Dari 'Toko Cina' sampai ke Keter
Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2016-04-30
Desa Kataloka terletak di pulau Gorom, Seram Bagian Timur, Maluku. Ibukota kecamatan Gorom ini 'memanjang' di pinggir pantai. Jangan bayangkan di sana bahan makanan sulit didapatkan. Walaupun harganya sedikit mahal, tapi 'toko-toko Cina' ‐‐begitu masyarakat setempat menyebutnya, menyediakan apa pun yang dibutuhkan.
Saya sempat ikut ketika Herman dan Dhelon Rawul, mencari bahan bakar untuk speed boat dan kapal Menami milik WWF-Indonesia yang membawa rombongan ekspedisi. Salah satu pemilik 'toko Cina' menyanggupinya, dan saya pun ternganga melihat tumpukan drum di dalam gudang penyimpanan bahan bakarnya. Luar biasa! Pantas saja di kota kecil yang tak memiliki pompa bensin ini motor-motor sliweran ke sana kemari tak takut kehabisan bensin. Dan yang jelas, kebutuhan bahan bakar untuk perahu motor nelayan selalu tersedia.
Cuaca agak mendung bahkan gerimis turun ketika saya ditemani Aliana Nafsal, Harti, dan La Banda pergi ke kebun cengkeh di perkampungan. Tinggi pohonnya sudah mencapai belasan meter. Menurut Harti, makin ke gunung makin banyak lagi kebun cengkeh.
Selain cengkeh yang panen setahun sekali, masyarakat setempat juga menanam pala. Sayangnya di sana saya tak menemukan manisan pala ‐‐yang biasanya awet berbulan-bulan, tidak juga sirup, selai, dan minyak pala. Padahal pohon pala panen tiga kali dalam setahun.
Tak bisa dipungkiri, keberadaan warga Tionghoa di sana menggerakkan roda perekonomian. Merekalah yang menampung semua hasil panen. Termasuk ketika panen raya cengkeh tahun lalu. Gudang-gudang penyimpanan dipenuhi cengkeh yang kemudian dikirim menggunakan kapal ke Ambon dan Surabaya.
Karena tak ada satu pun bank di pulau Gorom, pengiriman uang atau mengambil kiriman uang ke dan dari luar pulau dilakukan di 'toko-toko Cina'. Setiap pengiriman dan pengambilan uang di bawah Rp5juta dikenakan biaya Rp25.000, dan di atas Rp5juta dikenakan biaya Rp35.000. Bertahun-tahun sudah berlaku begitu, masyarakat pun sudah terbiasa dan sangat terbantu.
Di pulau Gorom juga tidak ada kantor pos (padahal kode pos-nya ada). Bagaimana kalau ada yang mengirim surat? Dari 5 orang yang saya tanya, semua menjawab sama, surat dialamatkan ke rumah saudara di Ambon, Bula, atau Geser. Baru nanti dititipkan di kapal yang menuju Gorom. Hmmm... agak repot, ya. Mau tidak mau ponsel jadi andalan sebagai penyampai pesan. Facebook, twitter, dan whatsapp pun bisa digunakan. Namun, tetap saja 'untung-untungan' tergantung sinyal. Itulah yang saya alami ketika gagal mengirim foto pantai Keter melalui sosial media.
Pantai Keter seharusnya bisa ditempuh dalam waktu 20 menit saja. Namun karena hujan yang turun beberapa hari belakangan, jalan menuju pantai menjadi sangat becek dan tak bisa dilintasi motor. Motor diparkir di pinggir jalan dan kami melanjutkan dengan berjalan kaki.
Hampir setengah jam dan terpeleset beberapa kali, akhirnya sampai juga kami di pantai landai, air laut tenang tanpa ombak, pasir yang lembut berbaur dengan bebatuan karang yang berlumut. Ketinggian air belum juga mencapai lutut padahal saya sudah berjalan cukup jauh dari pantai. Ketika melihat ke bawah tampak banyak kaki-kaki bintang laut 'yang menggurita' bersembunyi di sela-sela bebatuan dan pasir. Dengan berhati-hati saya kembali ke pantai beharap tak menginjak salah satu dari mereka. Semoga saja ketika masyarakat lokal datang berwisata di akhir pekan tak sampai merusak dan mengganggu habitat bintang laut ini. █
BAGAIMANA KE SANA?
Ada beberapa kapal penumpang yang bisa dinaiki, namun jadwal pastinya sebaiknya dicek di pelabuhan keberangkatan:
KM Cepat Fajar Baru
Berangkat setiap hari Selasa | Jurusan: Sorong ‐ Bula ‐ Geser ‐ Gorom ‐ Kesui
KM Bombana
Berangkat setiap 2 hari sekali | Jurusan: Bula ‐ Geser ‐ Gorom
KM Ales Mulia
Berangkat setiap 2 hari sekali | Jurusan: Bula ‐ Geser ‐ Gorom
Kapal Perintis 32
Sebulan sekali, jadwal tidak tentu | Jurusan: Ambon ‐ Geser ‐ Gorom-Fak Fak ‐ Bula ‐ Misol ‐ Sorong
Kapal Perintis 33
Sebulan sekali, jadwal tidak tentu | Jurusan: Sorong ‐ Misol ‐ Bula ‐ Geser ‐ Gorom ‐ Fak Fak ‐ Kaimana ‐ Timika
GUEST HOUSE
Ada beberapa guest house kelompok wisata binaan WWF-Indonesia di desa Kataloka. Bisa dicapai dengan berjalan kaki dari pelabuhan. Harga Rp100.000/malam/orang sudah termasukk snack pagi
Baca juga:
»
http://blog.negerisendiri.com/blogpage.php?judul=142/>Ekspedisi Koon, Penantian Tak Sia-Sia
»
http://blog.negerisendiri.com/blogpage.php?judul=141/>Batnata, Penjaga Kekayaan Laut Pulau Gorom
»
http://blog.negerisendiri.com/blogpage.php?judul=143/>Monumen Gorom
»
http://blog.negerisendiri.com/blogpage.php?judul=143/>Jungkir Balik di Perahu Karet
»
http://blog.negerisendiri.com/blogpage.php?judul=146/>Menjaga 'Surga' di Kawasan Konservasi Perairan Koon
»
http://blog.negerisendiri.com/blogpage.php?judul=148/>Mengelilingi Pulau Koon
»
http://blog.negerisendiri.com/blogpage.php?judul=144/>Dari 'Toko Cina' sampai ke Keter
──────────────────
Perjalanan ini terlaksana atas undangan WWF-Indonesia dalam Ekspedisi Koon, sebuah ekspedisi yang mengumpulkan data ekologi, kehidupan sosial, dan pariwisata Kawasan Konservasi Perairan Koon di Seram Bagian Timur, Maluku. Menjangkau pulau Koon, Grogos, Nukus, Neiden dan sekitarnya. Diikuti perwakilan dari WWF-Indonesia, Yayasan TERANGI, TN Wakatobi, Dinas Kelautan dan Perikanan Seram Bagian Timur, TNI AL Ambon, dan blogger. Foto-foto juga diposting di twitter dan instagram dengan hastag #XPDCKOON
Comments
No comments yet. Be the first to comment!
Leave a Comment