Sakitnya, tuh di Sini!

Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2016-05-08

Terpapar matahari berjam-jam di laut bukan saja membuat kulit terbakar, tapi juga dehidrasi yang bisa membuat bibir 'merekah' pecah-pecah, lalu perih, bahkan terkadang berdarah. Kalau sudah begini, jangankan makan, untuk senyum atau tertawa saja sudah jadi siksaan.



Itu yang saya alami saat ikut dalam Ekspedisi Koon di Kawasan Konservasi Perairan Koon, Seram Bagian Timur, Maluku. Akibat berjam-jam menunggu di atas perahu, walaupun sesekali ber-snorkeling dan bermain di pantai, tampaknya asupan air di dalam tubuh tidak cukup. Bibir saya perlahan terasa perih. Seperti usia makan cabai rawit yang sisa pedasnya tak kunjung hilang juga. Selama ini kalau berwisata ke pantai dan laut, tabir surya jadi prioritas utama, mana pernah terpikir untuk membawa pelembab bibir. Padahal dengan pelembab mungkin luka-luka di bibir saya tak akan terlalu parah.



Selama 2 hari, saya jadi punya kebiasaan membasahi bibir agar tidak kering, yang sangat membantu meringankan perih saat berbicara atau mengunyah makanan. Sementara saat minum, saya usahakan agar bibir tak menempel pada gelas, akibatnya yaaa airnya tumpah kemana-mana ha... ha... ha....



Obat pengurang rasa sakit pun terpaksa saya telan agar konsentrasi bekerja tak buyar karena menahan perih di bibir. Penderitaan masih berlanjut saat bangun tidur di pagi hari. Karena bibir yang kering menimbulkan rasa perih dan perlahan berubah warna menjadi putih seperti sariawan.



Beruntung di hari ketiga, saya ikut tim ekspedisi darat ke pulau Grogos. Sampai si sana, Aliana Nafsal, seorang teman WWF-Indonesia yang melihat bibir saya pecah-pecah pun langsung bertanya pada penduduk setempat, siapa yang punya pohon Jarak. Seorang ibu muda, Aminah Rumakat, mengajak saya ke samping rumah. Menunjukkan pohon Jarak miliknya yang baru ditanam beberapa bulan lalu, tingginya tak lebih dari 1 meter.



Sambil berjongkok Aminah memetik tangkai daun, dari batangnya langsung menetes getah. Dengan ujung telunjuk getah saya ambil dan langsung dioleskan di bibir. Uuuuuuh! Sakitnya tuh di sini! Kalau tak malu, mungkin sudah berguling-guling di tanah saking menahan perih. Dalam hitungan detik getah terasa mengering di bibir. Dan saya harus mengolesi bibir lagi dengan getah yang rasanya sepat saat terkena ujung lidah.



Saat kami akan meninggalkan pulau, Aminah membekali saya dengan beberapa lembar daun jarak. "Remas-remas dan direndam dengan sedikit air hangat. Minum air rendamannya setiap pagi sebelum sarapan. Insyaallah, bisa menghilangkan panas dalam dan menyehatkan tubuh," begitu pesannya.



Pada malam harinya, bibir saya sudah tak perih lagi. Ajaib! Entah mengandung apa, yang jelas saya yakin ada antiseptik di dalamnya. Buktinya, luka pada bibir mengering. Walau membuat permukaan bibir menjadi hitam, tapi keesokan harinya bagian yang kering malah mengelupas sendiri. Dan di hari ketiga bibir saya sudah sembuh sempurna. Alhamdulillah!





Pohon Jarak memang sudah dikenal sebagai pohon obat. Selain untuk sariawan, getah pohon Jarak juga bisa mengobati sakit gigi, bahkan radang telinga. Daunnya bisa mengobati perut yang kembung akibat masuk angin, bila dikonsumsi bisa mengatasi sembelit, dan daun yang ditumbuk bisa meredakan nyeri bila dikompreskan pada sendi-sendi. Kalau batuk, bisa meminum air rebusan akar pohon Jarak.



Nenek moyang kita dulu menggunakan minyak Jarak sebagai bahan bakar untuk lampu sentir. Minyak yang terbuat dari perasan buah Jarak, dapat mengobati penyakit kulit, menghentikan pendarahan pada luka, penyubur rambut, dan menghaluskan wajah.

Ayah saya malah bercerita, pada zaman pendudukan Jepang, setiap rumah diharuskan menanam pohon Jarak, berderet-deret hingga menjadi pagar. Ternyata, itu salah satu cara Jepang untuk mendapatkan persediaan minyak Jarak yang digunakan sebagai pelumas mesin-mesin perang mereka.



Khasiat minyak Jarak ternyata tak terlupakan, kini kembali terangkat setelah diproses secara pabrikan dan lebih dikenal dengan sebutan castrol oil. 'Produk lama' dengan kemasan modern. █

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Comment