Klenteng Surga & Neraka, <br>Pilih yang Mana?
Category: Rumah Ibadah • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2016-02-27
Penasaran dengan namanya, saya mencoba mencari papan nama klenteng yang menurut info sudah ada sejak awal 1960-an ini. Tapi sepanjang perjalanan mulai dari gapura di kaki gunung hingga sampai di klenteng yang berada di puncak, yang ada hanyalah papan-papan kayu bertuliskan huruf Cina.
Klenteng pertama berada tak jauh dari areal parkir. Beberapa orang pengunjung masuk ke sana, tapi karena saya tidak datang untuk beribadah jadi saya memilih langsung menaiki tangga menuju bangunan berwarna kelabu yang hanya menyediakan sebuah pintu.
Penjaga klenteng menyarankan saya naik ke lantai atas, menuju klenteng ke-2 yaitu, klenteng neraka. Ketika membuka sepatu dan meninggalkannya di depan pintu, abu sisa pembakaran hio pun langsung terasa menempel di telapak kaki. Di atas sebuah meja persembahan bertutup kain berhias, lilin menyala, dan batangan hio mengepulkan asap. Di dinding ruangan yang didominasi warna merah ini terdapat 13 gambar tentang dosa-dosa yang diperbuat manusia selama hidup dan hukumannya di neraka.
Berlanjut memasuki klenteng ke-3 yang persis berada di ruangan sebelahnya. Gambar-gambar dewa dengan muka seram dipajang di dinding, sudah jelas klenteng ini masih menggambarkan neraka. Berbeda dengan meja persembahan di klenteng-klenteng lain, di sini walaupun ada batangan hio yang menyala, tapi tak ada lilin maupun sesaji di meja persembahan yang permukaannya ditutupi abu. Klenteng berdinding dan berlantai kayu ini memiliki jendela terbuka yang memberikan pemandangan lembah yang indah. Namun entah mengapa rasanya sangat tak nyaman berada di sini. Ya, siapa pula yang betah berlama-lama di neraka?
Keluar dari 'neraka', akhirnya saya pun 'menemukan surga'. Sebuah bangunan panjang terbuat dari kayu. Dibagi menjadi tiga ruangan yang dipisahkan dengan dinding dan masing-masing memiliki pintu masuk. Inilah klenteng ke-4, ke-5, dan ke-6.
Melihat kayu yang digunakan dan lantai semen, tampaknya inilah 'bagian surga' pada awal klenteng ini dibangun. Di depan masing-masing klenteng terdapat tungku untuk membakar uang arwah, hadiah untuk arwah roh leluhur di alam sana.
Tujuan berikutnya adalah klenteng ke-7. Anak tangga yang dilalui berhias tebaran pecahan keramik warna-warni. Di kanan kiri pintu masuk klenteng ada dua buah patung quilin —makhluk mitos berbadan kuda, berkepala naga yang memiliki satu tanduk dan kulit bersisik. Di jendela tertempel kertas bertuliskan peringatan agar para pengunjung menjaga sikap selama berada di lingkungan klenteng. Tidak ribut, tidak boleh menggunakan klenteng sebagai tempat untuk berpacaran, dan bagi yang datang membawa pasangan dilarang berfoto sambil berpegangan tangan atau berpelukan.
Peringatan lainnya adalah harus melepas alas kaki termasuk kaos kaki. Karena untuk menuju klenteng berikutnya harus melewati kolam kecil berisi air setinggi mata kaki, sebagai simbol membersihkan diri saat menjejak tangga menuju tempat suci. Sambil menaiki tangga, di belakang bangunan klenteng ke-7 ada sebuah kolam berbatu berisi beberapa kura-kura. Bagian dasar kolam dipenuhi uang logam yang dilempar oleh pengunjung dengan harapan apa yang diinginkan bisa terkabul. Ah, sayang saya tak punya uang logam. Eits, jangan khawatir ternyata ada tempat penukarannya di klenteng ke-7.
Dari anak tangga terbawah saja, sudah tampak megahnya ujung atap Klenteng ke-8 berupa pagoda bertingkat tiga. Klenteng ini besar dengan pilar-pilar penyangga di bagian depannya. Ruangan dalamnya luas dengan langit-langit yang tinggi. Di atas altar kayu berukir didudukkan patung Dewa Langit dan relief seekor qulin berjaga di belakangnya. Di depan altar ada patung seekor naga yang sedang memuntahkan air ke kolam marmer. 'Bola api' di atas teratai menghias bagian tengah kolam. Saat air kolam sudah penuh, bola api akan berputar di atas air.
Pelataran di depan klenteng ke-8 cukup luas. Ada tiga jembatan untuk menuju ke sana. Dari jembatan inilah biasanya para pengunjung melemparkan uang logam ke kolam di bawah tadi. Beberapa batang hio tertancap di pot batu yang berhias dua ekor naga. Pot batu ini berada di tengah pelataran, di atas dua lapis pa kua —diagram persegi delapan yang menyimbolkan keseimbangan alam semesta. Cukup menyenangkan berlama-lama di pelataran ini. Di satu sisi melihat klenteng surga yang megah dan di sisi lain ada pemandangan lembah yang indah. Diri ini seperti disadarkan untuk memilih, menjalani kehidupan ini dengan keindahan surga atau keindahan neraka?
──────────────────
Perjalanan bersama para blogger ini terlaksana atas undangan Kementerian Pariwisata Indonesia. Foto-foto juga diposting di twitter dan instagram dengan hastag #PesonaSingkawang #PesonaPontianak #PesonaIndonesia
Comments
No comments yet. Be the first to comment!
Leave a Comment