Jalan sambil Jajan di Lembah Harau & Kelok 9

Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2016-05-31

Saya sudah gelisah saat bus tak mengurangi kecepatan, terus melaju di tengah lembah melewati tebing-tebing indah. Karena tak ada gunanya kalau tidak turun dan tak bisa memotret ikon Sumatera Barat yang menakjubkan ini.

TERPUKAU LEMBAH HARAU

Lembah ini bisa dicapai dalam waktu sekitar 30 menit dari kota Payakumbuh, kabupaten Lima Puluh Koto. Semua kendaraan meluncur di jalanan beraspal mulus diapit dua bukit bertebing terjal. Tebing granit dengan ketinggian mulai 80 sampai 500 meter ini, nyaris tegak lurus dengan persawahan yang terhampar di bawahnya. Tempat yang menantang para pemanjat tebing. Mau coba? Silakan. Saya sih, memilih melihat-lihat pemandangan saja.



Pertanyaan "Bisa berhenti sebentar tidak?" dan "Kapan bisa turun memotret?" terlontar berkali-kali dari mulut saya dan beberapa teman, tapi bus tetap melaju. Karena kondisi dan lebar jalannya tak memungkinkan kendaraan berhenti sembarangan.



Akhirnya di sebuah jalan berkelok yang agak sepi, bus berhenti. Memberi kesempatan kami untuk turun memotret tebing dan lembah yang tadi kami lewati. Disepakati, nanti kami akan berjalan kaki menyusul bus yang sudah lebih dahulu pergi menuju tempat parkir wisata. Selain pemandangan yang indah, ternyata dinding tebing di tempat kami berdiri memantulkan gema yang cukup kuat. "Woooooiiiii...!" dan teriakan pun disusul gema bersahut-sahutan.







Berjalan kaki sekitar 200 meter, kami sampai di air terjun yang berada persis di sisi jalan. Aie luluih, begitu masyarakat setempat menyebutnya, karena airnya mengalir deras di dinding tebing dan jatuh pada kolam tepat di bawahnya. Aie uluih ini merupakan satu dari empat air terjun yang ada di Lembah Harau.



Di tengah kolam ada pelataran kecil terbuat dari semen yang memang dibuat agar wisatawan bisa berfoto dengan latar belakang air terjun dan seakan-akan berdiri di atas air kolam. Namun untuk ke sana harus rela berbasah-basahan sebatas dada orang dewasa. Wah, nggak jadi, deh. Lebih baik berfoto di pinggir jalan saja, walaupun kemudian membuat kemacetan karena yang memotret mengambil foto dari tengah jalan.






Tak perlu khawatir kelaparan di sana. Karena warung-warung yang menjual makanan instan dan minuman ringan berjajar di pinggir jalan. Di kios jagung bakar asap tak berhenti mengepul. Dan hampir setiap meja di warung menyediakan kerupuk yang ditumpuk rapi di dalam plastik besar. Kerupuk laweh namanya, salah satu makanan yang harus dicicipi. Terbuat dari singkong berbentuk lebar dan sangat tipis. Di atas meja tersedia mi kuning dan bumbu sate Padang yang merupakan topping kerupuk laweh. Tak mudah menggigit kerupuk selebar 30cm ini karena sangat rapuh dan akan menumpahkan gumpalan mi di atasnya. Jadi memotek kecil-kecil kerupuk menjadi cara paling sopan, agar tak belepotan saat menyantapnya.



MENGHITUNG 9 KELOKAN

Konon, jalanan dari Sumatera Barat menuju Pekanbaru ini dahulu menjadi momok bagi para pengendara. Memiliki 9 kelokan tajam yang menanjak. Di setiap kelokan, kendaraan dari atas harus berhenti memberi jalan bagi kendaraan dari arah bawah. Kalau sudah ada yang mogok karena tak kuat menanjak, kemacetan pun bisa berlangsung belasan jam lamanya.



Semakin banyak kendaraan yang melintasi kelok 9 ini, menjadi alasan dibangunnya jembatan layang sepanjang 2,5 kilometer yang menghabiskan 11 tahun masa pembangunan dan mulai digunakan pada 2014 lalu. Jalanan lama masih bisa dilewati, salah satunya oleh rombongan kami yang penasaran apakah jumlah kelokannya benar ada sembilan ha... ha... ha....



Setiap kelokan dihitung. bersama-sama, "Satu... dua... tiga...," dan di kelokan keenam saya sudah mulai merasa mual. Di akhir kelokan, bus berbelok memasuki lintasan baru jembatan layang. Membentang dan meliuk menyusuri dua bukit berdinding tebing terjal. Panjang total jembatan yang enam kali menyeberangi bukit ini adalah 959 meter. Tiang-tiang beton kokoh tertanam di lembah 58 meter di bawah. Kembali kami bertanya "Bisa berhenti sebentar tidak?" dan "Kapan bisa turun memotret?"







Akhirnya bus berhenti persis di bawah tebing terjal di pinggir jalan yang tampaknya dijadikan tempat parkir. Di seberang jalan berjajar payung-payung, meja, dan bangku-bangku plastik para penjual makanan, membelakangi lembah.



Kami menyeberang menuju tempat paling baik di bibir jurang untuk mengambil foto jembatan layang yang meliuk di lembah. Hati-hati! Jangan terlalu pinggir! Kalau terpeleset, jurang yang dalam sudah menanti. Beberapa tukang foto menawarkan jasa mereka. Kami menolak, karena kami masing-masing membawa kamera. Tapi ketika kami beramai-ramai berjajar hendak mengambil 'foto keluarga' dengan latar belakang lembah, para tukang foto ikut berjajar menghadap kami sibuk memberi instruksi bersama seorang teman yang bertugas mengambil foto.









Setelah selesai, mereka pergi menuju ke motor masing-masing yang bagian belakangnya terpasang kotak kayu berisi printer. Dalam hitungan menit mereka kembali, menawarkan foto-foto hasil cetakan kepada kami. Rp10.000/lembar. Yaaa, namanya juga usaha....






Seperti di lembah Harau, makanan instan dan minuman ringan banyak tersedia. Lagi-lagi asap tampak mengepul dari kios jagung bakar. Tapi selain itu, ada juga pisang kapit, salah satu jajanan tradisional favorit di kawasan ini. Pisang dibakar terlebih dahulu, kemudian digepengkan dengan penjepit kayu. Ditaburi karambia (parutan kelapa) gula, keju, cokelat, tinggal pilih sesuai yang tersedia. Masih hangat terbungkus untuk bekal perjalanan. █



Baca & tonton juga:

» Terry Endropoetro: Menyeruput Kopi Kawa Daun

» Terry Endropoetro: 7 Piring + 2 Gelas untuk Sarapan Pagi

» Shasya Pashatama:

» Swastika Nohara: Adakah Rumah Makan Padang di Padang?

» Swastika Nohara: Kenapa Dinamai Ayam Pop?

» Swastika Nohara: Nasi Kapau Uni Cah Juara Nasional

» Simbok Venus: Jalan-jalan ke Padang Makan di Mana?

» Dwika Putra: "#SunCoTripMinang"



──────────────────


Perjalanan ini terlaksana atas undangan Minyak Goreng SunCo dalam Trip Kuliner Minang Mei 2016. Diikuti perwakilan dari blogger, videografer, dan media. Foto-foto juga diposting di twitter dan instagram dengan hastag #SunCoTripMinang

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment