang, selain kaos bergambar Jembatan Ampera, ada juga kaos bergambar gelas bertuliskan 'Es Kacang Merah'. Es yang cukup kondang di hampir semua rumah makan khas Palembang.


Gantungan kunci dan magnet kulkas adalah cindera mata yang banyak diborong wisatawan. Mungkin karena harganya yang relatif murah, sehingga lebih banyak kerabat dan sahabat yang mendapat oleh-oleh. Seperti magnet kulkas yang dijual di Banda Neira, kepulauan Banda, Maluku Tengah. Bertuliskan 'Ay Rhun from Banda', kalau dibaca seperti 'I run from Banda', padahal yang sebenarnya, Ay dan Rhun adalah nama dua buah pulau di kepulauan Banda.

Lain lagi gantungan kunci bertuliskan 'Kembang Jepoen Kota Soerabaia', didesain dengan motif Jepang. Terkesan cantik dan modern, padahal sebenarnya Kembang Jepun adalah sebuah kawasan di kota Surabaya yang merupakan tempat prostitusi pada zaman pendudukan Jepang dulu.

Memperkenalkan bahasa, hal-hal yang khas, dan budaya daerah setempat adalah salah satu cara jitu agar anak-anak muda Indonesia ini nggak cuma tahu 'lu-gue aje'.




ENAM - MENGEMAS PARIWISATA DI TELEVISI

Acara-acara tentang obyek wisata Indonesia di televisi, akhir-akhir ini menjamur. Acara yang dikemas beragam, mulai dari jalan-jalan biasa, sampai acara memasak. Pembawa acaranya pun ada yang berupa boneka tangan, anak-anak, wong bule dengan bahasa Indonesia yang masih kaku, pelawak, sampai selebritas yang sedang naik daun.

Semua tujuannya jelas untuk menaikkan rating acara. Walau tak semua stasiun televisi mengemas acara ini dengan apik, tapi untuk niat mempromosikan pariwisata Indonesia, bolehlah dihargai.


Tapi terus terang saya paling gregetan kalau acara tersebut dibawakan oleh selebritas, yang kadang-kadang 'keroyokan' sebagai pembawa acara. Mungkin maksudnya biar kelihatan seru, tapi yang ada malah mereka jadi terlalu banyak omong di luar info tentang obyek wisata yang harus disampaikan.

Tidak jarang mereka menjadi orang yang terlihat bodoh, saat melihat seorang ibu sedang memeras kelapa mereka bertanya, "Ibu sedang apa?" sudah jelas sedang memeras kelapa! Kan akan terlihat lebih pintar bila mereka bertanya "Ibu memeras kelapa untuk apa?"


Bukannya sentiment, tapi kok rasanya ada saja, hal-hal yang nggak nyambung. Ketahuan sekali kalau mereka lebih banyak menghabiskan liburan di hotel dan belanja-belanja daripada berwisata di alam terbuka.

Hal paling bodoh yang pernah terjadi, saat sang selebritas sok asik meloncat-loncat dan berjalan di antara batu-batu granit raksasa di pantai Tanjung Tinggi pulau Belitong, sang seleb mengenakan pakaian bertuliskan 'I love NY'. Ini hal kecil, tapi merupakan kebodohan yang luar biasa!


Untuk acara perjalanan wisata di televisi lokal, yang kerap saya tonton sampai habis adalah Si Bolang, walaupun dibawakan sedikit kaku tapi keriaan anak-anak Indonesia terlihat jelas.

Sementara menurut saya, Kompas TV merupakan salah satu stasiun televisi yang mengemas acara perjalanan wisata Indonesia dengan cukup menarik. Sebuah stasiun yang punya komitmen dan memiliki konsep bagus untuk sebuah acara jalan-jalan, yang menyatu dengan alam.




TUJUH - POLITIK VS WISATA

Walau tak bisa dipungkiri, pariwisata juga membutuhkan dukungan dari pemerintah daerah. Sayangnya orang-orang di dinas dan departemen terkait kebanyakan bukan orang yang gemar berwisata, yang merasa cukup melaksanakan tugas sesuai apa yang diberikan atasan mereka.

Sehingga mengembangkan pariwisata di daerah terkadang tidak termasuk prioritas. Alasan kekurangan dana sudah jadi alasan klise. Tapi kurangnya ide kreativitas, dan birokarasi yang berbelit-belit merupakan hal-hal lain yang menghambat sebuah daerah wisata untuk berkembang lebih maju.


Yang repotnya, bila pariwisata terlalu banyak direcoki politik, jadinya malah kacau balau. Contohnya, baliho-baliho raksasa di bandara-bandara. Yang menampilkan pesona alam suatu daerah, dengan tidak lupa menampilkan foto gubernur yang berpose kaku.

