Sate Pokea & Boiku di Kendari

Category: Icip-icip Kuliner • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2016-06-20

Sajian dari dua jenis kerang ini saya cicipi dengan hati senang. Gurih. Enak. Yang satu berbumbu, yang lainnya bikin mulut belepotan.

POKEA





Wandhy dari media kreatif Sultranesia mengajak saya dan Rainer Oktovianus ke sebuah warung sederhana di pinggir jalan yang menyajikan makanan khas di kendari. Di spanduk tertera tulisan 'Sate Pokea dan Gogos'.



Pokea adalah sejenis kerang bercangkang yang banyak hidup di pinggir sungai Pohara, Sulawesi Tenggara. Untuk membersihkan kerang ini harus dilakukan proses perendaman selama 1-2 hari, air rendamannya pun harus diganti berkali-kali. Setelah direndam, masih harus dicuci berulang kali menggunakan air yang mengalir, proses ini dilakukan agar tak menyisakan lumpur, pasir, dan bau amis pada daging kerang.



Tak menunggu lama, semangkuk pokea rebus sudah ada di depan mata. Asapnya masih mengepul berarti baru direbus sesaat akan dihidangkan. Bumbunya hanya garam dan serai. Dagingnya yang berwarna putih pucat masih menempel pada cangkangnya dan kenyal. Pokea rebus harus disantap dengan sambal cabai yang dicampur garam dan air perasan jeruk nipis. Sebagai pengganti nasi, ada gogos (semacam lemper yang berisi ikan).






Tak lama kemudian datanglah sate pokea yang ditunggu-tunggu. Untuk membuat sate, daging pokea harus direbus lalu digoreng, baru kemudian disematkan di tusukan sate. Sate Pokea yang sudah dibakar dihidangkan bergelimangan dengan bumbu kacang yang agak kental. Tekstur dagingnya lebih keras, tidak kenyal, jangan lupa disantap dengan sambal. Duh, enaknya juara!



RM POHARA

Jl. Bigjend M. Yunus, Kendari

Jam buka: 10.00 - 20.00 wita



BOIKU





Boiku adalah sebutan untuk keong sawah berukuran kecil dan berwarna hitam, di Jawa lebih dikenal dengan sebutan tutut. Boiku dimasak dengan tumisan bumbu bawang merah, bawang putih, dan kemiri yang sudah dihaluskan. Ditambah sedikit air, daun salam, kunyit, lengkuas, serai, juga diberi daun bawang, garam, dan gula.



Sama seperti pokea, kunci sajian boiku terletak dari cara pengolahannya. Karena hidup di sungai, sawah, atau perairan dangkal berlumpur, cara pengolahannya harus benar agar tak meninggalkan bau amis saat dimasak dan disantap. Lumut pada cangkang bagian luar harus dibersihkan. Bagian yang lancip di ujung cangkang keong dipecahkan sedikit untuk mengeluarkan lumpur dari bagian dalam. Lalu direndam semalamam dan air rendamannya pun harus berkali-kali diganti. Disantap dengan cara menyeruput dagingnya melalui lubang pada cangkang. Sekali sluruuuuup! Daging boiku yang gurih pun meluncur ke dalam mulut.



Terus terang saya tak pandai melakukannya, mulut saya belepotan. Berkali-kali mencoba lebih banyak gagal yang terhisap dari daripada mengunyah daging boiku. Saya lebih memilih sate pokea, yang tak perlu repot menyantapnya. Sayangnya, di rumah makan ini sate pokea terhidang dingin. Bumbunya pun tak seenak sate pokea yang kami cicipi di tempat sebelumnya.



RM SANJAYA

Jl. Sorumba 27, Wua Wua

Jam buka: 10.00 - 22.00



──────────────────


Tulisan ini merupakan pengalaman selama Ekspedisi Warisan Kuliner (wilayah Maluku Utara dan Sulawesi) bersama Kelana Rasa, disponsori oleh Kecap Bango.

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment