Jungkir Balik di Perahu Karet
Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2016-05-01
Menaiki perahu karet yang saya lihat di film-film ternyata bisa saya alami sendiri ketika ikut dengan tim penyelam di Ekspedisi Koon WWF-Indonesia di Seram Timur Laut, Maluku.
Saat Taufik Abdillah, Veronica Louhenapessy, La Ode Sahari, Hendra Akhari, Kopral Muhlis Said Cokro, dan Sulaiman Siomlimbona satu per satu mulai meninggalkan perahu, hanya tinggal saya, Daniel Dirga (WWF-Indonesia) yang bertugas menentukan titik koordinat penyelaman, dan pak Ode yang terus saja memegang kemudi dan mengatur laju perahu.
Setelah semua penyelam tak lagi tampak di permukaan, Dirga menunjukkan cara mengukur arus permukaan menggunakan botol air kemasan yang setengahnya diisi dengan air. Ujung botol diikat dengan benang kasur sepanjang 2 meter, ujung lainnya saya pegang erat. Kemudian botol dilempar ke laut. Penghitungan menggunakan stopwatch, dimulai saat botol dilempar ke laut terbawa arus dan saat tali menegang penghitungan dihentikan.
Dari tiga kali lemparan, angka yang didapat sekitar 10 detik. Jadi kalau dihitung cepat, sentimeter per detik, maka 2 meter tali dalam perhitungan 10 detik menghasilkan angka 20. Dari situ dapat diketahui seberapa kecepatan arus permukaan. Ada tiga kategori arus, yaitu lemah atau tenang (0-15), sedang (15-30), dan kuat (30-50). Di angka 20, berarti arus permukaannya dikategorikan sedang. Walau cara ini sudah jarang dipakai, karena dianggap tidak akurat, apalagi setelah adanya current meter alat penghitung arus yang lebih modern. Tapi, cukup praktis dilakukan siapa saja sebelum ber-snorkeling di suatu tempat.
Saya dan Dirga pun memutuskan untuk terjun ke laut, ber-snorkeling menyusuri pinggiran pantai hingga mendekati tubir. Sayang, yang kami temukan di dasar sebagian besar adalah hamparan pecahan karang, yang tampaknya hancur karena badai atau hantaman ombak keras. Akhirnya saya memutuskan untuk naik kembali ke atas perahu. Dan naik ke atas perahu karet bukanlah hal yang mudah. Tak ada tangga untuk menaiki perahu dengan pinggiran licin dan bulat. Walau sebenarnya ada pijakan karet di belakang perahu, namun karena mesin perahu terus dinyalakan ditakutkan malah berbahaya.
"Terus ayunkan fin kuat-kuat, sambil angkat badan ke atas. Lalu putar pinggang," Dirga memberi instruksi cara untuk naik ke atas perahu. Sementara panjang lengan saya pun tak cukup memeluk bibir perahu, ditambah lengan dan baju yang basah. Percobaan pertama gagal, terangkat dari permukaan air pun tidak, badan saya melorot lagi ke dalam air. Percobaan kedua dilakukan, mengayunkan fin sekuat tenaga dan saya hentakkan badan ke atas. Berhasiiil! Tapi badan saya menyangkut, menggantung dengan kedua kaki masih berada di dalam air.
Dirga menarik lengan saya sambil memberi aba-aba, "Satu dua tiga!" Dan pak Ode pun ikut membantu mengangkat badan saya. Dengan sekali tarikan, badan saya yang menyangkut langsung meluncur ke dalam perahu. 'Pendaratan' pun berjalan mulus. Kepala dan bahu menyentuh lantai disusul badan yang terguling kemudian. Sebenarnya sungguh pemandangan yang tidak indah ha... ha... ha... ha... tapi kalau tidak begitu, bukan pengalaman namanya. █
Baca juga:
»
http://blog.negerisendiri.com/blogpage.php?judul=142/>Ekspedisi Koon, Penantian Tak Sia-Sia
»
http://blog.negerisendiri.com/blogpage.php?judul=141/>Batnata, Penjaga Kekayaan Laut Pulau Gorom
»
http://blog.negerisendiri.com/blogpage.php?judul=143/>Monumen Gorom
»
http://blog.negerisendiri.com/blogpage.php?judul=143/>Jungkir Balik di Perahu Karet
»
http://blog.negerisendiri.com/blogpage.php?judul=146/>Menjaga 'Surga' di Kawasan Konservasi Perairan Koon
»
http://blog.negerisendiri.com/blogpage.php?judul=148/>Mengelilingi Pulau Koon
»
http://blog.negerisendiri.com/blogpage.php?judul=144/>Dari 'Toko Cina' sampai ke Keter
──────────────────
Perjalanan ini terlaksana atas undangan WWF-Indonesia dalam Ekspedisi Koon, sebuah ekspedisi yang mengumpulkan data ekologi, kehidupan sosial, dan pariwisata Kawasan Konservasi Perairan Koon di Seram Bagian Timur, Maluku. Menjangkau pulau Koon, Grogos, Nukus, Neiden dan sekitarnya. Diikuti perwakilan dari WWF-Indonesia, Yayasan TERANGI, TN Wakatobi, Dinas Kelautan dan Perikanan Seram Bagian Timur, TNI AL Ambon, dan blogger. Foto-foto juga diposting di twitter dan instagram dengan hastag #XPDCKOON
Comments
No comments yet. Be the first to comment!
Leave a Comment