Setelah satu baliho milik salah satu propinsi berdiri membentang lebar, efek latah lantas bermunculan, propinsi yang lain pun mengikuti. Ini karena kurang kreatif, ikut-ikutan, biro iklannya sama, atau keputusan dinas pariwisata dengan template wajib?


Saya pernah melihat sebuah spanduk raksasa, dengan headline "Hadiri dan Sukseskan Tomohon International Flower Festival". Seperti kurang pe-de memasang judul berbahasa Indonesia, mengapa tidak disebut Festival Bunga Tomohon. Kenapa harus pakai bahasa Inggris? Biar kelihatan lebih keren?

Di spanduk ditampilkan gambar gunung Lokon, di bagian bawah dijajarkan foto-foto semacam parade kendaraan hias, di bagian kiri foto Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Utara menghabiskan 1/3 bidang spanduk. Kalau sudah melihat tampilan keseluruhannya, ya nggak keren blas!


Iklan partai di televisi juga tidak kalah anehnya, sebuah partai politik berkampanye yang intinya berkoar-koar membangun nasionalisme, malah menceritakan tentang anak kecil yang cedera saat kalah bertanding tae kwon do. Kenapa tae kwon do? Apa sudah lupa Indonesia punya pencak silat?


Nah, iklan televisi tentang wisata Sulawesi Selatan cukup sering muncul akhir-akhir ini. Dibuat bagus, serius, dan jelas pakai modal, walaupun tetap kekeuh menampilkan seorang perempuan berwajah Indo sebagai model. Padahal model-model berwajah eksotis pribumi tak kalah menarik, cantik, bahkan eksotis.

Obyek-obyek wisata seperti Tanjung Bira, Air Terjun Batimurung, pemandangan bawah laut Takabonerate, dan keindahan alam lainnya berkelebat indah selama beberapa detik penayangan. Tapi ending-nya, muncullah bapak Gubernur Sulawesi Selatan. Yaaaah....




DELAPAN - IKLAN ROKOK ... MEMANG OKE!

Terima kasih pada perusahaan rokok yang sudah membuat iklan-iklan bagus dengan mengangkat alam Indonesia yang indah ini. Walau pendapat saya ini berbalas tanggapan sinis dari teman yang sangat anti-rokok.

Padahal iklan-iklan tersebut sudah mengikuti aturan yang ditetapkan, yaitu tidak menampilkan kemasan/produk, tidak menampilkan orang merokok, dan tayang di atas jam 22.00.


Terlepas dari pro-kontra soal bahaya rokok, rasanya senang sekali melihat alam Indonesia yang disuguhkan dalam iklan mereka. Menurut saya, iklan tentang alam Indonesia yang dibuat produk rokok tetap paling oke!

Apa tidak bangga menonton iklan Gudang Garam 'Rumahku Indonesiaku', produksi 2006 dibuat indah sekali oleh Jay Subiyakto? Walau hanya berdurasi 2:02 menit, tapi sudah sanggup membangun rasa cinta negeri.

Versi keduanya, 'Cahaya Asa', dibuat untuk menyambut tahun baru 2007. Dengan durasi yang lebih panjang, 3:03 menit. Menampilkan pulau-pulau Sabang, Merauke, pulau Miangas, pulau Dana, Segara Anak di Rinjani, budaya Bali, dan Borobudur. Iklan ini sama indahnya dengan versi pertama.


Iklan Dji Sam Soe 'Mahakarya Indonesia' yang berdurasi 1:45 menit menampilkan tantangan bagi siapa saja yang lolos seleksi untuk menjelajah Yogyakarta, Lombok, dan menikmati keindahan bawah laut di Gili Trawangan.

Versi lainnya menampilkan kapal Pinisi yang sedang berlayar dan Taman Nasional Komodo. Kalimat "Menikmati fauna yang bebas dan laut yang seluas-luasnya" saja sudah jadi semangat buat jalan-jalan!


'My Great Adventure' produksi Djarum berdurasi 3:01 menit, menggambarkan 3 sekawan menjelajah dari ujung Sumatera, melintasi Bukit Tinggi, naik Gajah di Way Kambas, Krakatau, sampai ke Raja ampat dan Danau Sentani di Papua. Bagus! Seru!


I love the blue of Indonesia

It's the flavour in the air

I love the blue of Indonesia

You can taste it everywhere...

I love the blue of Indonesia

It's the kind of blue...

Walau sudah bertahun-tahun lewat, lirik iklan rokok Bentoel yang hanya berdurasi 0:30 menit ini nancep di kepala sampai sekarang. Termasuk disenandungkan saat sedang berperahu menyeberang laut. Bukan berarti saya harus bernyanyi sambil merokok, kan?




SEMBILAN - APA, SIH YANG BISA DIPROMOSIKAN?

Kalau bicara soal mempromosikan pariwisata Indonesia, sebenarnya tidak ada habisnya. Terlalu banyak yang bisa dijual.

