Home >>Blog >Jalan-jalan

Terry Endropoetro's avatar

Sore Hari di Jembatan Kahayan, Palangka Raya

Belum ke Palangka Raya, kalau belum melihat jembatan yang membentang dia atas Sungai Kahayan. Jadi itulah yang saya lakukan sebelum meninggalkan ibu kota Kalimantan Tengah ini.

Saya berdiri di sebuah pelataran terbuka di pinggir sungai Kahayan, tak jauh dari Jembatan Kahayan. Tempat seperti dermaga kayu ini tampaknya sengaja dibangun lengkap demean kedai-kedai, meja dan kursi untuk masyarakat yang hendak menikmati pemandangan jembatan ini di waktu malam. Hanya saja selama pandemi, pengunjung sangat dibatasi.

Dari dermaga itu tampak Sungai Kahayan yang menurut catatan lebarnya mencapai 450 meter. Airnya berwarna coklat, sedikit berarus. Daripada membayangkan berapa dalamnya, saya memutuskan berdiri baik-baik di balik pagar besi yang dijadikan pembatas.

Mungkin karena sudah terlalu sore, saat berdiri di dekat sungai saya hanya melihat beberapa perahu klotok yang melaju di bawah jembatan Kahayan. Beberapa perahu dipasangi mesin, lajunya kencang demean suara menderu. Tapi ada juga yang didayung meluncur tenang mengikuti arus.

Rumah-rumah panggung dari kayu dibangun sepanjang pinggir sungai masih menjadi pemandangan khas di sana. Tiang-tiang kayu menyangga rumah, mengantisipasi bila air Sungai Kahayan meluap saat musim hujan. Dermaga-dermaga kayu memanjang untuk menambatkan karamba atau perahu klotok, yang biasa digunakan untuk mencari ikan.

Oleh Suku Dayak Ngaju, Sungai Kahayan disebut dengan Batang Biaju Besar atau sungai besarnya suku Dayak. Sungai yang membelah kota Palangka Raya ini berhulu di wilayah Bukit Keminting, Kabupaten Gunung Mas. Di sana terdapat puncak Bukit Samatuan, yang oleh umat Hindu Kaharingan diyakini sebagai asal muasal manusia di bumi oleh Ranying Hatala (Sang Pencipta). Hal ini tertulis dalam Panaturan, kitab suci agama Hindu Kaharingan, agama leluhur yang menjaga kesakralan Sungai Kahayan.

Dari hulu Sungai Kahayan selalu memberikan penghidupan bagi masyarakat di tepian sungai. Sepanjang 600 kilometer sampai ke hilir dan bermuara sebelah timur Tanjung Malatayur, air sungain Kahayan bertemu Laut Jawa.

Dahulu Sungai Kahayan merupakan jalur utama untuk pergi ke seberang atau kota-kota lain, seperti Sampit dan Pangkalan Bun, di Kota Waringin Barat, bahkan ke Banjarmasin di Kalimantan Selatan. Namun seiring diperbaikinya jalur darat Trans Kalimantan, angkutan jalur sungai pun berangsur menghilang. Perahu-perahu tergantikan dengan bus, truk, dan kendaraan pribadi yang lebih cepat dan mampu mengangkut lebih banyak muatan.

Jembatan Kahayan juga merupakan bagian daari Trans Kalimantan. Panjang jembatan ini 640 meter dan lebar 9 meter. Membentang di atas Sungai Kahayan menghubungkan pusat kota Palangka Raya dengan Kelurahan Pahandut Seberang dan beberapa wilayah lainnya, seperti Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Selatan, dan Kabupaten Barito Utara.

Jembatan ini mulai dibangun pada 1995, selesai pada 2001, dan diresmikan oleh Presiden RI Megawati Soekarno Putri pada Januari 2002. Walau di masa pandemi, saat malam jembatan ini tak lagi bermandi cahaya, tapi tetap menjadi pemandangan yang menarik hati dan menenangkan mata. █

----------------------------------------

Tulisan ini adalah satu dari sekian banyak pengalaman seru #TransmateJourneyPalangkaraya #TransmateJourney2021 selama 11 - 14 Oktober 2021, yang diselenggarakan oleh Transmate Indonesia dan Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan Republik Indonesia.


Comments

No comments yet.

Add Comment

* Required information
(never displayed)
 
Bold Italic Underline Strike Superscript Subscript Code PHP Quote Line Bullet Numeric Link Email Image Video
 
Smile Sad Huh Laugh Mad Tongue Crying Grin Wink Scared Cool Sleep Blush Unsure Shocked
 
2000
 
Notify me of new comments via email.