Bekantan, 'Permata' di Kalimantan

Category: Segala Rupa • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2016-06-18

Semasa masih duduk di sekolah dasar, saya membaca komik Petualangan Tintin 'Penerbangan 714'. Pesawat yang dinaiki Tintin dan teman-temannya dibajak dan masuk ke wilayah Indonesia. Mereka pun melarikan diri masuk hutan. Salah satu tokoh penjahat yang mengejar sempat tersasar dan bertemu dengan seekor monyet berhidung besar. Untuk pertama kali saya tahu ada satwa seperti itu di Indonesia.



Bekantan tersebar endemik di hutan-hutan bakau, rawa, dan hutan pantai di Kalimantan. Satwa berbulu kuning keemasan ini memiliki kaki belakang dan buntut yang panjang. Lincah memanjat pohon, berloncatan dari dahan ke dahan, pandai pula berenang.



Bekantan jantan memiliki hidung yang besar dan panjang, fungsinya mungkin untuk menarik perhatian bekantan betina yang berhidung kecil dan mancung. Karena bentuk hidung inilah bekantan juga dikenal dengan sebutan monyet Belanda.



Jenis monyet inilah yang dijadikan lambang taman hiburan Dunia Fantasi, Jakarta. Semua pengunjung yang datang ke sana pasti melihat maskotnya. Tapi mungkin banyak yang tidak tahu, bahwa satwa yang hidup berkelompok ini mulai kehilangan habitatnya. Hutan-hutan di Kalimantan mulai dijadikan pemukiman penduduk, pinggiran hutan pun dikotori dengan sampah. Penebangan liar membuka lahan untuk ladang dan perkebunan kelapa sawit, kebakaran hutan yang beberapa tahun belakangan ini sering sekali terjadi, juga perburuan liar.



Ketika gajah, harimau, orang utan, sampai hiu dan penyu digaungkan untuk dilindungi. Sedikit sekali 'suara' untuk menyelamatkan bekantan dari kepunahan. Padahal populasinya sudah menurun drastis. Dari 260.000 ekor pada 1987, menjadi tinggal 25.000 ekor pada 2008. Pertanda kepunahan sudah di ambang mata.





Keprihatin ini yang mengawali Gabriella Thohir dan Giovanna Thohir meluncurkan The Bekantan Twins Project pada 2013 dalam proyek sekolah mereka. Sebuah proyek tentang kepedulian mereka untuk menyelamatkan bekantan dari kepunahan. Observasi mereka lakukan langsung di habitat asli bekantan di pulau Bakut, Kalimantan Selatan. Proyek yang difasilitasi oleh Yayasan Adaro Bangun Negeri dan PT Adaro Indonesia ini kemudian menjadi salah satu proyek CSR Adaro Energy.



Bukan sekedar untuk mendapatkan nilai di sekolah menengah atas, The Bekantan Twins Project ternyata terus berkembang. Pada 2014, di acara penggalangan dana, Rp100 juta atau setara USD8,020 berhasil mereka kumpulkan. Jadi sebenarnya banyak orang yang peduli dengan lingkungan, ingin berperan serta melestarikan satwa, namun tidak tahu harus didonasikan ke mana. Dana yang terkumpul kala itu digunakan untuk penanaman pohon di pulau Bakut. Bekerja sama dengan Sahabat Bekantan Indonesia dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), bagaimana kegiatan mereka bisa dilihat di video https://drive.google.com/open?id=0ByIPI0HgJmqQZ21mWkRTbnZfMFU>The Bekantan Twins Project.



Dengan memenangkan penghargaan Indonesia Biodiversitas Award 2014, ASEAN Champions of Biodiversity 2014, dan Global CSR Award 2015, The Bekantan Twins Project menunjukkan keseriusan dalam penyelamatan bekantan.



Tak berhenti sampai di situ, dua gadis kembar yang kini sudah berkuliah di University of California (UCLA) dan Universit of Southern California (USC) ini kembali mengajak menggalang dana pada Juni 2016 lalu, bertempat di @america, Pacific Place, Jakarta. Tujuannya untuk pembangunan fasilitas pulau Bakut sebagai lahan konservasi bekantan. Rencananya akan dibuat dermaga tempat perahu kelotok merapat dan titian kayu sebagai akses jalan melakukan observasi, serta merenovasi rumah rehabilitasi.



Selain menjaga habitat dan meningkatkan populasi bekantan, diharapkan kelak pulau Bakut bisa menjadi tempat tujuan ekowisata. Mengajarkan masyarakat agar tak lagi berburu bekantan sekaligus membuat roda perekonomian masyarakat di kawasan tersebut terus berputar.






Gabriella dan Giovanna Thohir bersama Okty Damayanti (Yayasan Adaro Bangun Negeri) dan Vikra Ijaz (kitabisa.com)




Untuk mewujudkan itu, dana yang dibutuhkan cukup besar, sekitar Rp200 juta. The Bekantan Twins Project mengajak siapa pun untuk turut berperan serta. Menggandeng kamibisa.com, menjadi salah satu cara yang praktis untuk berdonasi.



Walau saat acara berlangsung saya belum berdonasi, tapi pin yang saya sematkan di baju adalah salah satu bukti saya peduli. Jangan pikirkan berapa besar yang harus kita keluarkan, sekecil apa pun jumlah yang kita donasikan akan membuat perubahan yang lebih baik. Yuk! TIME TO MOVE, TIME TO ACT!

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment