Kereta Kencana Keraton Kanoman Cirebon
Category: Seni Budaya • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2016-03-31
Di dalam Museum Keraton Kanoman tersimpan dua buah kereta kencana yang berumur ratusan tahun. Di balik sejarahnya, tersimpan pula filosofi dengan banyak makna.
Kereta ini hanya diperuntukkan bagi Sri Sultan Kasultanan Kanoman. Dari kejauhan bentuknya tampak seperti seekor kuda bersayap, tampilannya lebih mirip menggambarkan buroq —kendaraan Nabi Muhammad SAW saat peristiwa Isra Mi'raj, peristiwa besar dalam ajaran Islam. Kepalanya berbentuk kepala naga dengan mata melotot, mulutnya terbuka menunjukkan gigi-gigi taring, telinganya runcing, memiliki sepasang tanduk, dan mengenakan mahkota. Memiliki sepasang gading dan hidung berupa belalai gajah yang mengarah ke atas sambil memegang sebuah tombak trisula. Keempat kakinya pun menyerupai kaki gajah, hanya saya di setiap kaki memiliki cula.
Bentuk kereta ini menjadi semacam perpaduan tiga budaya. Timur Tengah, Tiongkok, dan India. Pelambang penyatu umat, Islam, Kong Hu Cu, Buddha, dan Hindu. Semua bagian dari kereta memiliki filosofi, yang menunjukkan betapa tingginya pemikiran para empu kala itu.
Dibuat dari kayu ulin atau kayu besi yang dikenal kuat. Detil hiasannya dibuat dari kayu pohon sawo kecik, yang melambangkan kebecikan atau kebaikan. Warna asli keunguan berasal dari kulit manggis, buah yang melambangkan kejujura. Sedangkan sayapnya berwarna kuning bersepuh emas.
Dibuat pada 1428 atau 1350 tahun saka. Kereta ini merupakan harta peninggalan Pangeran Losari (Pulosaren) dan menjadi warisan Pangeran Walangsungsang (Cakra Buana). Dulu, kereta yang ditarik 6 ekor kerabu bule ini diinaiki oleh Sultan untuk berkeliling kota pada acara-acara besar. Karena usia kayu yang terus menua, kereta ini terakhir digunakan pada 1933, pada masa pemerintahan Sri Sultan Kanoman VIII, Sultan Raja Muhammad Dzulkarnaen.
KERETA JEMPANA
Bersamaan dengan dibuatnya kereta Paksi Naga Liman untuk Sultan, dibuat pula kereta untuk permaisuri, Ratu Dalem Kesultanan Kanoman. Istilah jempana dalam bahasa setempat jemjeming prana yang berarti kesetiaan atau jemjeming pengagem manahayang yang berarti keteguhan hati.
Bentuknya berupa sebuah singgasana dengan ukiran rumit bermotif wadasan (batu karang) yang melambangkan jiwa manusia yang harus selalu optimis, bekerja keras, memiliki disiplin tingga, dan selalu bersyukur akan nikmat yang diberikan Sang Pencipta. Di bagian atas singgasana ada semacam payung terbuat dari logam yang dihias dengan motif mega mendung, melambangkan jiwa manusia yang bisa melindungi diri sendiri, keluarga, kerabat, dan masyarakat.
Tak hanya memikirkan soal bentuk, pengerjaan, dan filosofinya, para empu dan orang-orang bijaksana pun dulu sudah memikirkan cara perawatan kereta kencana. Di kolong kereta diletakkan kemenyan dalam wadah tanah liat. Ternyata asap kemenyan ini mengawetkan kayu, mengecilkan pori-pori kayu dan menghalau rayap. Selain itu dapat menetralisir kuman-kuman di dalam ruangan sekaligus menghalau nyamuk. Jadi jauhkan pemikiran soal mistis, karena pembakaran kemenyan pun bisa dijelaskan secara logis. █
──────────────────
Perjalanan bersama para blogger (Jakarta, Cirebon, dan Indramayu) ini terlaksana atas undangan Kementerian Pariwisata Indonesia. Foto-foto juga diposting di twitter dan instagram dengan hastag #PesonaCirebon #PesonaIndonesia
Comments
No comments yet. Be the first to comment!
Leave a Comment