Bayangkan saja, negeri ini terdiri dari 34 propinsi. Berapa kota yang bisa dikunjungi di tiap propinsi? Berapa pantai yang belum didatangi, berapa gunung yang bisa didaki, berapa danau yang belum disambangi, dan berapa laut yang belum diseberangi? Belum lagi sejarah, adat, dan budayanya.


Mau berapa ribu lokasi wisata yang bisa di foto untuk dijadikan bahan promosi? Gunung, danau, hutan, tebing, air terjun, pantai, pemandangan bawah laut, Indonesia punya semua. Salju pun masih tersisa di puncak Jaya Wijaya.


Selain foto, banyak lagi hal-hal kecil yang bisa dipromosikan dan digembar-gemborkan. Misalnya:

∼ Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki banyak spot menyelam dengan pemandangan bawah lautnya termasuk terbaik di dunia. Banyak wisatawan manca negara mengambil dive license di Indonesia.

∼ Taman Nasional Komodo, di sini satu-satunya habitat asli hewan purba yang masih hidup di dunia.

∼ Krakatau, ledakan letusan gunung api pada 1883 merupakan ledakan paling keras yang pernah didengar oleh sejarah modern.

∼ Danau Toba, danau sepanjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer dengan dalam 505 meter merupakan kaldera supervolcano, gunung api purba terbesar di Asia Tenggara.

∼ Sejarah kepulauan Banda. Dahulu, kepulauan ini adalah satu-satunya penghasil buah pala, sehingga negara-negara Eropa berlomba-lomba menguasai perdagangan pala. Tahukah Anda bahwa di kepulauan ini Jan Pieter Zoon Coen membunuh 4000 rakyat Banda demi monopoli perdagangan buah pala?

Banyak info yang bisa digali. Tinggal bagaimana cara mengemasnya.





SEPULUH - HARUS BANGGA MENJADI INDONESIA

Keanehan yang pernah saya lihat adalah sebuah pagar beton panjang di luar Bandara Juwata di Tarakan, Kalimantan Utara. bertuliskan WELCOME TO LITTLE SINGAPORE. Maksudnya apa, nih? Tarakan sudah dibeli negera sebelah?


Jangan terlalu bangga dengan ratusan ribu wisatawan manca negara yang datang ke negeri kita ini setiap tahunnya. Lalu membiarkan bangsa sendiri asik-asik liburan ke luar negeri. Itu kan ibaratnya punya rumah bagus dengan halaman luas, tapi doyane nonggo, main di rumah tetangga. Sampai lebih merasa tahu 'isi rumah tetangga' daripada isi rumah sendiri.


Di televisi berbayar, iklan pariwisata negara tetangga lebih sering diputar dan muncul daripada iklan pariwisata Indonseia. Perbandingannya mungking 40:1, itu pun belum tentu iklan pariwisata Indonesia muncul dua bulan sekali.

Padahal kalau lihat di YouTube, banyak iklan promo pariwisata bertajuk Wonderful Indonesia, yang pastinya dibuat 'di bawah kekuasaan' Departemen Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia.
Ada versi Raja Ampat Papua, East Java, North Sumatera.

Melihat tajuk dan pengantarnya yang berbahasa Inggris sudah pasti iklan ini diperuntukkan bagi pangsa pasar wisatawan manca negara. Materi cetak ‐yang saya dapat dari departemen yang sama‐ berupa brosur dan buku panduan pariwisata se-indonesia pun dicetak dalam berbagai bahasa, Inggris, Belanda, German, dan Jepang.

Sehingga saat saya membawa, ratusan buku tersebut ke sebuah SMP di Jakarta, mulai kepala sekolah, guru-guru, murid, sampai orang tua murid mempertanyakan. Kenapa mereka baru tahu ada buku panduan pariwisata seperti ini. Seperti lupa memperkenalkan negeri ini pada rakyat sendiri.


Kalau tujuannya mempromosikan pariwisata Indonesia, kenapa menghabiskan uang banyak untuk menarik wisatawan manca negara yang jumlah penduduknya sedikit. Bukankah juga akan sangat menguntungkan bila mempromosikan kepada negara yang jumlah penduduknya besar. Yaitu, Indonesia.


Tak usah mengandalkan instansi pemerintah, department, atau klien. Ini adalah tantangan masing-masing pribadi untuk mempromosikan keindahan alam negeri sendiri.

Dan jangan bilang biaya ber-wisata di Indonesia lebih mahal daripada ber-wisata ke negara tetangga. Karena kalau melihat apa ya didapat. Ya, wajar saja mahal karena yang disuguhkan memang luar biasa, dibanding wisata artivisial yang ada di negara-negara lain. Silakan buktikan sendiri.

Yuk, jalan-jalan sama saya! Kita keliling negeri sendiri. Indonesia

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment