Eratnya Adat Kampung Bena, Flores
Category: Jalan-jalan • Author: Terry Endropoetro • Published on: 2014-04-02
Dari atas bukit di kejauhan tampak jajaran atap-atap rumah tradisional. Jalanan aspal yang berliku menurun pun akan berakhir persis satu-satunya pintu masuk ke kampung adat Bena. Salah satu desa tradisional di Bajawa kabupaten Ngada, Flores, yang masih menyisakan jejak-jejak budaya dari zaman megalitikum.
RUMAH ADAT
Ada 45 rumah tradisional yang dibangun berjajar rapat memanjang di kanan dan kiri, hingga ke ujung kampung. Rumah-rumah yang terbuat dari kayu dengan atap-atap tinggi tertutup rapat daun rumbia. Beberapa rumah memiliki ornamen penghias atap sekaligus pelindung penghuni rumah. Anaye yang berupa miniatur rumah yang diletakkan di pucuk saka pu'u melambangkan rumah keluarga inti perempuan. Sedangkan ata, yang berbentuk manusia memegang parang dan lembing melambangkan rumah keluarga inti lelaki, saka lobo.
Atapnya yang tinggi, membuat langit-langit di dalam rumah biasa digunakan sebagai tempat menyimpan harta benda. Setiap rumah memiliki teda wewa, teras tempat melakukan kegiatan sehari-hari seperti menenun atau menerima tamu. Di teras ini pulalah biasanya tanduk kerbau —bahkan ada pula yang masih lengkap dengan tengkorak kepala kerbau mdash; rahang dan taring babi digantung berjajar menghias tiang. Banyaknya tanduk atau taring yang dipajang menunjukkan tingkatan sosial keluarga yang menempati rumah tersebut.
Hanya ada satu pintu untuk masuk dan keluar rumah, yang ukurannya sedikit lebih rendah dari tinggi orang dewasa. Walau tak setinggi rumah-rumah panggung di Sumatera, Kalimantan, atau Sulawesi. Rumah-rumah ini memiliki kolong yang biasanya digunakan untuk memelihara babi.
Kampung Bena berada di bibir tebing, di kaki gunung Inerie. Di lembah antara gunung Inerie (pihak Ibu) dan gunung Surulaki (pihak bapak). Rumah-rumahnya memiliki tinggi-rendah yang sengaja dibuat tak seragam, dibangun mengikuti kontur tanah yang tidak rata. Dengan maksud agar tak merusak tanah dan menghindari bencana longsor. Bila dihitung, tanah yang berundak-undak ini berjumlah 9 tingkatan. Jumlah yang sama dengan jumlah suku yang tinggal di kampung Bena. Terbukti, hidup selaras dengan alam dan saling menghormati merupakan kearifan lokal yang diwariskan para leluhur.
KOMUNIKASI DENGAN LELUHUR
Ukiran berupa awan atau gelombang dan kuda menghiasi papan kayu di teras dekat tangga naik ke rumah. Tak hanya itu, ukiran bergambar kapal juga sering tampak dijadikan hiasan. Konon, nenek moyang mereka menggunakan kapal, datang dari laut Sawu sebelum akhirnya hidup menetap. Bentuk kampung Bena pun memanjang dan cekung seperti perahu. Selain itu, perahu juga dianggap sebagai kendaraan pengantar arwah ke nirwana.
Menghormati leluhur dan setia dengan adat masih sangat lekat terasa. Itulah salah satu mengapa rumah-rumah dibangun menghadap tanah lapang di tengah kampung, tempat segala ritual adat diadakan. Setiap suku di kampung Bena memiliki tores barajo, yaitu makam leluhur yang disakralkan, semacam kubur batu berupa susunan batu-batu pipih yang disebut nabe —tempat menaruh sesaji, dan 'tiang-tiang' batu yang dipancangkan di sekelilingnya. Di dekat kubur batu didirikan pula sebuah bhaga, yaitu pondok kecil beratap ijuk yang melambangkan lelehur perempuan. Sedangkan ngadhu, melambangkan leluhur laki-laki, Ngadhu yang beratap serat ijuk ini memiliki tiang tunggal dari jenis kayu khusus yang keras karena berfungsi juga sebagai tiang gantungan hewan kurban ketika upacara adat. Walau kini agama katholik menjadi agama penduduk desa, namun mereka masih percaya bahwa desa mereka dilindungi oleh dewa yang tinggal di puncak gunung Inerie.
PEREMPUAN & SEPOTONG KAIN
Bila berkeliling dari rumah satu ke rumah yang lain, Anda bisa menyaksikan perempuan-perempuan Bena sedang menenun di teras rumah, memintal kapas atau menggulung benang. Memintal kapas, mewarnai benang, menenun, dan menghasilkan sepotong kain tenunan, merupakan syarat seorang gadis Bena untuk menikah.
Kain-kain hasil tenun disampirkan pada sebatang bambu di teras rumah. Berwarna-warni menarik untuk dilirik. Tergoda membeli? Pastinya. Harga kain-kain tersebut bervariatif berkisar mulai Rp200.000 hingga jutaan. Tergantung besar, motif, dan teknik pewarnaannya. Pewarnaan benang menjadi salah satu unsur penentu harga. Harga kain yang menggunakan pewarnaan dari bahan alami biasanya lebih mahal karena proses yang rumit dan cukup memakan waktu.
Daun mengkudu untuk menghasilkan warna merah, warna kuning dihasilkan dari campuran kunyit, daun nila untuk mendapatkan warna ungu, bahkan dengan merendamnya dalam lumpur untuk mendapatkan warna biru atau hitam. Warna-warna kain yang dihasilkan lebih lembut bahkan terkesan kusam. Namun tak pelak, pewarnaan kain menggunakan bahan kimia pun makin sering dilakukan. Selain bahan yang mudah didapat, proses pewarnaannya cepat, dan warna kain yang dihasilkan bisa lebih beragam.
MENGINAP JADI PILIHAN
Setiap wisatawan yang datang berkunjung ke kampung Bena harus menuliskan nama dan sedikit data di buku tamu, disertai pemberian donasi sukarela. Anda pun bisa menginap di homestay yang di sekitar desa, yang juga berupa bangunan tradisional. Dengan begitu Anda bisa lebih menikmati kehidupan sehari-hari warga kampung, seperti berladang, menyiangi vanili, menumbuk biji kopi, atau memecah dan menjemur macademia —sebutan untuk kemiri.
Beruntung bila Anda datang pada saat-saat sedang diadakan acara adat, Seperti Reba Dance —peringatan adat kampung Bena yang dilakukan setiap tahun, Ka Sa'o —pendirian rumah adat, atau acara kematian. Selama acara berlangsung semua yang hadir wajib mengenakan baju adat setempat, tak terkecuali bagi para wisatawan. Jangan khawatir, Anda bisa menyewanya di sana. █
BAGAIMANA MENUJU KE SANA?
Desa adat Bena berada 18 km dari Bajawa, berada dekat jalur trans Flores, sekitar 3 jam dari Ende atau sekitar 9 jam dari Labuanbajo. Disarankan menyewa kendaraan untuk ke kampung adat ini, karena lokasinya agak menjauh dari jalan raya.
─────────
Tulisan ini sudah dimuat di majalah Sinaya, Bank BTPN edisi 1/2015 dengan judul Kampung Bena yang Penuh Pesona.
Comments
No comments yet. Be the first to comment!
Leave a Comment