Home >>Blog >Segala Rupa

Terry Endropoetro's avatar

Motif Tenun untuk se-Indonesia

Kalian punya kain tenun nggak? Belum? Sebaiknya belilah. Paling tidak kalian punya selembar. Karena sekarang tenun sudah mulai disukai perusahaan besar, lho. Dan sengaja bikin motif khusus untuk se-Indonesia!

Di Indonesia ada beberapa daerah yang masih melestarikan tenun ikat. Antara lain Toraja, Sintang, Bali, Lombok, Sumba, Flores, dan Jepara. Dulu kain tenun dibuat untuk kebutuhan adat, dipakai sebagai sarung, atau disampirkan untuk menghalau dinginnya udara.

Seiring kebutuhan zaman, memanfaat kain tenun pun makin meluas. Kain tenun digunakan juga sebagai bagian aksesori dan dekorasi. Bila beberapa kain tenun disampirkan, ia bisa menjadi hiasan dinding. Bila dijahit memanjang dan digantungkan di langit-langit, ia menjadi penghias ruang yang menanrik.

MENGGANDENG TENUN IKAT
Ini yang saya lihat di acara Tenun Ikat, Indonesian Legacy into The Spotlight awal Juli 2018 lalu, di Forum Kafe BCA 8, Menara BCA, Jakarta. Pada acara tersebut hadir Jahja Setiaatmadja (Presiden Direktur BCA), Lianawaty Suwono (Direktur BCA), Vera Eve Lim (Direktur BCA), Prasetyantoko (Pengamat Ekonomi Industri Kreatif A), dan Didiet Maulana (Fashion Designer dan Founder IKAT Indonesia). Acara tersebut sekaligus merupakan launching seragam baru korporasi BCA.

Saya baru tahu bahwa setiap perusahaan punya kebijaksanaan untuk mengganti seragamnya sesuai jangka waktu yang disepakati. Begitu BCA, yang beberapa tahun lalu memiliki seragam berbahan batik. Tahun ini, giliran tenun ikat yang dilirik. Tenun ikat akan dijadikan aksen pada seragam karyawan BCA di seluruh Indonesia. Mengapa tenun ikat? "Karena tenun ikat mencerminkan kekayaan Indonesia, BCA ingin berperan serta melestarikan budaya bangsa," kata Jahja Setiaatmadja dengan bangga.

Tak main-main, untuk seragam baru ini BCA bekerja sama dengan menggandeng IKAT Indonesia. Dan untuk memenuhi kebutuhan seragam 27.000 karyawan BCA di seluruh Indonesia, 80.000 meter kain tenun ikat dibuat. Didominasi warna biru dengan sentuhan warna kuning dan keemasan.

Jangan bayangkan para karyawan BCA mengenakan baju berbahan tenun ikat dari atas ke bawah ya, seluruhnya, ya. Nanti jadi malah seperti mau pergi kondangan. Agar tetap memberikan kesan profesional, Didiet Maulana merancang seragam untuk karyawan wanita berupa blazer, dengan penambahan tenun ikat sebagai aksen pada bagian kerah, dada, dan lengan. Sementara untuk karyawan pria, motif tenun ikat ada pada dasi mereka.

PROSES TENUN IKAT
Sebagai perancang busana dan founder IKAT Indonesia, Didiet Maulana juga dipercaya oleh BCA untuk menciptakan motif khusus pada tenun ikat, yang harus sesuai dengan filosofi perusahaan, baik warna maupun ornamennya. Penekanan BCA pada 'tenun', benar-benar terwujud. Dipilihlah Desa Troso, Jepara, Jawa Tengah, yang memiliki 500 workshop tenun. Tak hanya masyarakat desa setempat, setiap workshop juga memberdayakan kemampuan menenun masyarakat desa sekitarnya.

Kain yang dihasilkan benar-benar dibuat dengan menggunakan alat tenun bukan mesin, alat tenun dari kayu yang ramai 'bergemelotak' saat pekerjaan menenun dimulai. Total ada 2.500 orang yang terlibat dalam produksi masal ini. Kerja keras yang membutuhkan komitmen dan ketelitian, mulai pengulur benang, pembuat pola, penenun, juga para pencelup.

Nah, begini kira-kira pembuatan tenun ikat yang dilakukan khusus untuk BCA:

1. Sketsa tenun dibuat.

2. Benang putih sebagai bahan dasar utama, dipintal.

3. Benang putih dicelup warna dasar, yaitu biru. Setelah itu dijemur di bawah terik matahari. Proses yang sama dilakukan untuk warna kuning, cokelat, dan turquoise.

4. Proses selanjutnya adalah mengganing benang. Benang berwarna yang sudah kering, diputar menggunakan alat semacam roda. Tujuannya agar benang menjadi halus. Lalu digulung pada teropong, sebuah bilah dan disangkutkan pada kayu.

5. Benang-benang yang sudah kering diulur panjang dan disangkutkan pada dua bilah kayu alat tenun sampai lebar kain yang diinginkan.

6. Sebagian benang digulung ke dalam teropong, alat dari kayu yang digunakan untuk memasukkan benang dengan arah menyilang.

7. Setelah semua siap, proses penenunan pun dimulai.

8. Kain tenun yang sudah jadi ditelantang (dijemur dengan cara direntangkan) di bawah terik matahari terlebih dahulu sebelum dikemas.

Untuk membuat tenun ikat pesanan khusus ini bukan tanpa kendala. Diproses secara tradisional, tentunya waktu produksi menjadi lebih lama. Apalagi kualitas setiap helai kainnya tetap harus terjaga. Kendala terbesarnya ada pada pewarnaan benang. Proses pewarnaan yang dilakukan secara manual, pada awalnya berkali-kali menghasilkan warna yang tidak sama . Entah warna birunya menjadi terlalu gelap atau warna kuningnya terlalu terang. pencelupan warna mengalami kegagalan. Tak menyerah pada kegagalan, percobaan demi percobaan dilakukan, sampai menemukan 'ramuan' yang benar-benar pas dan akan sesuai di setiap helai kain.

Karya kreatif tersebut menjalani proses yang cukup panjang. Tapi menjadi sebuah tantangan untuk terus berupaya demi terus hidupnya kain tenun sebagai warisan turun temurun. Yang jelas inisiatif BCA untuk menggunakan tenun ikat pada seragam karyawannya, jelas sangat membantu masyarakat pengrajin tenun untuk tetap berkarya. Terus menjaga kekayaan budaya bangsa. █


Comments

No comments yet.

Add Comment

* Required information
(never displayed)
 
Bold Italic Underline Strike Superscript Subscript Code PHP Quote Line Bullet Numeric Link Email Image Video
 
Smile Sad Huh Laugh Mad Tongue Crying Grin Wink Scared Cool Sleep Blush Unsure Shocked
 
2000
 
Notify me of new comments via email.